Sebuah ungkapan terkenal yang baru saja saya sebutkan sebagai judul tulisan saya kali ini menunjukkan sebuah anjuran untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu pengetahuan. Kesungguhan untuk menuntut ilmu pengetahuan walau harus menempuh jarak teramat jauh. Saya tidak membahas sumber dari ungkapan ini, namun lebih jauh saya ingin memfokuskan kepada negeri Cina, suatu tempat yang disebutkan dalam ungkapan itu. Lebih khusus lagi, tentang ilmu berdagang atau berbisnis yang dimiliki oleh para pedagang Cina atau dikenal juga dengan sebutan Tionghoa.
Penyebab dari keinginan saya menulis tulisan ini adalah artikel dari harian Republika hari ini, Sabtu, 21 Desember 2013 yang berjudul "ASEAN Usulkan Pelatihan UMKM dengan China. Dalam artikel itu disebutkan, ASEAN mengusulkan agar diselenggarakan pelatihan bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah dengan Cina. Pelatihan tersebut adalah dalam rangka saling bertukar ilmu serta pengalaman guna meningkatkan hubungan dan kerjasama ekonomi antara kedua belah pihak. Di samping itu, ASEAN juga meminta agar perdagangan dan investasi yang dilakukan dengan CIna dapat berjalan dengan lebih seimbang di masa mendatang.
Pemirsa, bangsa Cina atau Tionghoa memang telah sejak lama dikenal sebagai bangsa pedagang. Keterampilan mereka dalam menjual merupakan sebuah pelajaran yang paling berharga yang mesti kita pelajari untuk kemudian kita terapkan dalam dunia usaha. Dalam artikel tersebut juga disebutkan beberapa hal yang menjadi keunggulan dalam sistem berdagang yang dilakukan oleh Cina, yaitu inovasi produk dalam rangka meningkatkan nilai tambah, tehnik pengemasan agar produk terlihat menarik serta cara-cara mengamati pasar yang akan disasar atau dimasuki oleh produk mereka, termasuk kebutuhan pasar.
Di samping hal tersebut, ada juga beberapa pelajaran yang pernah saya ikuti melalui berbagai penjelasan yang saya peroleh. Saya mencoba untuk merincikan dalam beberapa poin:
Pertama; berhemat saat usaha sedang berkembang. Bill P.S. Lim menceritakan dalam bukunya "Dare To Fail" bahwa ada sebuah prinsip yang sangat dijaga oleh orang Tionghoa dalam berbisnis, yaitu melakukan penghematan super ketat pada lima tahun pertama. Bahkan orang Tionghoa di Singapura dulunya pada umumnya tinggal dan menempati ruko (rumah-toko) dalam rangka menghemat anggaran transportasi dan waktu yang mungkin terjadi bila mereka membeli rumah dan harus pergi ke kantor dan terjebak kemacetan setiap hari. Cara ini sebenarnya kurang dianjurkan terutama dalam hal lingkungan yang sehat dalam membesarkan anak (bagi keluarga muda), namun merupakan cara yang harus ditempuh untuk menghemat pengeluaran. Sekarang Singapura telah menjadi sebuah negara yang perdagangannya terus berkembang dewasa ini.
Kedua; manajemen usaha keluarga yang tangguh. Anak-anak dari keluarga pedagang Tionghoa sedari dini akan disuruh untuk mengambil bagian dalam usaha keluarga. Saya pernah menyaksikan hal itu pada sebuah beberapa toko yang ada di Banda Aceh. Sejak usia SMP mereka sudah disuruh membantu mencatat transaksi. Dari sebuah penjelasan saya menemukan sebuah ketentuan lainnya yaitu bahwa dalam manajemen usaha keluarga, mereka tidak akan mengangkat anak sendiri dan lebih memilih untuk menitipkan anaknya di usaha kerabat mereka. Hal ini barangkali karena antara anak dan orang tua masih terikat hubungan batin yang erat sehingga sulit berlaku tegas dalam mendidik mereka berdagang.
Ketiga; disiplin dalam pencatatan transaksi. Tidak heran bila melihat selalu ada buku tulis untuk mencatat transaksi bila berbelanja dengan orang Tionghoa. Semua transaksi sekecil apapun harus dicatat. Bahkan saya pernah melihat catatan tersebut dalam bentuk manual saja, barangkali setelah toko tersebut ditutup barulah dipindahkan ke dalam komputer.
Keempat; sangat gigih dalam berusaha dan berlaku ramah kepada semua pelanggan. Dalam hal kesungguhan berusaha mereka patut untuk ditiru. Tidak ada istilah malas dalam kamus orang Tionghoa. Dalam pengalaman berbelanja, mereka juga relatif sangat menjaga sikap ramah tamah dengan pembeli, sehingga pembeli merasa senang untuk berbelanja di tempatnya. Sikap tersebut tentunya terbentuk karena mereka sudah dilatih untuk membantu berjualan sejak kecil.
Kelima; mengemas produk apapun agar lebih menarik dan meningkatkan nilai gunanya. Sudah bukan rahasia lagi jika di pasaran banyak beredar barang-barang yang diimpor dari Cina dengan harga yang relatif lebih murah namun dengan kemasan yang menarik. Saya pernah bertemu dengan seorang Bapak di pasar yang menceritakan hal tersebut yang menurutnya telah berlangsung sejak lama. Para produsen dan pedagang Tionghoa sangat ahli dalam mengemas barang dagangannya sehingga lebih menarik bagi para pembeli.
Bagi kita yang ingin menekuni dunia usaha, teruslah belajar tak kenal henti dari siapa pun juga. Mengutip sebuah pepatah: "belajarlah dari kesalahan orang lain, karena usiamu takkan cukup untuk mengulang kesalahan mereka."
Selamat berakhir pekan, pemirsa.
^_^
Banda Aceh, 22 Desember 2013
Artikel keren lainnya:
Wow...azhar rajin kali posting-posting
ReplyDeleteIni postingan ke-24 dalam bulan ini saja
Ckckck..luuuuar biasa
Buat menghibur diri, menulis-menulis terus ini ... hehe ...
ReplyDelete