Saya masih ingat belasan tahun silam ketika adik saya mengalami panas tinggi, Bapak menghubungi tetangga yang langsung mengantarkan adik dengan mobilnya ke rumah sakit. Adik kemudian dirawat selama beberapa hari di rumah sakit. Pertolongan tersebut terasa begitu berarti buat kami.
Tetangga juga sangat akur di tempat kami tinggal. Kami sangat mudah turun tangan untuk bekerjasama dalam kegiatan-kegiatan bersama, apakah kegiatan di Mushalla, bergotong royong membersihkan lingkungan rumah, bahkan terakhir warga turut ikut serta dalam pembangunan kembali Mushalla yang rencananya akan ditingkatkan menjadi mesjid.
Kami juga tak dapat mendaftar begitu banyak hal kebaikan yang telah dilakukan oleh para tetangga kami. Dulu, saat bangunan rumah sakit baru belum berada di sebelah rumah kami, kami juga bertetangga dengan komplek perumahan dokter pemerintah. Mereka juga memberikan banyak keramahan dan silaturahim kepada para tetangganya.
Di kawasan perumahan di sekitar tempat saya tinggal, banyak sekali pendatang terutama mahasiswa dan mereka yang sedang mencari pekerjaan di kota Banda Aceh. Perlahan-lahan, "penduduk asli" di kelurahan kami mulai berkurang lantaran sebagian sudah menikah dan memilih untuk tinggal sendiri. Perlahan-lahan juga kawasan ini mulai ada jejeran rumah toko (ruko) sehingga suasana bertetangga barangkali sedikit berubah dibanding ketika masa dulu saat saya masih kecil.
Teringat lagi di masa dulu ketika tanah-tanah di sekitar rumah kami masih berupa persawahan. Setiap kali musim hujan tiba maka sawah akan penuh dengan genangan air dan ikan-ikan untuk dijadikan bahan perburuan. Jika hujan cukup deras, maka kami tinggal menunggu saja di rumah depan rumah kami. Lantaran saluran airnya agak rendah, teras rumah tersebut seringkali tergenang oleh air manakala hujan lebat dan dari jendela rumah kami pun dapat kami saksikan ikan gabus menggelepar-gelepar meloncat dari saluran. Ikan hias kecil yang biasa disebut ikan laga atau ikan cupang juga cukup mudah ditemukan manakala hujan tiba.
Dulu di sekitar rumah ini memang masih banyak areal persawahan. Banyak tanaman obor juga. Sehingga ketika musim kemarau tiba kami harus cukup waspada juga. Beberapa tahun yang lalu warga diberi semacam kejutan kecil lantaran asap tiba-tiba membumbung dari balik areal persawahan tersebut. Penyebabnya ada kebakaran kecil yang dipicu oleh pembakaran sampah di sekitar areal persawahan di mana banyak terdapat tanaman obor (namanya apa, ya dalam bahasa Indonesia?).
Tak jarang ketika itu kami dikunjungi mobil pemadam kebakaran ketika itu. Mereka menjelaskan sebenarnya tidak seberbahaya kebakaran pada umumnya karena kebakaran padang rumput (ilalang?) itu hanya menimbulkan banyak asap, namun tentu saja akan menimbulkan kepanikan lantaran berada di dekat rumah warga. Sekarang warga sudah lebih berhati-hati dalam membakar sampah dan setipa harinya juga sudah ada petugas pengambil sampah dari kelurahan sehingga intentsitas pembakaran sampah dapat berkurang.
Sehingga ketika beberapa waktu yang lalu terjadi kebakaran yang letaknya hanya radius satu kilometer dari rumah kami, benar-benar membuat kami merasa turut berbelasungkawa. Meskipun bukan satu Dusun, namun masih dalam satu gampong atau kelurahan. Tetangga kami juga sama-sama mengajak untuk memberikan bantuan seperti dana ataupun barang-barang seperti pakaian dan sebagainya. Para korban kebakaran tersebut bersama-sama warga juga mendirikan posko bantuan.
Pada malam tersebut, hanya selang beberapa menit dari selesainya pemadaman listrik bergilir yang seperti menjadi rutinitas beberapa waktu belakangan ini, api muncul dan menjalar dengan begitu cepat. Kebakaran tersebut diduga dipicu oleh sebuah lilin yang lupa dipadamkan setelah listrik kembali menyala. Para warga hanya sempat menyelamatkan motor dan sekedar barang elektronik, sementara harta lainnya dikabarkan ludes. 18 rumah ikut menjadi korban di mana pada umumnya merupakan rumah yang disewakan, di mana sekitar 73 orang menjadi kehilangan tempat tinggal. Berita tersebut dapat dilihat di sini: http://aceh.tribunnews.com/2014/03/04/18-unit-rumah-di-beurawe-terbakar
Speechless.
Mari kita senantiasa menjaga hubungan silaturahim dengan tetangga, karena saudara kita yang paling dekat adalah tetangga kita. Sebagaimana anjuran agama juga bahwa sesiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah memuliakan tetangganya.
Banda Aceh, 07 Maret 2014
Tetangga yang baik dan bisa hidup rukun adalah anugerah... karena tetangga tentu menjadi orang pertama yang kita mintai bantuan di kala terjadi musiba tak terduga.
ReplyDeleteSemoga korban-korba kebakaran di Beurawe tabah dan bisa kembali beraktivitas seperti biasa, diberi ganti tempat tinggal yang lebih baik. Amin
aamiin ... terima kasih atas doanya, kak ...
Deletesemoga,
Deletebenar sekali azhar. tapi banyak yang kurang menyadarinya
ReplyDeletepasti banyak kisah lainnya yang bisa diceritakan ya Kak :-)
DeleteBetul itu dek, tetangga adalah orang terdekat kita
ReplyDeleteIya, Kak... :-)
Delete