Beranda · Wisata · My Extraordinary Life · Menu 2

Menulis Semudah Berbicara

Sembari beristirahat di rumah salah seorang kerabat, saya menelusuri buku-buku yang ada di lemari buku di rumah saudara saya tersebut. Saya menemukan (lagi) buku Quantum Learning yang cukup lama tidak saya sentuh. Buku ini belum pernah mampir ke dalam koleksi buku saya. Sewaktu masih di Madrasah 'Aliyah -- setingkat SMA -- saya meminjamnya dari Makcik saya. Saya telusuri kembali buku tersebut, banyak kenangan yang indah bersama buku ini. Termasuk ketika menjadikan bahan di dalamnya sebagai bahan untuk pelatihan adik-adik kelas di rohani Islam (rohis) semasa Madrasah 'Aliyah dulu.

Beberapa materi di dalam buku ini yang saya praktekkan atau adopsi materinya ke dalam bahan simulasi pelatihan antara lain cara membuat catatan atau resume kuliah atau ceramah, kiat agar dapat mempraktekkan bahwa menulis semudah berbicara dan bagaimana peta pikiran mengurangi dampak negatif berpikir linear yaitu adanya item-item yang terlewatkan ketika menyusun suatu gagasan. Dalam tulisan kali ini saya ingin membahas satu saja dari materi-materi tersebut yaitu "Kiat-kiat supaya tidak Mengalami Hambatan Menulis."

Sebelum membahas pokok bahasan tersebut, saya ingin menceritakan suasana menyenangkan dalam sebuah kelas pelatihan adik-adik rohani Islam atau Rohis di sekolah almamater saya beberapa tahun silam. Ketika itu sebagai alumni saya dimintai untuk mengisi sebuah sesi simulasi selepas shalat 'ashar. Saya meminta semua peserta mengeluarkan selembar kertas, dan memberi waktu kepada mereka beberapa menit untuk menuliskan apa saja yang terlintas dalam benak mereka. Apa saja!

Saya ingin membuktikan keampuhan sebuah materi yang terdapat dalam Quantum Learning bahwa menulis adalah semudah berbicara. Dalam materi tersebut diceritakan bahwa menulis sebenarnya tidak lain adalah sebuah cara untuk mengungkapkan apa yang terlintas dalam pikiran kita sama halnya seperti berbicara. Diulangi: menulis sama mudahnya dengan berbicara.

Sewaktu masih kecil, seorang anak tidak memiliki hambatan apapun untuk mengungkapkan ide-idenya. Si anak bebas untuk mengungkapkan ekspresinya baik dalam ucapan, tindakan ataupun karya. Seiring bertambahnya usia, sang anak mulai memperoleh hambatan-hambatan yang berasal dari lingkungannya. Beberapa orang mulai menertawakan ketika si anak "salah" berbicara. Lalu kemudian si anak yang tadinya merasa percaya diri perlahan-lahan mulai enggan untuk mengekspresikan diri. Hal tersebut terus berlangsung sehingga si anak tadi menjadi dewasa.

Anak itu bisa jadi adalah kita!

Sekarang cobalah langkah-langkah berikut ini. Ambillah selembar kertas, lalu tulislah apa yang sedang Anda pikirkan. Bisa saja Anda menuliskan "aduh, apa lagi ya yang harus ditulis, atau bagaimana ya pulpen saya macet ini, dan sebagainya. Apa saja yang sedang Anda pikirkan dan bukannya memikirkan dulu baru menulis. Gunakan timer dan targetkan untuk memenuhi kertas Anda dengan tulisan. Kemudian baca kembali tulisan tersebut. Pada mulanya Anda akan menanggapi apa yang Anda tulis tersebut dengan tersenyum-senyum sendiri atau merasa konyol atas apa yang telah Anda tulis.

Tidak apa-apa! Anda sedang berkembang dan seiring waktu tulisan Anda akan terus meningkat dari segi kualitas isinya.

Teruslah menulis dan buktikan menulis adalah semudah berbicara!

^_^


Banda Aceh, 28 Desember 2013
Diedit pada 12 Maret 2014

Artikel keren lainnya:

1 Tanggapan untuk "Menulis Semudah Berbicara"

  1. Kalau saya, maunya bisa bicara segamlang nulis. hik, tp memori mudah lupa jk dlm kondisi tertekan, hahaha

    ReplyDelete