Malam sudah semakin larut, hari kemarin sebenarnya sudah lewat tanpa satu pun postingan. Mau cari postigan yang santai sederhana, misalnya puisi atau posting foto, lagi belum ada bahannya.
Mata juga kian berat. Udara juga kian dingin menyelimuti malam. Hari ini, seperti hari-hari kemarin. Kira-kira apakah pembaca akan sudi mendengar cerita yang sama? Kadang-kadang jadi ingin bertanya juga pada para pemirsa ...
* * * * *
Baiklah, ada sesuatu cerita yang istimewa. Tadi, saat hendak membayar rekening telepon yang sebenarnya sudah terlambat sehari karena kelalaian, saya naik labi-labi, semacam angkot di Banda Aceh. Saat hendak turun, labi-labinya menepi dan mengangkut tiga orang penumpang yang cantik-cantik. Dua orang bule dan satunya lagi bisa jadi penduduk asal daerah sini atau di belahan bumi lainnya di Indonesia.
Di siang hari yang terik tadi saya tiba-tiba merasa shock. Bukan karena kedua wanita bule ini berhidung mancung dan cakep-cakep laksana bintang film di layar kaca. Bukan pula karena mereka duduk bersebelahan dengan saya di labi-labi.
Masalah utamanya adalah saya merasa kebingungan ketika hendak ingin menyapa, mempraktekkan bahasa Inggris saya, lalu mereka dengan lancarnya saling bicara cas-cis-cus dalam bahasa yang tak ku mengerti. Sepertinya banyak yang berakhiran "cucucu" dari pembicaraan gadis bule yang ceplas-ceplos di sebelahku.
Beberapa kali aku ingin mengajak mereka bicara, sekedar mempraktekkan english-ku seperti kebiasaanku saat bertemu bule di pasar Peunayong. Tapi mereka terus saling bicara, sementara aku hanya dalam hitungn setengah menit sudah sampai ke tempat tujuanku untuk membayar rekening telepon yang sudah masuk masa denda karena terlambat sehari. Sekedar informasi, saat ini keterlambatan sehari saja sudah dikenai 5 persen dari total biayanya,
Sebenarnya ingin juga sih menanyakan bahasa apa yang sedang mereka pergunakan. Pasti bisa dong kosakata bahasa Inggris walaupun sedikit. Apalagi sepertinya kakak di depanku ini seorang penerjemah, walaupun jika dilihat dari wajahnya bisa saja ia juga tak berbahasa Indonesia. Entahlah. Soalnya ketiganya berjilbab, dan wajah kakak "penerjemah" di depanku ini mirip-mirip wajah Asia Tengah
gitu. Seperti muslimah Rusia begitu. Sementara bule-bule ini bisa jadi berasal dari Turki, atau negara lainnya. Soalnya semenjak tsunami dulu banyak bantuan Turki di sini dan ada sebuah lembaga pendidikan juga yang merupakan bantuan dari Turki.
Sayangnya aku sudah tiba di tempat tujuanku. Ya, sudahlah. Barangkali kalau masih jodoh akan bertemu lagi, ya?
Apakah ini kisah nyata? Iya, ini kisah nyata. Tapi barangkali saya membuatnya kabur dengan judulnya ...
(Hehehe)
Banda Aceh, 22 Maret 2014
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Cinta Bersemi di Labi-labi"
Post a Comment