Rasa seru yang berdebur dalam hatiku saat untuk pertama kalinya naik kapal laut, tapi tidak demikian halnya temanku Didit yang terlelap pulas (teganya!). Perlahan suara alunan Al-Qur'an Surat Al-Mulk mengalun dari gadget seorang ibu yang duduk di belakang kami dan aku pun mulai bisa menikmati kondisi tersebut. Do'a naik kapal pun kulanjutkan dengan do'a sebelum tidur, hehee. Tak sampai sejam kemudian ayunan kapal mulai melambat saat tiba di Teluk Sabang. Seorang anak bersorak-sorak saat melihat rimbun hijau pepohonan Pulau Weh, Sabang yang terhampar cantik di hadapan. Dada ini pun rasa bergemuruh, bukan lagi oleh rasa cemas tapi terpukau oleh keindahan yang mempesona.
Disambut cuaca nan cerah yang menyapa Jum'at pagi 10 Oktober 2014, perjalanan saya dengan kapal cepat menuju Sabang bersama dengan seorang teman berlabuh. Rasa haru membuncah lantaran genap setahun silam saat saya berkesempatan meraih juara Lomba Blog Piyoh 2013, saya menyampaikan pada bang Hijrah--owner Piyoh Design dan salah satu pendiri Gam Inong Blogger--bahwa saya sama sekali belum pernah berkunjung ke Sabang dan berharap suatu saat cita-cita tersebut dapat terwujud.
This is Sabang, alhamdulillah
... :-)
"Jalan-jalan, men!"
Seorang supir taksi menawarkan tumpangan, namun kami memutuskan untuk beristirahat sejenak di warung nasi di pelabuhan Balohan, Sabang. Sepiring nasi Soto jadi menu sarapan temanku, sementara aku yang sudah sarapan hanya memesan segelas minuman. Aku menghidupkan laptop sementara temanku mengisi ulang baterai mobile-nya. Kami menikmati suasana pagi menjelang siang sambil menunggu kapal berikutnya tiba, soalnya taksi dan angkutan umum lainnya hanya akan ada dan ramai saat kapal baru masuk.
Beberapa saat kemudian saya beradu pandang dengan sesosok wajah yang tak asing. Saya menghampiri dan berjabat tangan sambil coba menyebut namanya. Ternyata facebook-lah yang menjadi tempat kami sering "bertemu". Ia adalah Daman, anggota FLP Aceh asal Sabang yang kini telah lama menetap di Banda Aceh untuk melanjutkan pendidikan.
Ramainya arus balik menuju Banda Aceh lantaran dua hari sebelumnya sebuah trip pelayaran dibatalkan karena cuaca buruk, di samping libur lebaran haji yang mengundang banyak pengunjung, membuat Daman telah dua kali menunda keberangkatannya. Sambil menunggu, Daman banyak bercerita juga tentang tempat-tempat menarik di Pulau Weh seperti Gunung Api Jaboi, Danau AnĂȘuk Laot dan Pulau Rubiah.
Kapal yang dinanti tiba. Kami mencari taksi untuk menuju destinasi kami selanjutnya, sementara Daman bersama temannya bergegas mengantrikan motornya menaiki kapal lambat. Beristirahat sambil menikmati indahnya suasana Sabang di siang hari, seorang teman warga Sabang kemudian mengajak kami makan siang di Jalan Perdagangan. Jalan Perdagangan adalah kawasan di mana kegiatan ekonomi terpusat. Beberapa bangunan di jalan tersebut sepintas serupa dengan suasana Peunayong, sebuah kota bernuansa Tionghoa di Banda Aceh, pada tahun 1990-an.
Berikutya adalah "upacara" meluruskan badan alias tidur siang. Konon katanya bagi orang Sabang tidur siang adalah sebuah ritual yang sudah membiasa. Konon pula kawasan pertokoan bakal sepi pada jam-jam tidur siang tersebut. Aku yang masih belum terbiasa dengan perjalanan kapal laut merebahkan diri sejenak.
Pemandangan Sabang dari sebuah gedung kantor pemerintahan di Sabang.
Malam harinya, kami diajak berkeliling Kota Sabang, kali ini mencari makan malam di Aci Kopi, sebuah warung makanan dan minuman, lengkap dengan wi-fi dan ... heeiii ... ada PlayStation juga di sebelahnya. Sedikit berjarak dari kami juga ada penampakan, eh, maksudnya keberadaan warung Sate Gurita yang masyhur itu. Dasarnya lapar, dan bukan pribumi Aceh kalau lapar nggak diganjal dengan nasi, maka beragam pilihan menu mulai kuliner laut seperti ikan, udang, hingga gulai bebek khas Bireuen dan gulai ayam masak Aceh pun disajikan di hadapan kami.
#bacadoasebelummakan
Karena sudah mengantuk kami pun harus merelakan diri kami beristirahat di sebuah penginapan. Mengisi tenaga ulang agar esok pagi dapat melaksanakan sebuah misi. Katakanlah, misi yang tertunda. Setelah merampungkan persiapan tahap akhir, kami semua lelap. Lelap dalam lelah. Aku menggumam, inilah Sabang. Tempat terindah di ujung Indonesia yang buat kamu santai banget.
"Panorama matahari terbit dari tempat penginapan kami."
Pagi hari yang cerah, itu pertanda kamu akan bersiap mengarungi petualangan yang seru. Ya, begitulah kita senantiasa menyemangati hari-hari kita, meskipun apapun bagaimana pun.
Lho, saya menulis apa ini pemirsa. Kok malah mulai ngawur. Kalau begitu lebih baik saya tidur. Misi apakah yang sebenarnya kami jalani? Akankah perjalanan ini membawa saya pada sebuah petualangan baru? Berhasilkah saya menemukan tempat-tempat yang selama ini saya dambakan?
Sampai jumpa lagi dalam tulisan berikutnya.
^_^
Banda Aceh, 17 Oktober 2014
Belum ada tanggapan untuk "Welcome to Sabang! (Goes to Sabang Part 1)"
Post a Comment