Coba perhatikan judulnya, hari ini aku menuliskan judulnya Mr. Bean. Ada gerangan apa ya, kira-kira?
Beberapa tahun silam, sekitar pertengahan tahun 1990-an, saat itu sangat populer sebuah serial komedi di layar kaca. Diperankan oleh seorang aktor asal Inggris, Rowan Atkinson, komedi situasi ini langsung mendapat sambutan hangat dan disiarkan di seluruh penjuru dunia. Tayangan ini pertama kali kusaksikan di layar kaca sekitar tahun 1998 di TPI (sekarang MNC TV).
Pada suatu hari, (cailah) teman sekelasku mengatakan hal itu. Katanya ia lama sekali memperhatikan wajahku dan baru pada saat itu ia mengenali. Katanya wajahku sangat mirip dengan tokoh yang diperankan oleh Rowan Atkinson yang punya kesan lucu, konyol, bahkan suka nyebelin dengan ide-ide yang kadang nggak kepikiran dalam menghadapi masalah.
Mr. Bean ...
Mulanya aku santai saja menyikapi hal tersebut. Lagipula aku belum pernah menyaksikan serial komedi tersebut. Seingatku hanya pernah melihat sekilas ulasan tentang Rowan Atkinson di sebuah majalah anak-anak. Temanku ini memang terkenal suka mengusili kami. Apalagi aku, sudah beberapa kali hidungku yang katanya mancung ini ditarik-tarik, menjadi bahan mainan olehnya. Waktu itu aku sabar saja. Maklumlah temanku ini dari postur badannya saja sudah lebih senior, hehe.
Barulah setahun kemudian saat aku duduk di kelas 2 Tsanawiyah, ledekan demi ledekan mulai sering terdengar. Ketika itulah serial Mr. Bean mulai sering ditayangkan di televisi. Saat kelas 3 Tsanawiyah saat aktif mengelola majalah dinding OSIS, aku sering juga diolok-olok oleh adik kelas. Kadang ingin marah, tapi yang ada pikiran malah jadi capek sendiri. Kadang berpikir apakah ini hanya perasaanku saja (lalu menyanyikan lagu Vina Panduwinata). "Jangan diambil hati," kata teman sekelasku yang memperhatikan aku sering jadi moody-an manakala diledek begitu.
Tidak hanya di sekolah, di lingkungan tempat tinggal juga ada saja yang menyebutku seperti itu. Apalagi semasa Tsanawiyah aku sempat aktif juga di beberapa keorganisasian yang setidaknya membuatku tidak hanya berkutat di rumah sepulang dari sekolah. Tidak jarang ada anak-anak kecil yang sama sekali tidak kukenal mem-"bully"-ku dengan sebutan tersebut. Memandangi, tertawa cekikikan lalu menyebut Mr. Bean setelah beberapa langkah aku meninggalkan mereka.
Iiiih, jadi sebel, sebel, sebeeeeeel!
Suatu ketika aku bersama adik letingku sedang mengangkut mading sekolah untuk dipajang di halaman sekolah dan tiba-tiba adik-adik kelas menyorakiku dari dalam kelas mereka. Zaki, adik letingku kemudian menghiburku dengan menyebutkan sebuah ayat dari Surat Al-Hujurat. Intisari dari ayat pada Surat Al-Hujurat tersebut adalah larangan mengolok-olok suatu kaum, karena boleh jadi yang diolok-olok lebih mulia dari yang diolok.
Di masa aku menjalani kehidupan sebagai seorang mahasiswa, aku juga memiliki beberapa orang senior yang gemar sekali mem-bully-ku dengan panggilan Mr. Bean. Biasanya sih, waktu mereka sedang berkumpul rame-rame. Kadang jadi merasa tertekan karena semestinya ketika sudah berajak dewasa kita tidak perlu lagi melayani sikap-sikap kurang dewasa seperti itu.
Jika sebatas memanggil ya oke, lah. Barangkali kita masih belum saling kenal. Tertawa, atau sekedar tersenyum karena memang kesan dari Mr. Bean yang akan selalu membuat kita tertawa menurutku masih wajar. Lama-lama aku pun berusaha menerima hal tersebut. Dilayani juga malah membuat yang dilayani merasa senang tujuh keliling.
Apalagi saat melihat ternyata di dunia ini begitu banyak kemiripan yang ada. Aku pertama kali mendengar di sebuah film India bahwa di dunia ini bisa saja ada tujuh orang dengan wajah serupa. Beberapa tayangan di televisi menampilkan beberapa pemain sepakbola dengan wajah mirip aktor Hollywood. Berikut di antaranya:
Diego Milito & Sylvester Stallone
Aku juga jadi rajin menggali dan mencari informasi tentang kiat-kiat mengatasi rasa minder, salah satunya adalah ceramah KH. Abdullah Gymnastiar. Menurut Aa banyak sekali hal yang bisa membuat seseorang merasa minder. Bisa dari keadaan fisik, keilmuan, harta, atau masa lalu, dan sebagainya. Bahkan ada yang gara-gara jerawat saja tidak mau tampil di televisi. Nah, lho, pemirsa. Hehee.
Ada beberapa kiat yang disampaikan oleh ulama yang kerap dikenal dengan sapaan Aa Gym ini, yaitu:
Ada beberapa kiat yang disampaikan oleh ulama yang kerap dikenal dengan sapaan Aa Gym ini, yaitu:
Pertama, mensyukuri. Sesungguhnya Allah Swt telah mendesain fisik kita, rezeki kita, jauh sejak sebelum lauhul mahfuzh. Dan Allah telah menganugerahkan kepada kita sebaik-baik bentuk (Lihat Surat At-Tiin 95, ayat 4).
Kedua, berfokus kepada kelebihan dan bukannya pada kekurangan. Jika kita naik angkot dan berfokus kepada pusing maka kita akan pusing. Begitu juga jika kita melihat setangkai melati di atas pupuk kandang. Jika fokus kita kepada setangkai melati, maka akan teringat lagu merdu Melati dari Bimbo. Tapi jika fokusnya pada pupuk kandang, yaa, gitu deh. Hehe ...
Ketiga, keyakinan bahwa hidup ini adalah kesempatan yang tak ternilai harganya dari Allah Swt. Jangan buang waktu percuma untuk minder lalu kita berhenti mengembangkan potensi diri yang ada dalam rangka menyempurnakan ibadah dan berkarya kita untuk mencari keridhaan Allah. Intinya minder nggak boleh sama sekali menjadi penghambat bagi kita untuk mempersembahkan yang terbaik dari kehidupan kita.
Setuju, ya hadirin eh pemirsaa?
Sedikit menambahkan tulisan ini karena seorang teman menanyakan, "apakah sekarang masih sering dipanggil seperti itu, Azhar?" Hmm, relatif yaa, seperti minggu lalu saat menjadi panitia di acara walimahan saudara sepupuku. Seorang anak kecil lagi-lagi nyeletuk tepat ketika kita aku saja berlalu di hadapannya. Ya, tapi dibawa santai aja, dibawa pe-de aja. Barangkali ada hikmahnya bahwa saya jadi mudah dikenali. Hehe ... Entah iya, pun ... :-)
Banda Aceh, 12 April 2014
Foto-foto & ilustrasi: searching di google.
Benar ituuu... buat apa minder kan?
ReplyDeletetoh di dunia ini kagak ada yang sempurna. :)
kesempurnaan hanya milik Allah Swt dan kekurangan adalah milik kita (bunda Dorce)
Delete:-)