Beranda · Wisata · My Extraordinary Life · Menu 2

Terlambat Itu Tidak Menghargai Orang Lain

Rasanya saya takkan pernah melupakan pagi itu. Dinginnya ruang AC di auditorium utama Hermes Hotel Banda Aceh seakan tak terasa. Segenap persiapan di malam hari seakan tak berguna. Semua itu karena acara pembukaan sebuah seminar internasional dalam rangka peringatan 10 tahun tsunami yang sedianya dilangsungkan tepat pukul delapan justru molor dari rencana.

Tak sedikitpun terduga, sayalah yang harus mempertanggungjawabkan semuanya.

Oh iya, perkenalkan saya Azhar Ilyas. Saya berada di kepanitiaan kegiatan tersebut sebagai anggota seksi Acara, lantaran pernah menjadi siswa bahasa Jerman yang diadakan oleh Perhimpunan Alumni Jerman (PAJ) Cabang Banda Aceh. Sungguh sebuah kehormatan bisa bergabung dalam kepanitiaan kegiatan prestisius yang dihadiri para pemakalah dalam dan luar negeri -- termasuk di antara mereka dari Jerman.

Sejenak mundur ke malam hari saat briefing akhir persiapan sebelum acara. Pembagian tugas telah dilakukan. Sebagian besar panitia juga merupakan penyaji makalah atau presenter dan tidak menginap di hotel, sehingga mau tidak mau hanya kami beberapa panitia seksi acara yang mempersiapkan upacara pembukaan.

Pagi pun tiba. Saya tak begitu ingat apakah saya sempat menikmati sajian sarapan hotel yang seharusnya bisa dinikmati para panitia dan peserta di kegiatan berskala internasional tersebut. Yang pasti mundurnya kegiatan pembukaan -- yang padahal menurut saya tidak terlalu lama menurut kebiasaan yang berlaku di kota saya, yaitu sekitar 15-20 menit -- segera saja menjadi bahan kegundahan salah seorang guru bahasa saya yang merupakan salah seorang penanggung jawab umum acara.

Biasanya beliau sangat ramah. Bahkan sangat bersahabat. Bukan sekali dua kali kami dijamu untuk perayaan kecil. Tapi tidak pagi itu.

Pagi itu raut wajahnya membahasakan kegundahan yang sangat. Dalam bahasa Indonesia ia meminta pertanggungjawaban. Saya hanya bisa terdiam sewaktu guru bahasa saya mengungkapkan uneg-unegnya. Dia tidak marah sambil menggebrak-gebrak meja seperti yang lazim kita saksikan di sinetron. Cukup dengan kata, intonasi dan sorot mata, hari itu saya benar-benar tahu betapa berharganya kedisiplinan itu.

Lidah saya kelu. Rasanya rasa lapar karena belum sarapan pun menguap entah ke mana. 

Saya menceritakan betapa kondisi pagi itu benar-benar di luar prediksi saya. Sang ketua seksi acara, Safar -- bukan nama sebenarnya -- mendadak harus pulang ke rumah sejak malam harinya karena kondisi kesehatan anaknya. Sementara Hamdi -- bukan nama sebenarnya -- tiba-tiba dimintai menjemput salah seorang peserta dari bandara Sultan Iskandar Muda.

Sedangkan saya, justru berharap-harap bahwa kondisi pagi itu telah berhasil ditangani oleh yang lainnya. Sebelum pulang, Safar sang ketua seksi acara memang sempat meyakinkan Hamdi bisa mengomandoi pembukaan dengan baik.

Saya tahu, memang tidak ada alasan yang dapat saya kemukakan. Dan, dalam kondisi tersebut memang alasan hanya akan memperkuat bahwa sayalah yang bersalah. Meskipun awalnya sulit sekali menerima sikap sang guru, namun perlahan saya mulai mengerti bahwa inilah kedisiplinan "punklitch" yang diterapkan di negara yang kini disegani sebagai salah satu negara maju tersebut.

Salah seorang guru bahasa Jerman saya memang sering mengulang-ulang cerita tersebut. Tentang seorang Profesor di negara Jerman yang memarahi mahasiswa yang terlambat. Menurutnya, tidak pandai mungkin bisa diajari, namun tidak disiplin itu sudah merupakan sebuah karakter buruk yang susah diubah.

Saya sadari, hari itu saya mendapatkan pelajaran yang sangat berharga tentang kedisiplinan. Pelajaran yang takkan terbayar dengan biaya kursus berapapun juga.

Saya berharap khususnya bagi diri saya sendiri agar dapat meningkatkan sikap disiplin ini dari waktu ke waktu. Seperti ungkapan sang maestro biola Indonesia yang mendunia mendiang Idris Sardi -- bahwa terlambat itu sebenarnya tidak menghargai orang lain.

Anda setuju juga bukan dengan pendapat tersebut, pemirsa? ^_^



Banda Aceh, 21 Agustus 2019








*) Nama-nama dalam kisah nyata ini sengaja disamarkan untuk alasan privasi.

Artikel keren lainnya:

Performa Asus VivoBook Ultra A412DA: Si Ramping nan Stylish Teman Aktivitas Multimedia Kamu

Di masa kini, kehadiran laptop terpinggirkan dengan kehadirian teknologi telepon seluler. Bayangkan saja, banyak handphone menawarkan fasilitas multimedia yang serupa. Meski dengan layar yang lebih kecil tentu saja. Namun tak dapat dipungkiri, laptop udah terlanjur nyaman sebagai teman bekerja.

Buat saya pribadi sih, bekerja dengan laptop bisa sedikit menjauhkan diri dari distraksi ponsel. Apalagi karena tugas-tugas yang saya hadapi seputar administrasi. Kudu fokus dan konsentrasi penuh ala Deddy Corbuzier. Maklum, diriku paling susah-sungguh kalau diminta bekerja multi-tasking, bisa-bisa amburadul jadinya. Tapi, kalau harus bawa laptop berat kan jadinya.

Sumber foto di sini




Nah, sekarang ada solusi untuk kamu yang nyaman bekerja dengan laptop tapi libet dengan bawaan yang membebanimu (kayak judul lagu aja, ya pemirsa). Dengan ukurannya yang merupakan terkecil di dunia, Asus VivoBook Ultra A412DA memiliki layar berukuran 14" merupakan yang paling kecil dan paling ringkas di kelasnya di mana beratnya hanya 1,5 kg.

Keunggulan ini bisa manjakan seabrek aktivitas kamu: tumpukan tugas kantor, deadline tugas akhir, nonton drakor, karaokean bareng dengan lagu-lagu nostalgia, mengedit video travelling kamu atau bisa juga buat stalking mantan. Mantan teman kuliah atau teman kerja maksudku, hihihi jangan pada baper, ya... (bercanda, pemirsa).

Selain kecil alias imut, Asus VivoBook Ultra A412DA punya beragam pilihan warna yang bisa ekspresikan kepribadian kamu yang ceria dan penuh gaya. Ada warna transparent silver yang memberikan kesan tampilan yang ramping nan canggih. Ada pula warna Slate Grey yang membuatnya tampak lebih simpel. Warna Peacock Blue juga memiliki opsi unik di mana warnanya dapat berubah sesuai sudut pandang penikmat. Sementara warna Coral Crush memberikan kesan warna yang lebih cerah.


Dari sisi kecepatan kerjanya, Asus VivoBook Ultra A412DA dilengkapi pula dengan prosesor AMD Ryzen 3000 Series yang lebih mampu menjalankan lebih banyak program secara bersamaan. Ibaratnya perempuan yang konon lebih pandai menangani pekerjaan secara multi-tasking, demikian pula kinerja prosesor AMD dibandingkan dengan prosesor pendahulunya. Di Indonesia sendiri seri AMD yang udah hadir termasuk Ryzen 3 dan Ryzen 5.

Sumber gambar di sini


Keunggulan prosesor tersebut masih ditambah lagi dengan performa DDR4 RAM yang mencapai 16GB. Begitu pula dengan dual band Wi-fi 5 (802.11 ac), yang benar-benar memanjakan kebutuhan kamu untuk pekerjaan yang multitasking, editing multimedia, atau bermain game daring.

Asus VivoBook Ultra A412DA juga sudah dilengkapi dengan Windows 10 versi asli. Jadi tidak perlu repot lagi membeli aplikasi Windows. Apalagi membeli bajakan, bisa-bisa tidak barokah ya seperti kata Ustaz Sanusi, ya pemirsa.


Masih belum cukup, Asus VivoBook Ultra A412DA semakin komplit dengan dual storage yang memberi performa data super cepat dan memori penyimpanan yang lebih besar. Tidak tanggung-tanggung, untuk SSD + HDD tersedia memori hingga 512 GB + 1 TB.

Segitu aja?

Belum, masih ada seabrek keunggulan Asus VivoBook Ultra A412DA termasuk sensor fingerprint. Belum lagi dukungan fitur Windows Hello yang memudahkan kamu untuk login dengan mudah ke sistem operasi (OS).




Nah, dengan segudang performa tersebut, pantas rasanya si ramping nan stylish Asus VivoBook Ultra A412DA kamu jadikan teman kerja dan bermultimedia pribadi kamu. Tunggu apa lagi, pemirsaa!!

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog Asus Vivobook Ultra A412 DA


Artikel keren lainnya: