"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah lebih mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui."
(Al-Qur'an, Surat Al-Baqarah (2), ayat 216)
Kita semua rasanya tak pernah tidak terhenyak dengan peristiwa yang terjadi 10 tahun silam. Hari ini di seluruh dunia diberitakan mengenai perkembangan kota Banda Aceh, kota tua yang bersejarah. Hancur lebur disapu ombak setinggi puluhan meter dalam tsunami di hari Minggu, 26 Desember 2004 yang turut melanda hingga belasan negara, kota ini kembali bangkit dengan semangat dan kasih sayang yang dititipkan Sang Maha Pengasih dari seluruh dunia.
Rabu paginya, sebuah sudaco alias labi-labi, sejenis angkot, menjemput kami di Banda Aceh. "Ayo cepat ikut naik, mereka bilang wabah akan segera menyebar dari mayat korban tsunami, ada kabar akan disemprotkan obat (pembasmi hama) dari udara," kata seorang Makcik yang menjemput kami mengomandoi. Dua hari sebelumnya para saudara dan kerabat datang dari kampung membersihkan rumah dari lumpur-lumpur tsunami. Tapi hari itu kami sudah harus meninggalkan rumah untuk mengungsi. Pemandangan orang mengenakan masker bukan lagi suatu hal yang asing. Meski pada akhirnya wabah yang diprediksikan tak terjadi.