Saya tersenyum saat membaca kembali tulisan ini. Gaya khas pembaca berita RRI programa 2 Nasional yang begitu khas ini sempat menjadi begitu familiar di telingaku. Apalagi kalau bukan siaran berita malam yang biasa ditutup dengan berita olahraga. Saya bersama Abang sangat menanti-nanti siaran tersebut dari radio Sapporo berwarna putih yang kini jadi kenangan.
Selamat berjumpa kembali pemirsa dengan Sabtu nostalgia. Hari ini tanpa rencana menulis sebelumnya tiba-tiba waktu yang menunjukkan pukul 10.00 mengingatkan saya kepada siaran berita RRI. Kemudian, ingatan tersebut mengantarkan saya kepada memori yang mendalam: tentang seorang guru bahasa Indonesia saat duduk di Madrasah Aliyah.
Nama beliau adalah Ibu Husna. Seperti nama beliau, Ibu Husna adalah seorang guru yang sangat baik. Saat duduk di kelas 2 beliau adalah wali kelas saya, dan sempat pula mengajar kami saat di kelas 3.
Saya ingat saat caturwulan pertama sempat memiliki nilai yang sama sengan seorang teman. Saya ingat waktu itu beliau meminta pertimbangan dari teman-teman tentang siapa yang lebih aktif di keorganisasian, mereka menjawab saya. Jadilah saya menempati rangking yang lebih tinggi dari teman tersebut, yang sekarang sedang melanjutkan studinya di Taiwan.
Moment lainnya adalah saat saya belum lama selamat dari musibah nahas tenggelam di Pantai Lampuuk. Ada sesi bercerita di jam pelajaran Bahasa Indonesia. Ibu Husna meminta kami menceritakan pengalaman yang berkesan. Mungkin dengan ilmu psikologi beliau sebagai seorang pendidik memahami saya yang "begitu polos" ketika itu, beliau meminta saya untuk bercerita secara perlahan, tidak langsung ke tujuan.
Begitulah adanya. Beliau sebagai seorang guru dan wali kelas sangat mengayomi kami. Meskipun sebagai anak muda, kadang mungkin pernah mengecewakan beliau ...
Beberapa tahun setelah tsunami, kami pernah menjenguk beliau di rumahnya. Beliau tinggal di sebuah rumah sederhana bersama dengan keluarganya. Sungguh, saya malu mengatakan bahwa itulah kesempatan pertama kalinya saya berkunjung. Kalau bukan karena event Hari Pendidikan Nasional--tanggal 2 Mei--di mana dalam organisasi kepemudaan yang kami ikuti diserukan untuk menjenguk dan memberi hadiah kepada guru sebagai wujud terima kasih, mungkin tak pernah bersilaturahim ke rumah beliau.
Kami, harus meminta maaf pada saat itu, karena justru di malam hari kami sempat berkunjung. Ba'da 'Isya, Andri teman kami menyetir mobil menuju rumah beliau. Kami mendengar Ibu Husna ketika itu dalam kondisi kesehatan yang tidak begitu baik. Ibu Husna sendiri mempersilakan kami masuk, di rumah itu beliau tinggal dengan keluarga besarnya.
Dan ternyata itu adalah kesempatan terakhir kami bertemu dengan Ibu Husna ...
Pada malam itu beliau menceritakan pengalaman berobat beliau ke luar negeri, dan diagnosa penyakit jantung yang dideritanya yang diikuti dengan vonis bahwa usianya tidak akan panjang lagi. Meski bagi beliau sendiri tetap merasa yakin bahwa usia merupakan rahasia dari Allah swt. yang tak dapat diubah adanya.
Beliau saat itu mengaku sudah terkendala dalam mengajar. Jika ada kelas yang berada di lantai dua, beliau tidak dapat menyanggupi untuk mengisi kelas tersebut dan memilih kelas yang lain. Hal ini dikarenakan untuk menaiki tangga saja sangat mudah merasa lelah.
Keluhan penyakit jantung tersebut dibarengi pula dengan gejala kecemasan. Beliau mengakui sejak musibah tsunami di tahun 2004, beliau mengalami trauma dan kecemasan. Bahkan, setiap beliau memasukkan sepeda motornya ke dalam rumah, pasti akan menghadap ke pintu. Seolah-olah akan ada musibah, atau setidaknya beliau siap berevakuasi ke tempat yang lebih aman apabila kondisi bencana sewaktu-waktu kembali terjadi.
Setelah bersilaturahim kami pamit dan mohon diri. Hingga beberapa waktu kemudian, kami mendengar kabar meninggalnya beliau. Kabar yang begitu cepat, lantaran bahkan sebagian besar guru tak sempat melayat.
Dari kabar yang sempat terdengar, tak lama setelah meninggalnya beliau jenazah langsung dibawa pulang ke kampung halaman. Keluarga besar beliau turut pulang ke kampung halaman tersebut untuk waktu yang cukup lama sehingga saat para guru hendak bertakziah di rumah tersebut tidak ada tuan rumah yang dapat dikunjungi.
Hingga akhir hayatnya, Ibu Husna belum sempat berkeluarga, sehingga hanya keluarga besarnya-lah yang masih dapat ditemui. Allah swt. telah memanggil beliau kembali ke dalam rahmat-Nya. Hanya do'a yang dapat kami panjatkan semoga segala amal kebaikan beliau beroleh surga di akhirat kelak, dijauhkan dari segala siksa serta segala ilmu yang bermanfaat yang telah diberikan semoga menjadi cahaya yang menemani di tempat peristirahatan beliau. Allahimmaghfir lahaa warhamhaa wa'aafihaa wa'fu 'anhaa ...
Sayup-sayup kenangan itu hadir kembali, di saat jam pelajaran bahasa Indonesia. Di saat sesi membaca berita ...
"Selamat malam. Perundingan antara Arab dan Israel terus berlangsung di negara netral, Swiss. Sementara itu dari Rusia dilaporkan, tentara Russia berhasil memukul mundur pasukan Chechnya. Dari dalam negeri dilaporkan ... "
Banda Aceh, 14-15 Februari 2015
Belum ada tanggapan untuk "Di Jam Pelajaran Bahasa Indonesia: In Memoriam Ibu Husna"
Post a Comment