Sabtu kemarin, jika kamu sempat mengikuti blog saya, dihelat sebuah seminar motivasi "Buat Apa sih Belajar ke Jerman?". Menghadirkan pemateri Bang Mufti Ali Nasution, Pak Maulana dan Frau Professor (ciyee namanya saya lupa, ntar ya dilengkapi).
Setelah tiba di kampus, tepatnya di Aula FKIP Unsyiah. Ruangan sudah dipenuhi dengan ratusan antusias yang berasal dari beragam latar belakang. Mulai dari anak-anak, siswi SMP dan SMA, mahasiswa, dosen dan masyarakat umum. Saya sempat mencatat pesan dari Frau Professor. Yang saya maksud adalah pembicara utama dalam seminar tersebut yaitu. Prof. Dr. Evamarie Hey-Hawkins. Ada beberapa hal yang sangat ia tekankan untuk mempersiapkan belajar ke Jerman.
Pertama, mengetahui tujuan berangkat ke Jerman dapat membantu kamu untuk bersungguh-sungguh mempersiapkan segala sesuatunya. Bukan hanya bahasa, tapi juga budaya yang bisa sangat berbeda dengan budaya di negeri kita.
Kedua, belajar bahasa. Dan dibutuhkan kesungguhan yang benar-benar dalam mempelajari bahasa Jerman. Frau Professor memuji Frau Beby Haryanti Dewi, salah seorang guru bahasa Jerman kami, dan meminta kami mencontoh nesungguhan beliau. Saat tinggal di Jerman selama 5 tahun, untuk menemani suaminya menjalani tugas belajar di Leipzig, Frau Beby hanya menghabiskan waktunya untuk mempelajari bahasa Jerman. Bayangkan, lima tahun! Tidak heran, masih menurut Frau Professor, penguasaan bahasa Jerman Frau Beby sangat baik.
Ketiga, disiplin. Mulai latih agar jadi pribadi yang berdisiplin. Di Jerman, jika kamu tidak disiplin maka sebagai resikonya adalah bersikap untuk dikucilkan. Ya, tidak disiplin artinya kamu dianggap tidak menghargai orang lain dan pengucilan alias
dicuekin adalah dampaknya. Masih ingat ketika saat les seorang guru menceritakan pengalaman bagaimana seorang mahasiswa pernah dinasehati bahwa orang bodoh masih bisa diajari, sedangkan orang yang tidak disiplin tidak ada harganya.
Barangkali dari kalimat terakhir kita bisa mengerti mengapa Jerman kini menguasai pasar ekspor dunia dengan produk-produk unggulannya. Uniknya, industri Jerman ditopang oleh Mittelstand, alias Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ala Jerman. Mereka memilih spesialisasi mereka dengan mementingkan kualitas prima (high-tech). Jangan heran bila ternyata produk-produk luar biasa yang kamu kenal saat ini suku cadang atau onderdilnya diproduksi oleh salah satu perusahaan yang berdomisili di rumah. Mittelstand memang bukan UKM biasa, mereka menyumbang dua per tiga pendapatan domestik bruto dan menopang empat per lima lapangan kerja di Jerman. Bahkan, bayaran pekerja dengan spesialisasi yang khas pada suatu perusahaan Mittelstand bisa jadi yang tertinggi di dunia.
Pastinya kita terkagum-kagum juga saat pertama kali mendengar Bapak B.J. Habibie, mantan Menristek yang juga mantan Presiden pertama di era reformasi memperoleh bayaran selangit yang dihitung per jam sebagai penghargaan atas patennya di bidang pembuatan ekor pesawat terbang? Namun semua kesuksesannya itu membuat beliau selalu berbagi. Yayasan Orbit yang menangani pendidikan dan sebuah yayasan donor mata yang pernah dikelola almarhumah istrinya adalah bukti bahwa beliau dan keluarganya senantiasa mensyukuri berbagai anugerah dari Yang Maha Kuasa.
Dalam acara yang sedianya juga dilakukan bersamaan dengan peresmian Deutschkurs Perhimpunan Alumni Jerman (DPAJ) dan pelantikan pengurus PAJ Aceh tersebut, diisi pula dengan penutaran video presentasi siswa-siswi Deutschkurs. DPAJ telah mempersiapk an sejumlah pengajar bersertifikat sehingga diharapkan dapat membantu teman-teman yang ingin serius belajar bahasa Jerman.
Saya pun bertekad untuk lebih serius mempelajari bahasa Jerman. Man jadda wajada. Kata sebuah pepatah Arab. Siapa yang bersungguh-sungguh akan mendapatkan buah kesungguhannya. Semoga kita senantiasa dianugerahi konsistensi dalam meraih cita mulia. Apapun itu.
Banda Aceh, 15 September 2015.
Artikel keren lainnya:
di Indonesia seharusnya UKM khususnya yg industri kreatif juga diberikan dukungan yg sangat maksimal oleh pemerintah shg bisa menjadi nilai plus bagi perekonomian bangsa dan masyarakat..
ReplyDeleteYup setuju, "infrastruktur" bagi perkembangan industri seperti di Jerman sudah terbangun dengan baik. Terakhir, maskapai penerbangan Jerman Lufthansa membangun wifi di udara. Biaya pembangunannya mencapai ratusan ribu euro tapi bisa menghemat bobot dan penggunaan bahan bakar ketimbang memakai monitor tambahan di belakang kursi. Karena cukup menonton dari gadget pribadi saja.
Delete