Ya, hanya namamu.
Apalagi persekongkolan yang bisa kalian buat untuk membuat hatiku berhenti untuk memanggil-manggil namanya.
Di setiap lampu merah saat aku menengadah ke papan pamflet billboard, kulihat namamu.
Di televisi saat aku menyaksikan acara kesayanganku, lagi-lagi ada sesuatu yang menggiring hatiku menyebut namamu.
Lalu saat aku hendak berangkat ke kantor, aku bersiap-siap dan ku melihat namamu tercetak dalam nama merek roti sarapanku.
Sungguh, apakah seluruh isi kota ini sedang berkongs untuk membiarkanku jatuh dan tenggelam dalam lubang kesedihan ini.
Sementara mataku nyaris meredup cahayanya karena menahan kepiluan mendalam akan kepergianmu.
Sudah. Cukup. Jangan bilang apa-apa lagi. Jangan katakan apa-apa lagi.
Ini semua sudah selesai.
Ketika kamu memulai pertengkaran itu selesai.
Sebuah cinta yang tak pernah dimulai.
Dan untuk alasan yang tak pernah jelas ia harus sudah selesai.
Lalu ...
Apakah ini semua isyarat ...
Bagiku
Untuk pergi selamanya dari kota ini?
Selamanya?
Sampai kamu benar-benar hadir kembali di hidupku
Sebagai kisah yang baru
Tanpa kenangan-kenangan itu?
Aku bertanya
Entah pada siapa
Banda Aceh, 30 Oktober 2013
Pukul 22.48
Belum ada tanggapan untuk "Tanpamu"
Post a Comment