Namaku
Syama’un. Aku tinggal di kampung Horribe, sebuah kampung yang penuh dengan tawa
dan canda. Secara perawakan orang mudah mengenaliku oleh karena penampilanku
yang agak kucel; rambut gondrong, cambang tidak terurus dan juga berpenampilan
seadanya. Maksudku mereka bisa mengenaliku dari kaos oblong kuning cerah yang
saban hari aku kenakan.
Jika
kamu belum pernah mendengar tentang nama kampungku ini, kamu boleh bertanya
jika kamu sempat mampir kemari. Tentu, kamu jangan menanyai warga dengan nama
yang aku sebutkan tadi. Sebut saja Kampung Harapan. Aku lebih suka menyebutnya
Horribe karena nama itu mirip dengan nama seorang pemain sepakbola idolaku asal
Meksiko, Horribe Peralta. Hehehe
Setiap
pagi kamu bisa menemui aku duduk di warung Bang Mansur. Aku menikmati pagi
sambil menyantap ubi goreng dan secangkir kopi manis hangat. Di hadapanku
biasanya aku membentangkan surat kabar lokal untuk semakin memperhangat suasana
pagi. Sebenarnya hal itu tidak perlu aku
lakukan. Mau tahu kenapa? Karena suhu udara di Kampung Harapan akhir-akhir ini
begitu menghangat. Apalagi sebabnya kalau bukan pemilihan kepala kampung yang
akan berlangsung minggu depan.
Biasanya
aku dan juga warga lainnya akan terlebih dulu menyeruput berita olahraga
sebelum beranjak ke tema lainnya, namun kondisi Kampung Harapan yang kian
menghangat akhir-akhir ini dengan beragam desas-desus menyebabkan halaman
olahraga bahkan masih beraroma mesin cetak karena belum terjamah sejak tadi
subuh. Sementara lembar halaman politik sudah terlihat lebih lusuh. Hal
tersebut tidak mengherankan apalagi setelah desas-desus itu. Desas-desus yang
menyebabkan Kampung Harapan seringkali didatangi oleh para wartawan.
Dipikir-pikir,
sebenarnya aku tidak usah terlalu ambil pusing juga. Namun ramainya wartawan yang
datang ke kampung kami tersebut tentu membuat kalian yang membaca tulisan ini
jadi bertanya-tanya pada penyebabnya bukan?
Kampung
Harapan. Sesuai namanya, kampung ini punya “sesuatu” yang bisa dibanggakan.
Bukan kampung biasa, di kampung ini terdapat sebuah tempat yang istimewa. Di
tempat itu berbondong-bondong orang datang setiap harinya untuk menggali
keistimewaan tersebut. Tidak terbilang juga banyaknya. Setiap bulan ada saja
pengunjung baru yang datang ke kampung kami.
Di
kampung kami inilah setiap hari ada saja pendatang baik dari dalam maupun luar
negeri yang berkunjung untuk menyaksikan keistimewaan tersebut. Kamilin, warga
desa kebanggaan yang selama ini juga teman sepermainanku yang berjasa menemukan
sumber mineral pengganti bahan bakar minyak (BBM) yang sangat murah. Akibatnya
banyak sekali warga yang berbondong-bondong mendatangi kampung kami.
Jadi
kuharap kalian tidak heran jika belakangan wartawan berbondong-bondong datang
ke kampung kami. Bahkan pemilihan kepala kampung kami tak luput dari incaran
para wartawan. Kampung Harapan yang dulunya sepi, kini menjadi buah bibir di
mata media lokal, bahkan nasional. Dewasa ini bahan bakar minyak (BBM) menjadi
masalah utama oleh karena tingkat persediaannya yang kian lama kian menipis.
Aku
bersyukur mengenal Kamilin. Sahabatku yang cerdas dan saleh itu kini menjadi
kebanggaan warga Kampung Harapan. Tidak hanya menemukan sumber daya mineral itu
tapi ia juga mampu menemukan cara pengolahan yang katanya sudah siap dipatenkan
itu. Tak sia-sia ayahnya menyekolahkannya ke Institut Teknologi Quantum di
ibukota negara.
Itulah
kisah kampungku, Kampung Harapan. Aku tadinya berharap kampungku akan lebih
mudah dikenali lantaran kekhasan dalam bidang pendidikan, seperti Kampung
Inggris yang masyhur di Kota Kediri, Jawa Timur. Aku sering membahas hal
tersebut Kamilin. Ia berjanji padaku untuk bersama-sama mewujudkan mimpi
tersebut.
Kampung
Harapan kami tidak boleh hanya dikenal dari sumber daya alamnya saja yang
melimpah, tapi juga oleh semangat pemudanya untuk menuntut ilmu tiada jemu.
Generasi muda Kampung Harapan pada saatnya kelak akan menjadi tunas bangsa yang
menjadi tumpuan dalam membngun dan memajukan agama, nusa dan bangsa. Meski
pendidikanku tidak secemerlang Kamilin, aku bertekad untuk menyumbangkan waktu,
pikiran dan tenagaku untuk kemajuan Kampung Harapan.
Banda Aceh, 30 Juni 2014
Horribe? gak pernah dengar bang. hehe
ReplyDeleteAsal jangan jadi "Horrible" :D
of course, Keumala :-)
Delete