Semasa kecil, komik-komik yang sering menemani saya adalah Dragon Ball yang mengisahkan perjalanan Songoku dan kawan-kawan dalam mencari tujuh bola naga yang bila dikumpulkan dapat mewujudkan impian mereka. Komik lainnya tentu saja Doraemon si robot kucing dari masa depan yang memiliki kantong ajaib berisi sejumlah peralatan yang canggih-canggih yang dapat melakukan apa saja. Kami juga berlangganan majalah seperti Bobo dan Album Walt Disney (AWD). Majalah-majalah tersebut merupakan teman belajar membaca kami sejak kecil dan sebuah relaksasi atau refreshing yang terasa mewah dalam melepaskan lelah dan penat belajar.
Membaca komik ternyata sangat bermanfaat dalam mengajak kita mengembangkan imajinasi. Beberapa waktu yang lalu saya menyaksikan acara Kick Andy di mana seorang pengusaha muda yang bergerak di perusahaan animasi menjelaskan mengapa ia sangat menyukai bermain game. Ternyata pelajaran menghargai yang terdapat di dalam game membuatnya sangat menggemarinya.
Di dunia nyata sangat sedikit rasa penghargaan yang kita temukan. Si pengusaha game animasi ini mencontohkan ketika bersekolah anak-anak diberikan kewajiban membuat Pekerjaan Rumah namun bila benar semuanya hanya diberikan nilai seratus dan bila salah diberikan nilai merah, bahkan bila tidak mengerjakan diberikan hukuman. Sebagai akibatnya si anak tidak bisa merasakan Pekerjaan Rumah sebagai sebuah kewajiban yang dapat dilakukan dengan senang hati. Sebaliknya dalam game, kita diberikan reward untuk hal-hal sederhana yang kita lakukan seperti menyiram bunga setiap hari dalam permainan bertani, meskipun tentu saja itu bersifat tidak nyata atau riil.
Maka si pengusaha animasi ini termotivasi untuk membuat game untuk sebuah tujuan mulia; menularkan rasa bahagia dengan saling menghargai tersebut ke dunia nyata. Perusahaan animasinya yang bernama Agate bahkan telah go international dengan sejumlah proyek kerjasama dengan perusahaan game animasi luar negeri.
Tadi malam saya menonton sebuah film yang ber-setting di Taiwan. Dalam film tersebut diselipkan pesan-pesan mengenai budaya daur ulang bahkan pesan tersebut seakan-akan diulang-ulang secara kontinyu. Dalam film tersebut diceritakan tentang seorang gadis yang sedang memperkenalkan seorang teman dekatnya kepada orang tuanya.
Hal yang menarik bagi saya adalah dalam film tersebut, di mana para tokohnya tidak segan memuji kebaikan satu sama lain. Rasanya hal tersebut patut dicontoh dalam tayangan televisi kita sehingga nilai-nilai baik dapat lebih mudah ditanamkan. Menanamkan nilai baik atau hal yang buruk ternyata dapat diterapkan melalui tayangan televisi.
Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa dengan duduk berjam-jam di depan televisi maka otak tidak akan dapat menyeleksi apakah emas mutiara atau sampah yang disajikan oleh televisi. Bayangkan jika kita tidak selektif terhadap acara yang kita dan keluarga kita tonton. Sejumlah kekerasan yang kerap terjadi yang diberitakan leh televisi akhir-akhir ini barangkali juga bersumber dari tayangan televisi yang tidak mendidik dan bahkan merusak.
Membuang sampah pada tempatnya misalnya, hanya akan menjadi sebuah kewajiban yang melelahkan bila kita tidak mengetahui manfaatnya. Namun apabila kita merasa bahwa membuang sampah pada tempatnya berarti kita telah menyelamatkan lingkungan, maka motivasi kita akan berlipat dan kita mengerjakannya dengan suka cita. Semoga semakin banyak tayangan bermutu yang dapat mensosialisasikan budaya-budaya yang luhur sehingga masyarakat kita dapat kembali bangkit dari keterpurukan.
Banda Aceh, 25 Januari 2014
kok sama ya? aku juga dulu suka baca komik dan majalah bobo. tapi komik yang kusuka adalak komik jenis candy-candy :D
ReplyDeleteYa bedalah. Hehe... Tau kok Candy-candy, yang di RCTI kan...
ReplyDeletePengusaha itu pasti si Arief dari AGATE, they live in the fun way.... salah satu saingan abang di wirausaha muda mandiri tu
ReplyDeleteNamanya Arief yaa, iya ada lihat penampakan Agate di artikel di blog abang. sukses deh buat semuanya, :-)
Delete