Bukan sekali dua kali Cut Kak Ira merasa kesal atas kegandrungan suaminya pada sepakbola. Jika di rumah adik suaminya belum berangkat kuliah, maka jadilah suasana sarapan dibumbui dengan percakapan bola mulai dari Lambaro Kafe sampai ke Los Angeles. Tidak henti-hentinya.
"Pagi bola, malam bola, siang bola. Baca korannya bola, apa bola juga yang mau dimakan?" omel Cut Kak Ira.
Bang Saiful yang dari tadi asyik membaca koran sambil menyeruput kopi tiba-tiba terbatuk-batuk karena keselek sewaktu diomeli begitu.
"Iya, iya. Sebentar lagi aku juga berangkat narik. Ini aku habiskan dulu kopi paling nikmat bin sedap yang laziz dan mantap buatan isteriku ini," ujar Bang Saiful, setengah merayu. Salah-salah menjawab omelan isterinya yang sedang naik spanning bisa-bisa kena kartu merah dan nanti malam tidak bisa pulang ke rumah.
"Apa kamu tidak baca koran? Dollar sebentar lagi mulai naik, harga-harga sudah mulai naik. Kalau kamu terlambat narik becak, bagaimana kita menutup biaya sekolah anak-anak?"
Cut Kak Ira mulai panjang lebar. Ternyata koran yang dibaca Bang Saiful yang diantar tadi subuh sudah lebih dulu dikhatamkan oleh Cut Kak.
"I.. iya, iyaa," Bang Saiful yang sudah menyelesaikan seruputan kopi pada tegukan terakhirnya segera beranjak dari tempat duduknya sambil mengambil handuk yang biasa ia bawa saat menarik becak yang tergantung di dekat pintu.
"Abang pergi dulu ya, Assalamu'alaikum!"
"Wa'alaikumussalam."
(Bersambung)
Banda Aceh, 12 Desember 2013
Belum ada tanggapan untuk "Gara-gara Bola (Bagian 1)"
Post a Comment