Apa yang Anda bayangkan tentang kunjungan seorang Presiden? Dahulu, di daerah kami di Aceh, bisa menjadi saksi mata kedatangan seorang Presiden -- meskipun hanya dari siaran langsung TVRI stasiun lokal bersama keluarga di rumah -- menjadi kenangan tersendiri. Apalagi meninjau letak provinsi Aceh yang paling Barat se-Indonesia: bangga!
Kini, hampir genap 10 tahun berakhirnya konflik yang ditandai penandatanganan MoU Helsinski pada 15 Agustus 2005 silam, Idul Fitri tahun ini mendapat suasana berbeda di Aceh dengan kehadiran Presiden Jokowi yang memilih berlebaran di Aceh. Kunjungan Presiden ke Aceh ibarat
saweu gampong alias mudik di mana beliau pernah tinggal dan bekerja di Bener Meriah, salah satu kabupaten di Propinsi Aceh.
Rupanya Presiden Jokowi telah mengagendakan safari lebaran ke daerah-daerah sebagai program tetapnya. Bagi beliau, berlebaran dengan mengunjungi rakyat sebaiknya dibudayakan dibandingkan dengan semata mengunjungi pejabat. Siang itu, Presiden berkesempatan shalat Jum'at di Masjid Agung Al-Makmur, Banda Aceh.
Dalam khutbahnya, khatib Tgk. Fakhruddin Lahmuddin seorang ulama Aceh menyampaikan hikmah puasa bagi peningkatan etos kerja. Puasa membekali sikap kedisiplinan dan kesadaran akan pengawasan Ilahi sehingga dapat meningkatkan kedisiplinan, kejujuran dan tanggung jawab dalam meningkatkan etos kerja dan menghindari segala bentuk penyimpangan.
Selepas shalat Jum'at, Presiden Jokowi melayani warga yang ingin berfoto bersama seusai shalat Jum'at dan membagi-bagikan kaos langsung dari mobil kepresidenan. Langkah Presiden yang berfoto bersama dan sesekali membingungkan pengawalnya dengan mengubah jalur yang dilewati tampaknya berhasil mencairkan kebekuan protokoler. Warga pun beramai-ramai memanfaatkan kesempatan untuk berfoto bareng bersama Presiden dengan kamera maupun smartphone.
Langkah Presiden Jokowi yang menggemari tempe mendoan dan jamu temulawak ini barangkali dapat dipandang sebagai sekedar upaya menggembirakan rakyat di daerah yang dikunjunginya. Kegembiraan "kecil" namun bernilai besar karena mengisyaratkan sosok beliau sebagai
public figure yang memilih tidak mengambil jarak dengan masyarakat. Sebelumnya, Presiden sempat beramah tanah dengan warga di Kapal PLTD Apung yang merupakan salahsatu tempat Wisata Tsunami di Banda Aceh.
Dari jarak yang sangat dekat, saya melihat Presiden sebagai sosok yang tidak membuat jarak dengan rakyat yang dipimpinnya. "Mirip-mirip" ketika di kesempatan lain saya bisa memperoleh tanda tangan di buku "Tidak Ada yang Tidak Bisa" langsung dari pengarangnya Dahlan Iskan -- yang ketika itu menjabat Menteri BUMN -- selepas sebuah acara kuliah umum.
Sebagai enterpreneur, Presiden Jokowi tentunya mengerti bahwa memberi perhatian pada hal-hal "kecil" dengan sepenuh hati akan membantunya untuk menangani hal-hal "besar". Tentu saja seorang pemimpin juga akan selalu ditunggu-tunggu karya besarnya oleh masyarakat luas. Terlebih saat ini di mana perekonomian negeri sedang mengalami kelesuan seiring perlemahan ekonomi global.
Sebagai penutup, saya sajikan sebuah kutipan pesan Sun Tzu dalam membangun negara: "membangun negara kecil seperti menggoreng ikan besar; tinggal di bolak-balik sebentar sudah matang, sedangkan membangun negara besar seperti menggoreng ikan kecil-kecil; jika tidak berhati-hati maka ikan-ikan bisa-bisa menjadi hancur." Pesan ini tentu sangat relevan dengan kondisi bangsa Indonesia yang majemuk, di mana dibutuhkan kepemimpinan yang mau dan mampu mendengarkan serta menjembatani berbagai kepentingan rakyatnya.
Akhirnya, semoga spirit ramadhan turut memompa semangat kita dalam mengisi kemerdekaan Indonesia yang segera menggenapkan dirgahayu yang ke-70 ini. Spirit ramadhan yang bermakna penting dalam merevolusi mental insan Indonesia; bukan hanya saleh secara individu namun juga secara sosial.
Banda Aceh, 31 Juli - 1 Agustus 2015.
Foto: www.antaranews.com
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Memo Kecil Lebaran Jokowi di Aceh"
Post a Comment