Kami disambut sebuah lorong di mana diperdengarkan kalimat-kalimat dzikir. Dari dinding lorong tersebut dialiri percikan air yang mengalir dan membentuk ornament ombak. Sejenak kita seperti dibawa pada suasana penuh haru sebagaimana saat saya memasuki Aceh Tsunami Museum untuk pertama kalinya yang pernah saya bagi di sini.
Dari ruang peraga informasi tsunami ini, kita akan kembali melewati sebuah lorong. Kali ini perjalanannya dirancang sedikit mendaki seolah kamu akan mendaki sebuah bukit. Hal ini sepertinya melambangkan perjuangan para korban saat itu yang berlari menuju ke tempat yang lebih tinggi seperti perbukitan.
Selanjutnya kita akan menemukan Sumur Doa. Di dinding Sumur Doa tertera nama-nama para korban tsunami, sementara di puncak Sumur Do'a ada lafazh nama Allah Swt. Hal ini bermakna para korban tsunami yang sudah meninggal kini telah berada di tempat yang layak di sisi Allah Swt.
Berikutnya, kita akan menaiki jembatan harapan. Di sisi bawahnya terbentang kolam besar yang diapit oleh bola-bola semen bertuliskan nama-nama negara yang telah ikut berpartisipasi memberi bantuan kepada para korban tsunami Aceh dan Nias 2004. Sementara di atas langit-langitnya tergantung bendera-bendera dari negara-negara tersebut.
Apabila kita meninjau kembali masa-masa tanggap darurat serta rehabilitasi dan rekonstruksi pasca tsunami, maka semangat kemanusiaan yang luar biasa yang tercurah pada saat itu sangat monumental dalam sejarah modern. Tanpa mengenal perbedaan ras, suku, bangsa dan agama, bantuan-bantuan baik domestik maupun internasional mengalir dengan begitu derasnya.
Setelah selesai menikmati wisata sejarah tsunami, kami pun kembali ke halaman parkir Aceh Tsunami Museum melalui pintu keluar yang berbeda arahnya dengan pintu masuk. Tak perlu khawatir karena cukup banyak rambu petunjuk dan petugas pemandu yang dapat mengarahkan kita.
Di luar gedung museum disediakan kafetaria serta jajanan tradisional untuk mengganjal rasa lapar dan haus. Sekedar pengingat, untuk menjaga kebersihan kita tidak diperkenankan makan dan minum secara bebas di dalam museum yang juga dapat berfungsi sebagai tsunami escape building ini.
Setelah mengunjungi Aceh Tsunami Museum, kami beranjak menuju pemakaman yang terhampar di belakang museum tsunami yaitu Taman Pemakaman Kerkhof. Di tempat ini dimakamkan pasukan Belanda serta keluarganya yang tewas di sekitar masa Perang Belanda di Aceh. Perang ini sendiri dalam sejarah berlangsung pada tahun 1873 - 1904.
Hari sudah beranjak terik. Kami mengakhiri wisata sejarah kota Banda Aceh sekejap itu. Kota Banda Aceh sangat kaya dengan potensi wisata sejarah dan budaya di samping keindahan alam yang masih asri dan mempesona. Masyarakat yang masih memegang teguh nilai-nilai syariat agama serta adat istiadat dalam keberagaman yang ada merupakan daya tarik lainnya yang dapat menjadi sumber inspirasi.
Logo Hut Kota Banda Aceh Ke-810 bisa dilihat di sini.
Baru-baru ini dalam memperingati ulang tahun kota Banda Aceh yang ke-810 juga dilakukan pencanangan Banda Aceh sebagai kota wisata syariah. Selamat ulang tahun kota Banda Aceh, semoga senantiasa menjadi "Kota Tua Bersejarah" yang senantiasa menjunjung syariah Islam dan adat istiadat, termasuk di antaranya memuliakan para pendatang sebagaimana slogan "Peumulia Jamee Adat Geutanyoe".
Banda Aceh, 24-28 April 2015.
Foto-foto: koleksi pribadi, diambil dengan ASUS Zenphone 5.
ah belom kesampaian mau ceritain tentang si anak "manja" ini :(
ReplyDeleteDitunggu tulisannya Bang Yudi, oh iya ini adalah kesempatan pertama kalinya azhar berkunjung ke Taman Pemakaman Keerkhof.
DeleteSaya tertarik dengan tulisan anda, saya juga punya tulisan yang sejenis tentang destinasi wisata indonesia, anda dapat mengunjungi di Eksplor Indonesia
ReplyDeleteTerima kasih telah berkunjung Mbak Heti dari Universitas Gunadarma, maaf sekali baru sempat check pesan Mbak. Baik, saya segera kunjungi halamannya. (-:
ReplyDelete