"Mirna, coba kamu bangunkan Ika. Dia masih tidur di kamarnya. Belum salat subuh," pintaku pelan. Takut membangunkan teman-teman lain yang sudah kembali tidur setelah semalaman begadang hanya untuk bisa chating dengan keluarga tercinta masing-masing di Indonesia.
Mirna hanya senyam-senyum sekedar seperti senam wajah kucing yang baru bangun tidur, menyeringai untuk menggerakkan otot-otot wajahnya sejenak. Kemudian kembali pulas dalam tidurnya. Memeluk kembali bantal yang menjelma menjadi boneka beruang Teddy besar. Dalam mimpinya.
"Dilla, ayo sana bantu Kak Vera. Bangunkan si Ika. Dia belum bangun shubuh. Bagaimana anak perempuan ini, malas bangun paginya. Ini baru sebulan kita pindah ke asrama. Jika masih tinggal bersama Bu Putri kalian pasti sudah dibangunkan satu per satu."
Dilla menurut patuh. Dengan wajah yang masih penuh kantuk ia menepuk-nepuk pundak Ika pelan. "Ka, bangun, Ka. Udah shubuh, tuh!"
Ika tampak sedikit terkejut. Lalu bergegas ia bangun dan berlari ke kamar mandi untuk memburu wudhu. Setelah salat subuh, ia pun kembali tidur. Musim dingin kali ini benar-benar di luar kebiasaan. Segelas coklat hangat jadi andalan. Berlembar-lembar pakaian yang tak boleh dilupakan untuk mengusir hawa dingin yang siap membungkus dan membekukan apa saja yang dilewatinya.
Salju!
Aku tak pernah membayangkan suasana itu di tempat asalku. Di Banda Aceh. Yang di musim kemarau panasnya bisa mencapai 35 derajat celcius. Di sini, di negeri Jerman, tempat para penuntut ilmu diberikan segala fasilitas dan kemudahan, suhu udara bisa mencapai minus sepuluh derajat celcius. Serasa ditampar-tampar pipi ini oleh suhu udara yang luar biasa beku.
Semenjak kecil aku hanya bisa membayangkan salju dari membaca majalah kesukaanku, Album Walt Disney. Setiap kali natal dan tahun baru tiba, maka selalu ada cerita yang berhubungan dengan salju. Seru sekali.
Aku membayangkan bagaimana rasanya bisa bermain-main di atas salju. Timpuk-timpukan. Membuat bola salju atau boneka salju. Asyik sekali sepertinya. Menjadi impianku semenjak kecil. Rasa-rasanya, ingin aku mengundang salju itu bertandang ke kotaku.
Amboooi.
Adakah lagi mimpi yang lebih indah dari itu?
Namun kini, setelah kau tiada, aku hanya bisa mengubur mimpi itu dalam-dalam. Menghiasi hariku dengan menjaga warung bergantian dengan Emak. Berjuang untuk bisa menyekolahkan adikku yang sekian lama terbaring di rumah sakit dengan vonis kanker leukemia stadium lanjut. Meskipun aku satu-satunya anak perempuan di keluargaku, aku harus bisa bertahan dan berjuang untuk orang-orang terkasih, keluargaku.
Aku punya mimpi, Tuhan punya jalan.
Kelak suatu hari nanti mungkin aku akan menemukan jalan itu. Aku pun percaya, takdir Tuhan selalu lebih indah. Aku hanya harus berjalan untuk bisa merasakan batas-batas takdir yang ditetapkan-Nya untukku.
Kode: Iya, benar. Bait-bait pembuka di atas tadi hanyalah mimpi.
Vera.
Banda Aceh, 14 Maret 2014
Komen apa yaaa??? udah banyak komennya di grup, hahaa
ReplyDeleteTerima kasih banyak yaa, Kak Eky ...
Delete^_^
Lanjutkan mimpi-mimpi bro!
ReplyDeleteTeruslah berjalan!
Ceritanya masih sepenggal, dinanti kelanjutannya! :)
Semangat pagi! Ehee...
DeleteTerima kasih ya Mursal. Segera dikonsepkan...