Ada yang bertopi karton, memakai tutupan hidung merah merona, lalu di sisi kiri-kanan pipi diwarnai dengan spidol. Jadilah Gerry si manusia kucing. Nuniek, teman sekelasnya terlibat kikuk dengan aksesoris ala badut kota yang bahan-bahannya disediakan panitia. Hukuman itu "harus" dinikmatinya sebagai pelajaran baru dalam masa orientasi siswa (MOS) baru di sekolah favoritnya itu.
Di tempat lain, Mainar terlambat kembali ke ruang aula yang disebut mentornya sebagai ruang penyiksaan. Didaulatlah para pelaku pelanggaran tersebut ke atas panggung. Setelah makian dengan logat bergaya preman pasar yang dibuat-buat oleh sang mentor.
Sungguh, apakah ini suasana yang didamba-dambakan untuk menyambut kehadiran para tunas muda harapannya bangsa. Apakah mereka harus kita biarkan untuk dibekali dengan sikap-sikap yang membuat dendam, berkepanjangan.
Sekiranya mereka mendengar suara-suara hati yang murni. Kami datang untuk menuntut ilmu pengetahuan, untuk mencari hidup yang lebih baik dengan pendidikan. Bukan untuk dipermalukan.
Jika hasil output dari pendidikan yang kita harapkan adalah sumber daya manusia yang berkualitas baik secara ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) maupun iman dan taqwa (imtaq), sudah sewajarnya proses pendidikan tersebut semenjak masa orientasi sekolah (MOS) tidak dibiarkan menyimpang dari nilai-nilai budi pekerti. Setiap peserta didik dimuliakan sebagaimana seharusnya melalui proses pendidikan yang memanusiakan sesama manusia.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan - Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Dr. Anies Baswedan mengarahkan agar semua kegiatan masa orientasi siswa baru menghapuskan segala bentuk Perpeloncoan yang mempermalukan dan menindas. Guru, orang tua, kepala sekolah, siswa ataupun masyarakat harus berhenti dari kegiatan diam mendiamkan perpeloncoan yang negatif tersebut melalui
http://mopd.kemdikbud.go.id
Di masa kini, saat pendidikan berbasis intelektual dan emosional spiritual telah berkembang, sangat disayangkan bila pola lama transfer kedisiplinan yang berbasis tindakan fisik, kekerasan dan mempermalukan masih dibudidayakan. Lebih miris lagi ketika pembudayaan itu berlangsung dalam sebuah pranata atau lembaga yang merupakan salah satu sumber penting transfer nilai dan pengetahuan. Berbagai alternatif kegiatan-kegiatan positif dalam rangka membangun keakraban dengan lingkungan sekolah perlu mendapat dukungan dari semua pihak.
Mata rantai dendam akibat perpeloncoan negatif harus disudahi. Agar "sakit jiwa" itu tak lagi diwariskan. Sakit jiwa karena senang melihat orang susah, susah melihat orang senang. Tak sekedar melarang, kita juga memiliki tanggung jawab kolektif untuk mewujudkan wajah pendidikan yang lebih memberdayakan peserta didik; bukan memperdayakan. Terlebih di usia kemerdekaan Indonesia yang sudah akan berdirgahayu yang ke-70 tahun.
Akhirnya, tanpa kepedulian maka peradaban manusia hanyalah tak ubahnya (maaf) makhluk bernyawa berkaki empat. Bahaya pembiaran terhadap dendam turun-temurun yang diakibatkan luka psikis perpeloncoan mempermalukan dan menindas ini menjadi kewajiban kita bersama untuk menyudahinya. Demi masa depan pendidikan bangsa yang bermartabat dan berprestasi gemilang.
Banda Aceh, 4 Agustus 2015
Artikel keren lainnya:
Kalo disini induction-nya mahasiswa diajarin berorganisasi. Miris memang melihat ospek yg ga jelas maksud dan tujuannya itu
ReplyDeleteSetuju untuk diterapkannya orientasi yang bersahabat, bermartabat serta bermanfaat.. Pernah dengar sebelumnya di mana sebagian hukuman atau aturan perpeloncoan yang diberlakukan ada yang meniru hukuman dari para penjajah... Semoga ke depannya terus ada upaya memperbaiki konsepnya dan pelaksanaan..
DeleteOspek dengan model plonco memang harus di hapus. Lebih baik menjalin keakraban senior junior dengan cara yang lebih bersahabat, beretika dan beradab
ReplyDeleteYup, setuju. Pendidikan dan pengajaran sepatutnya memanusiakan manusia. Dengan akhlak / budi pekerti yang luhur. :-)
Delete