Diskusi Gathering Tenun Songket Aceh digelar di Aula Museum Aceh pada hari Sabtu, 31 Oktober 2015. Kegiatan ini diprakarsai dan diselenggarakan oleh komunitas I Love Songket Aceh -- sebuah komunitas sadar budaya dan sadar karya yang bertujuan untuk menggali dan memperkenalkan kekayaan kerajinan budaya Aceh, khususnya tenun songket Aceh. Acara ini turut dihadiri oleh masyarakat umum dari berbagai kalangan seperti dari akademisi, perwakilan instansi, komunitas, pemuda dan mahasiswa serta masyarakat umum. Diskusi ini mengusung tema "Pelestarian Songket Aceh sebagai Mahakarya Kerajinan Budaya Aceh."
Acara dibuka dengan sesi diskusi pertama yang menampilkan narasumber Ibu Laila Abdul Jalil, S.S.,M.A, Bapak Dr. Indra Zainun, M.P. dan Bapak Dr. Iskandarsyah Madjid, S.E., M.M. Dalam sesi diskusi pertama dipaparkan napak tilas tenun songket Aceh serta peluang dan tantangannya.
Menurut Ibu Laila Abdul Jalil, S.S., M.A., budaya menenun telah ada pada masyarakat Aceh merupakan warisan budaya Aceh yang telah berusia ratusan tahun lamanya, sebagaimana halnya membatik pada masyarakat Jawa. Menurut arkeolog yang mengabdi pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh ini, Hj. Maryamun yang disapa Nyakmu -- pendiri Rumoh Teunuen Songket Nyakmu -- tidak hanya mewarisi motif tradisional namun juga piawai menciptakan motif-motif baru.
Motif-motif tersebut pada umumnya terinspirasi dari lingkungan alam pedesaan yang bersumber dari kearifan lokal masyarakat Desa Siem sebagai masyarakat petani. Di antara motif tersebut adalah motif Pucok Reubong, Bungong Kalimah, Bungong Geulima, Bungong Campli, Bungong Awan-awan dan masih banyak lagi yang kesemuanya mencapai 50-an motif yang dikembangkan oleh Nyakmu. Kalau motif Pucuk Rebung ditemui pada hampir semua songket, baik Aceh maupun luar Aceh. Apabila motif Pucuk Rebung di Desa Siem relatif lebih kecil dan rapat, di Meulaboh pucuk rebungnya panjang dan lebar, sementara di Tamiang bentuknya panjang dan langsing.
|
Para hadirin dari berbagai kalangan menyimak dengan antusias. |
Sementara Dr. Indra Zainun, M.P. -- putra dari Nyakmu yang juga Dosen Fakultas Pertanian Unsyiah -- menguraikan napak tilas perjalanan Songket Nyakmu sejak tahun 1973 mengembangkan usaha tenun songket Aceh di Desa Siem, Aceh Besar. Desa Siem merupakan salah satu sentra perkembangan tenun songket Aceh, di mana banyak pengrajin yang datang belajar menenun pada Nyakmu di kala itu. Meski hanya mengenyam pendidikan hingga tingkat dasar, namun dari tangan terampil dan kreatif Nyakmu-lah aneka motif tradisional warisan leluhur kemudian dikembangkan lagi menjadi beragam motif baru tenun "Ija Sungket".
Perjuangan melestarikan budaya pusaka indatu oleh Nyakmu ini mendapat perhatian dan dukungan pemerintah daerah ketika itu, yaitu Gubernur Aceh Prof. Dr. Ibrahim Hasan, MBA. Hasil kerajinan tenun Songket Aceh telah diikutsertakan dalam berbagai pameran dan festival budaya di Jakarta, Bali, dan bahkan mancanegara seperti Malaysia, Singapura dan Srilangka. Sebagai penghargaan atas pengabdian beliau, Nyakmu dianugerahi Upakarti pada 28 Desember 1991 yang diserahkan oleh Presiden RI ketika itu Bapak H.M. Soeharto di Istana Negara, Jakarta.
|
Presiden H.M. Soeharto menganugerahkan penghargaan Upakarti atas pengabdian Nyakmu (Hj. Maryamun) di bidang kebudayaan. |
Seiring konflik bersenjata yang bergolak pada tahun 1999 dan musibah tsunami yang menyebabkan rusaknya sebuah galeri karya tenun mereka di Banda Aceh pada 26 Desember 2004, usaha tenun songket Nyakmu mengalami kemunduran. Masa perdamaian dan rekonstruksi pasca tsunami memberi angin positif dengan hadirnya para turis ke Desa Siem Aceh Besar yang ingin melihat pembuatan tenun. Setelah Nyakmu meninggal dunia pada tahun 2009, usaha tenun songket ini kemudian diteruskan oleh putra-putrinya, antara lain Ibu Dahlia yang mengaku belum sempat mewarisi banyak ilmu dari mendiang ibunya.
Sementara Dr. Iskandarsyah Madjid, S.E., M.M. menyampaikan pentingnya memahami selera konsumen yang diimbangi dengan inovasi, sehingga songket Aceh dapat bertahan dalam pangsa pasar industri kerajinan tenun songket Aceh. Selain inovasi dan kejelian menangkap peluang pasar, tidak kalah pentingnya yaitu strategi pengemasan dan upaya promosi terpadu dalam merebut hati pelanggan. Terkait usulan untuk mengangkat Desa Siem, Aceh Besar menjadi sebuah kawasan Desa Wisata, dosen dan pembina UKM Center Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unsyiah ini mengatakan perlu dipersiapkan infrastruktur oleh pemerintah sehingga harapan tersebut dapat segera diwujudkan.
Pada sesi diskusi kedua ditampilkan narasumber Bapak Zulfikar Taqiuddin, S.Sn, dosen Jurusan Arsitektur Fakuktas Teknik Unsyiah, Julia Safitri, S.T., M.M. owner/fashion designer Jingga Project dan Azhar Ilyas, S.E. mewakili Komunitas I Love Songket Aceh. Dalam sesi kedua dipaparkan upaya memasyarakatkan dan melestarikan tenun songket Aceh melalui inovasi, pemasaran serta komunitas sadar budaya dan sadar karya.
|
Suasana Diskusi Sesi II |
Bapak Zulfikar Taqiuddin, S.Sn memaparkan pengamatannya dari kunjungan ke sentra songket di beberapa daerah di Indonesia, yang dapat menjadi contoh (role model) kebangkitan industri tenun songket nusantara. Menurutnya, inovasi teknologi sangat penting dalam meminimalkan biaya produksi dan meningkatkan nilai guna hasil produk kerajinan tenun songket Aceh, sehingga meningkatkan minat masyarakat membeli dan menggunakan produk-produk kerajinan tenun songket Aceh. Dosen Arsitektur FT Unsyiah ini turut menampilkan sejumlah aplikasi tenun songket Aceh pada interior design seperti taplak meja, sandal dan aksesoris lainnya.
|
Para pengunjung sedang menyaksikan Pameran Tenun Songket Aceh Nyakmu dari Rumoh Teunuen Songket Nyakmu dan juga sejumlah karya aplikasi tenun songket pada aksesoris design interior yang dirancang Bapak Zulfikar Taqiuddin, S.Sn di sela-sela kegiatan Diskusi Gathering Tenun Songket Aceh. |
Sementara Julia Safitri, S.T., M.M. membagikan pengalamannya dalam memasarkan produk-produk rancangannya sehingga dapat diakui oleh masyarakat luas. Tips yang dipegang owner dan fashion designer Jingga Project ini yaitu senantiasa menyediakan produk yang lebih berkualitas dengan harga yang bersaing. Julia yang juga dosen STIE Jakarta kelahiran Langsa, Aceh Timur ini telah berpartisipasi di sejumlah event antara lain Jakarta Clothing dan sangat berkeinginan untuk menampilkan tenun songket Aceh dalam karya-karya fashion design-nya sehingga masyarakat luas bisa mengenal keberadaan tenun songket Aceh. Rencananya Julia akan menampilkan karya fashion dengan tenun songket Aceh pada gelaran Indonesia Creative Week di Jakarta bulan Januari 2016 mendatang.
Selanjutnya Azhar Ilyas, mewakili Komunitas I Love Songket Aceh memaparkan awal mula terbentuknya komunitas sadar budaya dan sadar karya ini. Pertemuan antara Ibu Laila Abdul Jalil yang sedang menyusun buku Cerita Songket Aceh dengan Azhar dan teman-temannya dari komunitas Gaminong Blogger (GIB) memunculkan inisiatif untuk melahirkan komunitas yang mengangkat dan memperkenalkan kerajinan budaya khas Aceh. Sebagai permulaan, komunitas ini memang mengangkat kerajinan tenun Songket Aceh yang berada di Desa Siem, namun tidak menutup kemungkinan untuk selanjutnya akan mengangkat kerajinan tenun songket Aceh di daerah lainnya seperti di Desa Miruek Taman, Aceh Besar dan juga songket-songket Aceh di tempat lainnya.
|
Team "I Love Songket Aceh" bersama sejumlah karya tenun Songket Nyakmu dan juga aplikasi tenun songket Aceh pada aksesoris design interior hasil kreasi Bapak Zulfikar Taqiuddin, S.Sn. |
Acara ini turut dimeriahkan dengan penampilan peragaan busana (fashion show) tenun Songket Aceh oleh Mahasiswi FKIP PKK Jurusan Tata Busana Universitas Syiah Kuala. Dengan alunan lagu Kuthidieng yang dipopulerkan oleh Liza Aulia, para model menampilkan beragam corak dan motif tenun Songket Aceh seperti Pucok Reubong.
|
Duta Wisa Provinsi Aceh dan Duta Wisata Indonesia 2008 Hijrah Saputra Yunus berfoto bersama Mahasiswi FKIP PKK Prodi Tata Busana Unsyiah |
|
Moderator Diskusi Gathering Tenun Songket Aceh Al Khosim berfoto bersama Mahasiswi FKIP PKK Prodi Tata Busana Unsyiah |
Atas nama komunitas, terima kasih kami haturkan kepada panitia, narasumber dan seluruh pendukung acara Diskusi Gathering Tenun Songket Aceh yang diselenggarakan oleh komunitas "I Love Songket Aceh". Semoga bermanfaat dan industri tenun songket Aceh kembali maju untuk ke depannya. Sampai berjumpa lagi !
|
Gedung Aula Museum Aceh |
|
Pengambilan gambar untuk Talkshow Kompas TV Aceh bersama Komunitas I Love Songket Aceh. Talkshow dipandu host Afla Nadya dengan narasumber Ibu Laila Abdul Jalil arkeolog dari Disbudpar Aceh dan Julia Safitri owner dan fashion desainer Jingga Project. |
Email: ilovesongketaceh.blogspot.co.id
|
Logo "I Love Songket Aceh" karya Piyoh Design |
Banda Aceh, 1-4 November 2015
Artikel keren lainnya:
Saya punya beberapa kain tenun tapi tidak mengerti mengenai sejarah, asal usul atau ragam corak khas. Semoga suatu hari nanti bisa berkunjung ke Rumoh Teunuen Songket Nyakmu dan memiliki bebrapa karya mereka.
ReplyDeleteSemoga semua upaya untuk melestarikan songket Aceh mendapat apresiasi yg memuaskan ya Azhar.
Wah, senang juga kalau bisa lihat koleksi kain tenunnya, Kak Haya. Iya, upaya melestarikan songket ini sebenarnya sudah banyak juga dilakukan oleh berbagai kalangan. Hanya kami melihat, upaya tersebut belum integrated. Masing-masing bergerak sendiri-sendiri. Untuk itulah kami berharap kehadiran komunitas ini bisa memberi makna untuk -- setidaknya -- menjadi sebuah katalis untuk mempersatukan upaya-upaya tersebut.
DeleteAamiin YRA, doa kita bersama juga tentunya, :)