Beranda · Wisata · My Extraordinary Life · Menu 2

Sudahkah Sepakbola Menjadi Budaya di Indonesia?

Selama ini kita sudah sepakat dengan definisi budaya yang kita pelajari dari sekolahan: hasil rasa, cipta dan karsa manusia. Bangsa kita juga sudah sepakat bahwa keramahtamahan adalah budaya kita, kekhasan anak nusantara. Tapi tidak halnya dengan korupsi. Peranggapan bahwa ia sudah menjadi budaya bangsa ini masih menjadi hal yang diperdebatkan. Dari sebuah literatur yang pernah saya baca, batasan korupsi itu sendiri tidak begitu jelas (baca: abu-abu) sehingga sementara orang bisa menilai suatu tindak korupsi sebagai tindak korupsi sementara kelompok yang berkorupsi memiliki alasan-alasan untuk meyakinkan hal tersebut bukanlah tindak korupsi.

Tetapi baiklah, kali ini kita tidak sedang membahas korupsi, akan tetapi sepakbola. Kedatangan tiga klub liga premier Inggris: Arsenal, Liverpool dan Chelsea untuk menguji kualitas anak-anak nusantara dalam keterampilan menggocek bola menjadi topik hangat belakangan ini. Dan pernyataan Jose Mourinho, pelatih klub Chelsea menggelitik saya untuk mengkaitkan sepakbola dengan budaya.

Dalam suatu kesempatan wawancara, Jose Mourinho mengatakan bahwa kembalinya ia ke Chelsea dengan membawa segudang pengalaman, lantaran ia baru saja kembali dari menukangi dua klub besar dengan latar belakang budaya sepakbola yang berbeda. Kedua klub itu adalah Inter Milan dari Italia yang mewakili budaya sepakbola yang sangat mementingkan strategi dengan Real Madrid dari Spanyol yang mementingkan keindahan.


 

Konferensi Pers Klub Chelsea FC sebelum Pertandingan Eksibisi
Antara Indonesia Selection melawan Chelsea FC


Nilai-nilai! Hal itulah yang semestinya kita pelajari dari sepakbola Eropa yang telah ratusan tahun berkembang dan melahirkan sebuah perpaduan antara disiplin, seni, manajemen dan sains olahraga. Ketegasan dalam menerapkan aturan dan penghargaan atas independensi wasit begitu dijaga oleh otoritas sepakbola yang berwenang sehingga berbagai bentuk penghinaan ataupun tindakan yang dinilai berupaya mempengaruhi independensi wasit tersebut dapat diganjar hukuman berat melalui penetapan sanksi yang tegas.

Namun nilai-nilai tersebut juga tak akan berarti bila hanya diterapkan oleh wasit, pemain dan otoritas yang berwenang. Masih ada suporter yang dengan jumlahnya yang masif dapat saja menjadi penentu arah dari pertandingan yang berusia minimal 90 menit itu. Sebuah kerusuhan yang mungkin saja dipicu oleh hal-hal sepele sudah cukup untuk menyudahi kerja keras dari latihan berbulan-bulan para pemain di lapangan. 

Ketegasan wasit dan kelapanghatian penonton sering jadi kambing hitam. Wasit sudah cukup tegas, namun penonton membuat ulah lantaran kecewa karena timnya kalah bisa saja terjadi. Jika sepakbola Eropa yang jadi acuannya, memang tetap saja ada peluang hal semacam itu terjadi. Sebut saja kerusuhan antara tifosi Lazio dan AS Roma dalam derby capitale beberapa waktu silam. Meskipun demikian, hal tersebut merupakan pengecualian, lantaran dalam pertandingan besar serupa macam derby Manchester atau el-clasico antara Barcelona dan Real Madrid tetap ada perdebatan mengenai ketegasan wasit, namun penonton tetap mampu mengendalikan emosi sehingga tidak berujung pada kerusuhan.

Dalam upaya mereka untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022–meskipun gagal pada akhirnya lantaran Qatar yang terpilih sebagai penyelenggara even tersebut–Inggris juga telah berhasil mewujudkan stadion-stadion sepakbola mereka sebagai yang teraman di dunia. Mereka sepertinya belajar banyak dari kerusuhan yang terjadi pada tahun 1980-an di mana jumlah pengunjung stadion membludak yang menyebabkan pendukung Liverpool tewas dalam tragedi Heysel.

Dengan stadion yang aman di mana penonton dan pemain hanya terpisah oleh jarak yang cukup dekat, hal ini memungkinkan penonton mengajak serta keluarga mereka untuk menonton sepakbola sebagai pilihan hiburan. Terlebih Liga Inggris kini merupakan liga terbaik di mana para bintang dari seluruh dunia bermain dalam banyak big match dan menampilkan berbagai pertandingan yang menghibur.



Perayaan juara liga Premier Inggris musim kompetisi 2011/2012 
oleh tim Manchester City di mana para penggemar harus menunggu 
kepastian juara hingga menit -menit terakhir


Peran media juga teramat penting dalam mendukung perkembangan pemain. Di Inggris, para pemain muda dapat bermanjakan pujian bak selebriti, namun dalam seejap dapat berbalik arah menjadi kritik yang menjatuhkan. Hal ini bisa saja menyebabkan tekanan psikologis yang menyebabkan mereka sulit berkembang. Meski demikian ada juga hal yang tak patut dicontoh oleh pemain kita, seperti misalnya kebiasaan pemain muda mereka yang digosipkan suka keluyuran.

Peran media adalah hal yang membuat liga Inggris menjadi tontonan yang menarik. Hal ini dikarenakan media Inggris cenderung sangat “gila data” statistik pertandingan. Hal ini menyebabkan klub menjadi mudah mengevaluasi kinerja pemain dan melakukan perbaikan secara berkesinambungan atau apa yang disebut dengan “Total Quality Management”. Meskipun pada akhirnya berdampak buruk pada sepakbola Inggris lantaran para pemain lokal jarang diberi kesempatan bermain, namun hal tersebut menjadikan liga Inggris menjadi tontonan yang menarik dan tidak diragukan kualitasnya. Belum lagi dengan perkembangan sains olahraga, di mana tak jarang klub menjadikan rekaman pertandingan sebagai bahan evaluasi dalam menentukan strategi untuk pertandingan berikutnya.



Akuisisi klub D.C. United yang bermain di Major League Soccer (MLS), USA
Tampak Erick Thohir (kiri)


Pada akhirnya, kita berharap ujicoba ini dapat menjadi pemicu bagi segenap insan sepakbola di tanah air untuk merencanakan ulang arah sepakbola Indonesia di masa mendatang. Langkah Erick Tohir membeli klub Major League Soccer (MLS), D.C. United dalam rangka “belajar sampai ke negeri Amerika” merupakan langkah yang semestinya bermakna besar dalam transfer ilmu pengetahuan khususnya pengelolaan manajemen olahraga. 

Agar alih-alih menjadi beban bagi pembangunan, sepakbola justru dapat mewujudkan kesejahteraan insan sepakbola khususnya para pemain, pelatih dan ofisial. Dan juga sebuah tontonan berkualitas yang menghibur bagi segenap masyarakat Indonesia tentunya. Semoga.

Banda Aceh, 19 Juli 2013

Pukul 00.15

Artikel keren lainnya:

Belum ada tanggapan untuk "Sudahkah Sepakbola Menjadi Budaya di Indonesia?"

Post a Comment