Hari ini keluarga besar kami kembali ditinggal oleh salah seorang anggotanya, Bang Is. Beliau adalah suami dari Kak Mutia, yang masih kakak sepupuku di Indrapuri, Aceh Besar yang saat ini mengurus rumah adik ayah di kampung.
Adik ayah sendiri, Cek Neh, telah lama tinggal bersama kami semenjak suaminya meninggal dunia. Beliau membantu kami memasak dan mengurusi rumah. Cek Neh tidak punya anak, sehingga keluarga Kak Mutia sudah seperti keluarganya sendiri. Begitu pun bagi kami sekeluarga. Bang Is dan Kak Mutia juga mempunyai dua orang anak lelaki yang masih lucu-lucunya; Fashbir dan Habibi.
Sebenarnya setelah suami Cek Neh meninggal, lama juga Cek Neh tinggal di kampung bersama mereka. Ada setahun belakangan ini Cek Neh mulai sering bersama kami.
Kemarin siang, Bang Is baru saja bertandang ke rumah. Bersama dengan seorang temannya. Beliau sepertinya ada hal yang sedang diurus di Banda Aceh. Beliau sedang mengerjakan sebuah proyek pembukaan jalan di kampung. Beliau sangat bersemangat ketika menceritakan hal tersebut.
Ternyata ada hal lain yang menjadi maksud kedatangan beliau, yaitu menanyakan tentang sebuah amanah. Cek Neh pernah dimintai pohon jeruk bali yang masih kecil untuk ditanam di kota oleh salah seorang saudara kami. Namun sudah berbulan-bulan saudara kami tersebut tidak datang untuk mengambil bibit tersebut. Ternyata nomor handphone saudara kami tersebut tidak disimpan oleh Cek Neh ataupun oleh Bang Is. Siang itu juga Bapak menelepon saudara tersebut untuk menanyakan perihal pohon jeruk bali atau dalam bahasa Aceh kami sebut Bak Giri tersebut.
Tadi pagi Bapak bertanya pada Cek Neh, perihal apa gerangan Bang Is datang ke rumah. Bapak merasa heran karena menurut Bapak, jika Bang Is ingin bertanya tentang sebuah amanah tersebut, mengapa tidak melalui telepon saja. Namun Cek Neh menjelaskan bahwa beliau baru saja kembali dari sebuah urusan di Banda Aceh dan sempat menjenguk orang sakit juga di RSUZA yang letaknya dekat dengan rumah kami.
Aku mengingat kembali peristiwa kemarin siang. Saat beliau baru datang, aku baru saja pulang untuk menukar obat untuk keluargaku yang kuambil di Apotik 123 di RSUZA. Ada kesilapan saat dokter menulis obat sehingga Mamak memintaku untuk mengecek kembali ke rumah sakit.
Mundur ke belakang lagi, beberapa saat sebelum kembali ke rumah sakit aku sempat tidur siang sejenak. Dalam tidur itu aku bermimpi melihat suasana di mana semua yang kulihat berubah menjadi warna putih. Putih sekali. Hingga akhirnya mataku terasa berat dan seolah dalam mimpi itu mataku tak dapat membuka lagi sehingga aku pun pasrah. Saat itu aku seperti berada dalam kondisi yang sangat lemah tidak berdaya. Seakan tidak lama, lalu aku pun terjaga. Ternyata Air Conditioner sebelum tidur sempat kuhidupkan dan terlalu dingin sehingga aku menggigil. Beberapa waktu ini udara terkadang terasa agak dingin karena perubahan iklim.
Barangkali hanya tertahan aliran darah saja, pikirku.
Sekembalinya dari mengurus obat di rumah sakit, aku melalui ruang tengah. Beliau sedang duduk bersama dengan temannya menunggu Bapak. Beliau bertanya sudah kerja di mana? Ke Luar Negeri saja terus. Dalam bahasa Aceh. Saya hanya menjawab ringan saja. Membantu ayah saja. Kemudian Bapak pun keluar dari kamar dan menyambut Bang Is dan temannya.
Siang tadi, beliau dipanggil ke rahmatullah. Sebuah kecelakaan di Sibreh, Aceh Besar telah merenggut nyawanya. Inna lillahi wa inna ilaihi raaji'uun. Aku menerima kabar tersebut dari handphone Bapak. Bapak sedang shalat sehingga aku pun menjawab telepon tersebut. Sejenak kemudian mereka menyuruh memanggilkan Cek Neh untuk mengabarkan kabar tersebut.
Bang Is selama ini banyak membantu kami. Saat musibah tsunami 2004 dulu, beliau membawakan mobil pick up beliau untuk membawa warga kampung kami untuk membantu membersihkan rumah, membawakan air bersih dan sebagainya, sebelum akhirnya kami ikut mengungsi ke kampung halaman ayah di Indrapuri.
Beliau juga menjadi contoh bagiku bagaimana kesungguhan seorang ayah. Pekerjaan apa saja asalkan halal telah beliau lakoni semata demi tugasnya sebagai seorang kepala keluarga, suami yang bertanggung jawab bagi istrinya, menjadi ayah yang membanggakan bagi anak-anaknya. Kini beliau meninggalkan istrinya yang juga seorang guru, Kak Mutia, dan dua anak, Fashbir dan Habibi.
Sayup-sayup dari MP3 laptop-ku terlantun bacaan Al-Qur'an, surat Az-Zalzalah ayat 7-8:
Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka.
Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya.
Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.
Semoga Allah Swt melapangkan jalan beliau, menerima arwah beliau di sisi-Nya dan mengampuni segala dosa dan kesalahan. Semoga keluarga yang ditinggalkan senantiasa diberi kesabaran dan ketabahan dalam menjalani musibah ini. Semoga kelak kita dipertemukan dalam surga jannatun na'im.
Aamiin, ya Rabbal 'aalamiin.
Banda Aceh, 21 November 2013
Belum ada tanggapan untuk "Selamat Jalan, Bang Is ..."
Post a Comment