Sabtu, 12 September 2015. Pagi ini saya akan menuju Aula FKIP Unsyiah. Di sana saya akan mengikuti pembekalan atau counseling mengenai motivasi dan kiat melanjutkan pendidikan ke Jerman. Saya ingin menambah motivaasi setelah selama ini mempelajari bahasa Jerman dan bergaul dengan para alumni dari Jerman. (
Ngumpulin energi positif, nih, ceritanya, mumpung acaranya juga nggak pakai biaya pendaftaran, tinggal datang saja, hihihi).
Sebelumnya, saya ingin menyampaikan sebuah kisah anekdot. Anekdot tapi nyata. Beberapa tahun silam saat saya hendak ke kampus mengendarai Labi-labi -- sejenis angkot -- dua orang ibu-ibu tampak asyik bercakap. Saya menyimakntutur bahasa tak biasa dari percakapan mereka. Cakap bahasa Melayu. Aih, dari manakah gerangan?
Ternyata kemudian mereka bercerita bahwa sedang mengikuti pelatihan di aula FKIP Universitas Syiah Kuala. Saat jeda makan siang, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan (bahasa Melayunya pusing-pusing kalau tak salah) ke Pasar Aceh mencari cenderamata untuk buah tangan. Saat hendak kembali, mereka memanggil becak dan minta diantarkan ke aula FKIP universitas Syiah Kuala.
Entah siapa yang keliru memahami pesannya, sang tukang becak malah mengantarkan kedua ibu-ibu dosen dari Malaysia ini ke kompleks Makam Syiah Kuala. Antara kaget dan hampir terlempar dari tempat duduk mendengar kisah aneh tapi nyata itu.
Tak lama perbincangan beralih topik ketika ketika mereka memperhatikan mobil-mobil Innova berjejer manis menjemput buah hati yang bersekolah di lingkungan kampus Unsyiah. Artinya kami sudah dekat untuk berpisah. Sang Ibu akan menuju Aula FKIP Unsyiah. Sementara saya hendak menuju kampus Fakultas Ekonomi Unsyiah untuk sebuah kegiatan.
"Orang Aceh kaya-kaya. Di mana-mana saya lihat pakai Innova. Di Malaysia Innova sangat expensive," kata si Ibu kepada saya. Kembali saya dibuat terhenyak mendengar perkataan Ibu tersebut. Padahal, andai mereka tahu angkutan umum di sini masih sulit menjangkau banyak pelosok indah di Kota Banda Aceh. Sayup-sayup terdengar rencana pemerintah pusat membantu 16 unit bus baru awal tahun 2016. Semoga saja bisa banyak membantu kendala transportasi masyarakat.
Meskipun telah banyak mobil murah, belum menjawab kendala transportasi umum yang layak dan relatif terjangkau. Kota Banda Aceh sebagaimana daerah lainnya di Sumatera bukanlah wilayah yang hidup dari kegiatan Industri dan hanya bertumpu pada belanja anggaran dan pembangunan infrastruktur. Singkatnya, tak banyak lapangan kerja yang tersedia.
Kalaupun nanti masalah transportasi sudah teratasi, masih ada lagi kendala yang mungkin timbul. Ke mana abang Labi-labi dan tukang becak mencari nafkah. Meski, masih dalam sayup-sayup pula, terdengar daerah-daerah pelosok yang selama ini belum terjangkau oleh transportasi umum akan diarahkan kepada mereka untuk melayani trayek tersebut.
Beberapa tahun silam, pernah saat duduk di Labi-labi pula mendengar percakapan Ibu dengan anak-anaknya. "Bu, Ibu kapan kita ke Ie Suum?" Sang Ibu hanya menunduk dan sepertinya saya pun mengerti bagaimana sang Ibu harus menjawabnya. Untuk biaya transportasi saja, Ibu itu dan ketiga anaknya harus mengeluarkan biaya tidak sedikit. Belum lagi, jarak tempat wisata pemandian air panas Ie Su'uem, Krueng Raya, Aceh Besar dari pusat Kota Banda Aceh yang paling cepat dapat ditempuh sekitar 20 menit perjalanan.
Baiklah, kembali lagi ke Aula FKIP Unsyiah di mana para penyaji seminar telah menunggu dengan sejumlah tipsnya. Aih, sudah hampir jam 03.00. Mataku belum terpejam. Padahal besok jam 8.00 - 12.00 acaranya sudah akan dimulai. Ayo cepat istirahat!
Baca doa sebelum tidur dimulai!
Banda Aceh, 12 September 2015.
Artikel keren lainnya:
Kadang naik labi2 dan mendengar penumpang lain bercakap2, akan banyak ide untuk menulis ya...hehe
ReplyDeleteHmm.. Iya Bang. Kebetulan pun saya mudah pusing kalau membaca buku atau baca pesan di hape waktu kendaraan melaju. Jadi dialihkan ke menyimak keadaan sekitar saja. :-)
Delete