Beranda · Wisata · My Extraordinary Life · Menu 2

Kampung Harapan

Namaku Syama’un. Aku tinggal di kampung Horribe, sebuah kampung yang penuh dengan tawa dan canda. Secara perawakan orang mudah mengenaliku oleh karena penampilanku yang agak kucel; rambut gondrong, cambang tidak terurus dan juga berpenampilan seadanya. Maksudku mereka bisa mengenaliku dari kaos oblong kuning cerah yang saban hari aku kenakan.

Jika kamu belum pernah mendengar tentang nama kampungku ini, kamu boleh bertanya jika kamu sempat mampir kemari. Tentu, kamu jangan menanyai warga dengan nama yang aku sebutkan tadi. Sebut saja Kampung Harapan. Aku lebih suka menyebutnya Horribe karena nama itu mirip dengan nama seorang pemain sepakbola idolaku asal Meksiko, Horribe Peralta. Hehehe 

Setiap pagi kamu bisa menemui aku duduk di warung Bang Mansur. Aku menikmati pagi sambil menyantap ubi goreng dan secangkir kopi manis hangat. Di hadapanku biasanya aku membentangkan surat kabar lokal untuk semakin memperhangat suasana pagi.  Sebenarnya hal itu tidak perlu aku lakukan. Mau tahu kenapa? Karena suhu udara di Kampung Harapan akhir-akhir ini begitu menghangat. Apalagi sebabnya kalau bukan pemilihan kepala kampung yang akan berlangsung minggu depan.

Biasanya aku dan juga warga lainnya akan terlebih dulu menyeruput berita olahraga sebelum beranjak ke tema lainnya, namun kondisi Kampung Harapan yang kian menghangat akhir-akhir ini dengan beragam desas-desus menyebabkan halaman olahraga bahkan masih beraroma mesin cetak karena belum terjamah sejak tadi subuh. Sementara lembar halaman politik sudah terlihat lebih lusuh. Hal tersebut tidak mengherankan apalagi setelah desas-desus itu. Desas-desus yang menyebabkan Kampung Harapan seringkali didatangi oleh para wartawan.

Dipikir-pikir, sebenarnya aku tidak usah terlalu ambil pusing juga. Namun ramainya wartawan yang datang ke kampung kami tersebut tentu membuat kalian yang membaca tulisan ini jadi bertanya-tanya pada penyebabnya bukan?

Kampung Harapan. Sesuai namanya, kampung ini punya “sesuatu” yang bisa dibanggakan. Bukan kampung biasa, di kampung ini terdapat sebuah tempat yang istimewa. Di tempat itu berbondong-bondong orang datang setiap harinya untuk menggali keistimewaan tersebut. Tidak terbilang juga banyaknya. Setiap bulan ada saja pengunjung baru yang datang ke kampung kami.

Di kampung kami inilah setiap hari ada saja pendatang baik dari dalam maupun luar negeri yang berkunjung untuk menyaksikan keistimewaan tersebut. Kamilin, warga desa kebanggaan yang selama ini juga teman sepermainanku yang berjasa menemukan sumber mineral pengganti bahan bakar minyak (BBM) yang sangat murah. Akibatnya banyak sekali warga yang berbondong-bondong mendatangi kampung kami.

Jadi kuharap kalian tidak heran jika belakangan wartawan berbondong-bondong datang ke kampung kami. Bahkan pemilihan kepala kampung kami tak luput dari incaran para wartawan. Kampung Harapan yang dulunya sepi, kini menjadi buah bibir di mata media lokal, bahkan nasional. Dewasa ini bahan bakar minyak (BBM) menjadi masalah utama oleh karena tingkat persediaannya yang kian lama kian menipis.

Aku bersyukur mengenal Kamilin. Sahabatku yang cerdas dan saleh itu kini menjadi kebanggaan warga Kampung Harapan. Tidak hanya menemukan sumber daya mineral itu tapi ia juga mampu menemukan cara pengolahan yang katanya sudah siap dipatenkan itu. Tak sia-sia ayahnya menyekolahkannya ke Institut Teknologi Quantum di ibukota negara.

Itulah kisah kampungku, Kampung Harapan. Aku tadinya berharap kampungku akan lebih mudah dikenali lantaran kekhasan dalam bidang pendidikan, seperti Kampung Inggris yang masyhur di Kota Kediri, Jawa Timur. Aku sering membahas hal tersebut Kamilin. Ia berjanji padaku untuk bersama-sama mewujudkan mimpi tersebut.

Kampung Harapan kami tidak boleh hanya dikenal dari sumber daya alamnya saja yang melimpah, tapi juga oleh semangat pemudanya untuk menuntut ilmu tiada jemu. Generasi muda Kampung Harapan pada saatnya kelak akan menjadi tunas bangsa yang menjadi tumpuan dalam membngun dan memajukan agama, nusa dan bangsa. Meski pendidikanku tidak secemerlang Kamilin, aku bertekad untuk menyumbangkan waktu, pikiran dan tenagaku untuk kemajuan Kampung Harapan.


Banda Aceh, 30 Juni 2014


Artikel keren lainnya:

2 Tanggapan untuk "Kampung Harapan"

  1. Horribe? gak pernah dengar bang. hehe
    Asal jangan jadi "Horrible" :D

    ReplyDelete