Di samping nilai hak siar yang terus meningkat serta bertaburnya bintang papan atas dengan nilai transfer melangit, aroma persaingan Liga Premier Inggris dibumbui dengan perseteruan para manajer. Menarik bila kita mencermati gaya komunikasi para manajer klub-klub Liga Premier. Masing-masing manajer memiliki gaya komunikasi tersendiri yang menjadikan mereka layaknya sosok selebriti yang komentar-komentarnya selalu dinantikan para kuli tinta.
1. Brendan Rodgers (Liverpool FC): Gaya Diplomat yang Kharismatis
Saya mulai dari manajer klub kesayangan saya, Liverpool. Brendan Rodgers sangat intensif dalam membangun hubungan komunikasi dengan para pemain dan ofisial klub. Gayanya yang kharismatik didukung dengan kemampuannya merangkai jawaban pada media yang terkesan sangat diplomatis. Pria berkebangsaan Irlandia ini lebih suka berdiri di pinggir lapangan sambil membawa buku catatan kecil di sakunya selama pertandingan berlangsung.
Rodgers tak sungkan akan berteriak dan mengepalkan tangan untuk merayakan gol pemainnya bersama-sama suporter The Reds di Anfield Stadium. Rodgers yang pernah menjadi asisten Jose Mourinho di Chelsea ini memandang penting membangun komunikasi dengan pemain dan penanganan issue-issue media, sama halnya seperti seniornya. Bedanya, bila Mou kerap emosional dan sukar ditebak dalam meladeni permainan issue media, Rodgers lebih memilih peran seorang juru bicara yang mewakili kepentingan klubnya sekaligus motivator bagi para pemainnya.
2. Arsene Wenger (Arsenal FC): Gaya Ayah yang Bijaksana
Pelatih yang gemar memburu dan mengembangkan talenta-talenta muda ini merupakan salah satu manajer yang "paling senior" di antara manajer lainnya saat ini. Salah satu pelatih yang mampu menyela kesuksesan Alex Ferguson dengan dua gelar Liga Premier ini dikenal sebagai sosok yang kerap menghindari perdebatan media. Ia lebih memilih menunjukkan kerja kerasnya di lapangan alih-alih melayani perang kata-kata yang kerap ditebar di media oleh para rivalnya.
Meskipun berulang kali digoyang dengan isu pemecatan oleh pemilik klub lantaran "kering" prestasi, Wenger nyatanya masih menjadi manajer Arsenal sejak musim 1995/1996. The Gunners telah menjalani masa-masa penghematan saat membangun kembali stadion kebanggaannya Highbury dan berubah nama menjadi Emirates Stadium. Sebuah langkah tepat karena dapat mendongkrak pendapatan klub di masa mendatang. Meskipun demikian, pelatih berjuluk The Professor ini tetap mampu menjaga prestasi anak asuhnya ditandai dengan keberhasilan Arsenal untuk selalu lolos ke Liga Champions dalam beberapa musim terakhir.
3. Jose Mourinho (Chelsea FC): Gaya Sang Aktor yang Fenomenal
Meski seolah tak terdengar oleh media saat menjuarai Liga Champions 2003/2004 bersama Porto, Mourinho mendadak berubah menjadi sosok yang familiar bagi media saat ia kemudian menjadi manajer Chelsea. Ia mampu menjadi sosok yang serius dan bersahabat, namun juga bisa tegas bahkan sewaktu-waktu bisa mengabaikan sama sekali keberadaan media. Sesekali, ia bisa saja bertindak emosional dengan merayakan gol sambil masuk ke tengah lapangan ataupun melancarkan protes dari pinggir lapangan.
Mou pernah menyebut dirinya "The Special One" dan kini "The Happy One" di hadapan para jurnalis. Tunggu saja komentar kritis tapi cerdas yang bakal dikeluarkan oleh Mourinho apabila media "berani" menyudutkan pemain yang membela The Blues. Ia juga tak segan mengambil waktu untuk berbicara secara personal pada pemain-pemainnya, sehingga tak heran ia masih menjalin komunikasi hangat dengan mantan pemain asuhannya antara lain Zlatan Ibrahimovic dan Esteban Cambiasso. Ini membuktikan bahwa Mou juga memiliki sisi kepribadian yang menyenangkan.
4. Louis van Gaal (Manchester United): Gaya Bankir yang Perfeksionis
Pengalaman Louis van Gaal terbilang cukup banyak sebelum musim ini dipercaya memimpin klub berjuluk The Red Devils ini. Mantan pelatih Ajax, Barcelona dan Bayern Muenchen ini terkenal sangat disiplin dan perfeksionis. Robin van Persie -- kapten timnas Belanda saat dilatih Van Gaal -- pernah menceritakan soal gaya kepelatihan Van Gaal di mana tak sekejap mata pun para pemainnya dapat lepas dari pengawasan sang meneer saat berlatih.
Van Gaal juga cukup percaya diri dengan metode yang diterapkannya. Jika ia mencadangkan seorang pemain, itu artinya sang pemain tak cukup bagus meskipun berstatus pemain bintang. Saat melatih Barcelona, ia pernah "membuang" Xavi Hernandez ke tim Barcelona B lantaran dianggap belum mampu bersaing dengan para seniornya. Demikian pula halnya ketika ia menjual Danny Welbeck ke Arsenal dan meminjamkan Javier 'Chicharito' Hernandez' ke Real Madrid musim ini. Sebagai aset klub, pemain harus bersiap dilepas ke bursa transfer bila tak menunjukkan kinerja sesuai harapan.
5. Manuel Pellegrini (Manchester City): Gaya Akademisi yang Kalem
Media dan para suporter menyenangi kepribadiannya yang terkesan kalem. Nyaris tak pernah ada komentar pedas yang direkam para kuli tinta, apapun hasil yang diraih oleh para pemainnya. Meskipun sekali waktu salah seorang pemainnya pernah "membocorkan" bahwa di ruang ganti para pemain sering mendapatkan teguran keras dari sang pelatih manakala level permainan mereka berada di bawah standard.
Pellegrini yang pernah menjadi pemain timnas Chile pada tahun 1970-an dan pernah menukangi tim mega bintang Real Madrid ini kerap meladeni perang kata-kata para pesaingnya dengan tenang. Ketenangan ini membuat para pemainnya mampu bermain dengan penuh motivasi. Terakhir, ia menyindir gaya manajer yang kerap mencari kambing hitam pada saat kalah. Pelatih berjuluk "The Engineer" ini juga membanggakan anak asuhnya yang mampu menampilkan permainan menyerang dan sejauh ini paling produktif di Liga Premier Inggris, meskipun belum mampu memuncaki klasemen.
Pukul 16.57 WIB
Foto-foto: bola.okezone.com
Belum ada tanggapan untuk "Gaya Komunikasi 5 Manajer Klub Inggris di Musim 2014/2015"
Post a Comment