Acara "Mari Berbahasa sambil Berpuasa ini diselenggarakan atas kerjasama Komunitas Tikar Pandan, Goethe-Institut, Jakarta, Polyglot Indonesia Chapter Aceh, Aneuk Mulieng Publishing, Episentrum Ulee Kareng, Sekolah Menulis Dokarim, Kedai Buku Dokarim, Metamorfosa Institute, Epicentrum Entertainment, LPM Perspektif Unsyiah, Aliansi Jurnalis Independen Kota Banda Aceh, Muharram Journalism College, ruangrupa, Iloveaceh, Banda Aceh Info, Suarakomunikasi.com dan AJNN.net.
Pukul 15.00 pemutaran film dimulai. Film berdurasi 119 menit yang mengambil setting di Berlin dan Istanbul ini berkategori dewasa dan merupakan kisah tragedi yang diangkat dari kisah nyata. Adalah Umay, sang tokoh utama yang setelah menikah tinggal bersama keluarganya di Istanbul. Wanita ini dikisahkan memiliki seorang anak bernama Cem dan seorang suami bernama Kemal yang memiliki sifat temperamental dan sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Tidak tahan dengan perlakuan kasar suaminya, Umay pulang ke rumah orang tuanya di Berlin. Cem diajak serta. Di Berlin mulanya ia disambut dengan ramah. Ayah ibunya sangat merindukan mereka, apalagi Cem sudah tumbuh besar. Perlahan, keluarganya mulai menemukan ketidakberesan dan Umay pun menjelaskan perilaku Kemal dan rencananya untuk menetap bersama ayah dan ibunya di Berlin.
Tidak tahan dengan perlakuan kasar suaminya, Umay pulang ke rumah orang tuanya di Berlin. Cem diajak serta. Di Berlin mulanya ia disambut dengan ramah. Ayah ibunya sangat merindukan mereka, apalagi Cem sudah tumbuh besar. Perlahan, keluarganya mulai menemukan ketidakberesan dan Umay pun menjelaskan perilaku Kemal dan rencananya untuk menetap bersama ayah dan ibunya di Berlin.
Niat Umay melanjutkan kehidupan di rumah orang tuanya tak mendapat restu dari keluarganya. Apalagi dalam budaya Turki merupakan hal yang tabu jika masyarakat mengetahui seorang isteri yang lari dari rumah suaminya. Penjelasan Umay tidak dapat diterima dan keluarganya berusaha agar Umay mau kembali kepada Kemal. Umay tetap pada pendiriannya dan Kemal pun menceraikan Umay serta meminta hak pengasuhan Cem.
Umay dan Cem kemudian tinggal di sebuah apartemen dan berupaya mandiri dengan bekerja sebagai juru masak. Sang penjaga apartemen memintanya untuk memutus segala hubungan kontak dengan keluarganya untuk keamanan dirinya. Suatu hari Umay mengirimi surat kepada ibunya untuk mengabarkan keadaannya. Surat itu ia titipkan melalui adik lelakinya. Umay tidak mungkin kembali ke rumah lantaran telah mengambil keputusan untuk meninggalkan kehidupan bersama keluarganya untuk memilih jalan yang dianggap terbaik untuk Cem dan dirinya.
Sayang tak lama kemudian sang kakak laki-lakinya menemukan tempat tinggalnya sehingga ia pun harus tinggal sementara di apartemen milik rekan kerjanya. Di saat ujian demi ujian mendera Umay, di saat itulah sebuah cinta hadir untuknya. Perlahan Umay menerima kehadiran Stipe, rekan di tempat kerjanya, yang begitu ramah dan perhatian kepadanya. Umay pun menemukan sosok ayah bagi Cem, yang telah lama berpisah dari keluarga besarnya.
Adik perempuan Cem akan segera melangsungkan pernikahannya. Umay hari itu memutuskan hadir di pesta keluarganya bersama Cem. Sayang kehadirannya ternyata tidak diharapkan pada hari itu. Dengan lunglai ia meninggalkan tempat perayaan tersebut, sampai pertanyaan demi pertanyaan penuh heran Cem membawanya kembali ke ruang pesta. Ia mengambil mikropon dan menyampaikan segala perasaannya di depan para undangan. Tentang rasa bersalahnya sehingga pada hari itu Cem, anaknya, harus kehilangan sebuah kasih sayang dari keluarga besar.
Ternyata apa yang dilakukannya tidak membuat Umay semakin dekat kepada keluarganya. Malahan keluarganya semakin membencinya dan semakin menganggap Umay sebagai biang keladi atas nasib malang yang menimpa keluarganya. Rasa dendam dan benci yang kian dalam membuat keluarga besar Umay tidak mau lagi mengakui Umay sebagai bagian dari mereka.
Film ini berakhir dengan tragedi, ketika keluarga besar Umay memutuskan untuk menghabisi nyawa Umay. Saat adik laki-lakinya hendak menembakkan sepucuk pistol, ia tak kuasa dan menjatuhkannya di depan Umay dan berlari dari tempat tersebut. Belum habis rasa terkejut Umay, sang kakak laki-lakinya datang dan hendak menusuk sebilah belati pada Umay, yang kemudian menghujam tepat di belakang tubuh Cem.
* * *
Baiquni Hasbi, salah seorang pembahas film ini banyak membahas tentang budaya dan keseharian masyarakat Turki. Baiquni sendiri pernah menghabiskan masa 3 tahun untuk mengambil kuliah master di Turki. Menurut Bai, panggilan akrabnya, masyarakat Turki sangat ramah dan sangat memuliakan tamu. Kehidupan masyarakat Turki sendiri diakuinya masih kental akan kebudayaan Timur. Lain halnya jika yang menjadi pembahasan kota Istanbul. Istanbul diibaratkannya sebagai daerah yang lebih "Eropa".
Keislaman masyarakat Turki sendiri beberapa tahun belakangan ini telah kembali bergairah, seiring dengan terpilihnya Perdana Menteri Erdogan. Bangkitnya gerakan Jama'ah yang menggiatkan kajian-kajian keislaman serta dibolehkannya penggunaan jilbab di hadapan masyarakat umum menjadi bukti perkembangan tersebut. Dalam berdakwah, para pendakwah di sana lebih suka menggunakan dalil-dalil logika ketimbang membawakan dalil-dalil yang tercantum dalam Al-Qur'an dan Hadits. Hal ini disesuaikan dengan kondisi kekinian di Turki sehingga dakwah bisa lebih mudah diterima oleh masyarakat.
Bagaimana dengan budaya Jerman? Saat saya mengikuti kursus bahasa Jerman di Perhimpunan Alumni Jerman (PAJ) Cabang Aceh, saya sering diceritakan bahwa mempelajari bahasa Jerman tidak dapat dipisahkan dengan memperlajari budayanya. Berbeda dengan kebudayaan Timur, masyarakat di Eropa seperti halnya di Jerman cenderung individualis. Pertanyaan mengenai apakah seseorang sudah berumah tangga atau belum pantang untuk ditanyakan lantaran berkenaan dengan urusan privasi seseorang.
Dalam film Die Fremde kita dapat menyaksikan dua kebudayaan dan bahasa sekaligus: Jerman dan Turki. Kita seakan-akan diperlihatkan perbandingan nyata antara kedua budaya tersebut. Seorang guru bahasa Jerman saya menceritakan bahwa di Berlin komposisi masyarkatnya sangat majemuk, termasuk di dalamnya warga Turki, Namun keberadaan masyarakat Turki selama bertahun-tahun setelah masa Perang Dunia ke-2 tidak membuat warga Turki melupakan kebudayaannyn sendiri, bahkan cenderung lebih suka berbahasa Turki daripada belajar bahasa Jerman.
Sebenarnya banyak hal yang menarik yang dapat didiskusikan setelah menonton film ini. Bila kita membahas ajaran Islam mengenai keharmonisan berumah tangga, kita akan menemukan sebuah hadits yang menyebutkan bahwa sebaik-baik seseorang adalah yang paling baik memperlakukan isterinya. Rasulullah sendiri merupakan orang yang paling baik dalam bergaul dengan isteri-isteri beliau. Rasulullah dikisahkan menjahit pakaiannya sendiri dan tidak mau merepotkan isterinya. Hal ini menunjukkan bahwa sejatinya bila setiap pasangan dapat saling menghormati hak dan kewajibannya dalam berumah tangga in sya Allah rumah tangga yang harmonis akan dapat dicapai.
Film Die-Fremde merupakan sebuah film drama Jerman-Turki yang diproduksi pada tahun 2010. Film ini merupakan karya debut sutradara asal Austria, Feo Aladag. Film ini menceritakan kisah Umay (diperankan oleh Sibel Kekili) yang berjuang menentukan nasib di antara benturan dua nilai budaya yang berbeda. Kisah ini mengangkat tema tentang kehormatan, intoleransi dan keharmonisan dalam hidup bersama.
Film Die Fremde memperoleh banyak penghargaan d berbagai festival film di dunia. Pemeran tokoh Umay, Sibel Kekili, meraih penghargaan Aktris Terbaik Film Jerman 2010, sementara sang sutradara menerima tujuh nominasi dalam ajang perhargaan versi kritikus film Jerman. Komite Seleksi Film Jerman juga menganugerahi Die Fremde untuk masuk dalam kompetisi Academy Award untuk Film Berbahasa Asing Terbaik. Penghargaan LUX dari Parlemen Eropa sebagai karya terbaik seni film Eropa merupakan bukti lainnya dari prestasi film ini di kancah internasional.
Film Die Fremde atau dalam bahasa Inggris berarti "When We Leave" sendiri dapat dikategorikan sebagai film dewasa, drama tragedi dan perbandingan budaya. Dalam diskusi dikemukakan berbagai pandangan yang menyatakan bahwa budaya Jerman dan Turki merupakan dua kebudayaan yang menarik untuk dikaji di mana kedua kebudayaan tersebut berakar dari dua negara yang pernah menjadi bangsa penakluk dan hingga kini masyarakatnya sangat membanggakan budaya nenek moyangnya tersebut.
Perjuangan Umay yang seakan tak putus dirundung malang menggambarkan perjuangan seorang wanita, seorang ibu dalam mengupayakan kebahagiaan bagi anaknya dan dirinya. Tokoh Umay dalam film tersebut bisa jadi menggambarkan tokoh-tokoh lainnya dalam keseharian kita. Umay yang berjuang untuk memperoleh kebahagiaan hidupnya dan keluarganya namun harus rela meninggalkan hal-hal lain yang selama ini dipandang berharga bagi dirinya, keluarga dan juga lingkungannya. Pada akhirnya pilihan-pilihan tersebut harus diambil, meski dengan segala konsekuensi yang harus ia terima.
Banda Aceh, 16 Juli 2014
Sumber pendukung:
Film Drama Jerman-Turki akan Diputar di Banda Aceh, http://suarakomunikasi.com/regional/film-drama-jerman-turki-akan-diputar-di-banda-aceh/, diakses pada 16 Juli 2014.
When We Leave, http://en.wikipedia.org/wiki/Die_Fremde, diakses pada 16 Juli 2014.
Belum ada tanggapan untuk "Mari Berbahasa Sambil Berpuasa: Wir Sprechen Während des Fastens"
Post a Comment