Beberapa hari yang lalu seorang teman di grup Gam
Inong Blogger yang saya ikuti menampilkan sebuah kalimat yang sama sekali sulit
untuk dipahami apalagi dimengerti dalam blantika perkalimatan di Indonesia. Hal
yang luar biasa (duile) adalah
menemukan kenyataan dari baris-baris komentar status tersebut bahwa saya bisa mengakses Kamus Besar Bahasa Indonesia
secara online. Setelah bertanya pada Mbah Google, saya pun men-download buku yang sejatinya
hanya beberapa kali saya jumpai di toko buku dan sempat beberapa kali ingin
mengajaknya pulang tapi belum kesampaian.
Lalu hari ini saya memejamkan mata dan membuka kamus
yang sudah dalam bentuk pdf itu lalu saya akan mengehentikan pada saat tertentu
dan menulis kata yang terlihat pada halaman tempat saya berhenti tersebut.
Di halaman itu terdapat kata benalu. Di rumahku ada
sebuah buku karangan KH. Abdullah Gymnastiar yang berjudul “Malu Jadi Benalu”.
Saya memilih untuk mengganti kata koruptor dengan
benalu, sebab menurut saya, korupsi dimulai dengan ketiadaan rasa malu. Sebab sejatinya,
seseorang yang ingin menjadi pejabat pasti memahami bahwa jabatan yang
diembannya adalah ladang amal, ladang untuk berbakti dan mengabdi kepada
negara. Tidak akan terpikirkan sedikit pun untuk berkhianat dan membelanjakan
uang negara atau memanfaatkan wewenang yang dimilikinya untuk memperkaya atau
menguntungkan diri atau kelompoknya atau kelompok tertentu.
Sungguh mengagumkan apabila kita melihat pada hari
ini masih banyak di sekeliling kita orang-orang yang malu jadi koruptor. Mereka
rela hidup dalam kebersahajaan. Mereka mengabdikan dirinya untuk sebesar-besar
kebahagiaan rakyat. Mereka tersebar dari keramaian kota hingga ke pelosok desa.
Mereka senantiasa hadir bagi keperluan-keperluan rakyat. Mereka ada yang
bekerja di sekolah, rumah sakit dan unit kesehatan lainnya, kampus, rumah-rumah
ibadah, di depan layar kaca atau mengudara di radio. Mereka dapat hadir dalam
tampilan bersahaja ataupun berpunya. Dengan senyum tulus, hadir memberikan jasa
untuk upaya mencerdaskan, menyehatkan, menyejahterakan bangsanya.
Mereka malu jadi koruptor. Malu semalu-malunya. Tiada
harga diri apabila segenap perjuangan dan pengabdian mereka bagi bangsa yang
dicintainya ternoda oleh lembar-lembar rupiah atau kenikmatan dunia lainnya
yang mempesona. Mereka menjaga semangat jiwa sedari dini agar mencintai jalan
kebenaran. Rumit-sukar ataupun lempang, mereka tempuhi kebaikan itu. Menebar
senyuman pada sesama, yang sejatinya adalah tersenyum kepada Allah Swt. Penyayang,
disayang.
Oleh karena itu mereka selalu mulia. Yang dokter
selalu dido’akan oleh pasien-pasiennya. Yang guru selalu dido’akan oleh para
muridnya. Yang melayani selalu dido’akan oleh para kliennya. Kebahagiaan
senantiasa melingkupinya.
Banda Aceh, 09 Oktober 2013
Pukul 18.11
Belum ada tanggapan untuk "Malu Jadi Koruptor"
Post a Comment