Salah satu tempat yang kami kunjungi pada hari Minggu itu adalah Masjid Teungku Di Anjong di Desa Peulanggahan, Banda Aceh. Alhamdulillah saat itu kami juga dapat menemui beberapa orang warga yang dapat menjadi sumber referensi kami dalam menggali informasi lebih dalam mengenai salah satu situs bersejarah tersebut. Beberapa informasi berikut telah saya lengkapi pula dengan beberapa referensi lainnya termasuk tulisannya Bang Arie Yamani yang juga rekan kami di grup Gaminong Blogger.
Masjid Teungku Di Anjong adalah salah satu masjid yang dilanda kerusakan paling parah -- hanya menyisakan 20 persen bagian masjid yaitu bagian depan shafnya saja. Desa Peulanggahan sendiri merupakan salah satu desa yang mengalami dampak gempa bumi dan gelombang tsunami dahsyat yang melanda sejumlah kawasan di Samudera Hindia pada hari Minggu tanggal 26 Desember 2004.
Pada saat ini masjid tersebut telah dibangun kembali di masa rehabilitasi dan rekonstruksi pasca tsunami oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias dengan konstruksi beton, dengan tetap berusaha mempertahankan bentuknya yang semula sebagai sebuah situs sejarah. Turut dibangun pula sebuah tugu yang didirikan berikut keterangan mengenai tinggi gelombang tsunami yang pernah melanda kawasan tersebut.
Nama Teungku Di Anjong merupakan gelar bagi seorang ulama besar dari Hadramaut, Yaman, yaitu Sayid Abu Bakar ibn Husein Bil-Faqih yang merupakan seorang ulama yang menyebarkan agama Islam di Aceh. Gelar "Di Anjong" yang berarti seseorang yang dimuliakan atau disanjung diberikan kepada beliau karena keshalehan dan keluasan ilmu beliau serta sifat beliau yang sangat suka menolong sesama. Sementara nama desa "Peulanggahan" diambil dari bahasa Aceh yang berarti persinggahan. Konon seperti diceritakan salah seorang warga setempat, dahulunya desa ini merupakan tempat persinggahan untuk menuntut ilmu manasik haji bagi umat Islam yang hendak berangkat menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekkah Al-Mukarramah.
Di sebelah selatan Masjid Teungku Di Anjong terdapat sebuah bangunan yang dipugar yang merupakan makam dari Teungku Di Anjong. Setelah mengambil wudhu', kami pun berziarah ke makam Teungku Di Anjong. Dalam bangunan tersebut ada sebuah kamar yang di dalamnya terdapat makam Teungku Di Anjong beserta isterinya Syarifah Fathimah binti Sayid Abdurrahman yang juga berasal dari Yaman. Kedua makam tersebut posisinya bersebelahan di dalam kamar tersebut. Sedangkan tiga makam lainnya yang berada di samping kamar tersebut merupakan makam dari khadam-khadam Teungku Di Anjong.
Salah satu dari warga yang dimakamkan di tempat tersebut adalah Mardiana, seorang anak yang menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan tragis yang terjadi beberapa bulan yang lalu. Tragedi meninggalnya Mardiana kemudian diperingati oleh warga Banda Aceh dalam sebuah peringatan bertajuk "We Love Diana" sebagai rasa simpati, keprihatinan dan penolakan terhadap segala bentuk kekerasan.
Allahummaghfir lahum wa'aafihim wa'fu 'anhum ...
Banda Aceh, 17 Desember 2013
Referensi pendukung:
Arie Yamani, Di Negeri Syariah ini Islam, Hindu dan Budha Hidup Berdampingan, http://arieyamani.blogspot.com/2013/12/di-negeri-syariah-ini-islam-hindu-dan.html
Aulia Fitri, Mengenal Teungku Dianjong Di Peulanggahan, http://aulia87.wordpress.com/2012/01/01/mengenal-teungku-dianjong-di-peulanggahan/
Bustami, Mengenal Teungku Di Anjong, http://aceh.tribunnews.com/2011/07/31/mengenal-teungku-di-anjong
Reza Munawir, Kasus Diana, Peringatan Untuk Kita, http://aceh.tribunnews.com/2013/03/31/kasus-diana-perigatan-untuk-kita
Aiiiih...kapan ya saya bisa gabung jalan-jalan dengan teman-teman GIB?
ReplyDeletekereennnnn....jadi tau nama istri dari Teungku Di Anjung (y)
ReplyDeletePengen banget gabung, tapi belum bisa, hiks...
ReplyDeleteIyaa, asyik sekali alhamdulillah bisa berjalan-jalan bareng anak-anak GIB. Apalagi guide tour-nya warga gampong Peulanggahan sendiri nih.
ReplyDelete#poke bang Arie Yamani alias gampong backpacker :-)
Semoga bisa segera reunian ya, kak Eky, Bang Dave dan para GIB-ers lainnya :-)