Hari Minggu yang lalu, tepatnya 5 April 2015, saya menghadiri sebuah pertemuan di mana para pegiat dalam berbagai bidang saling berbagi mengenai apa yang telah mereka lakukan. Event ini diberi nama Aceh Luar Biasa yang diadakan oleh The Leader dalam rangkaian kegiatan Dream Maker Institute 2015. Meskipun tidak dapat mengikuti seluruh sesi dan pemateri, berikut saya sajikan sekedar catatan dari sesi-sesi luar biasa dalam event ini.
Dalam sesi media dan kepenulisan, Ihan Nurdin, jurnalis yang saat ini mengelola portalsatu.com berbagi motivasinya untuk terus menulis dan tidak ragu meminta saran pada ahlinya. Terkadang hal yang menjadi kelemahan kita dapat menjadi suatu kelebihan bila dapat dikelola dengan baik. Aulia Fitri, founder dan pengelola @iloveaceh menyarankan pentingnya berfokus kepada media sosial tertentu. Aulia juga membedakan antara media komunikasi seperti BB, Whatsapp dan Line dengan media sosial seperti Facebook, Twitter dan Instagram.
Sementara Wan Windi Lestari, General Manager Oz Banda Aceh berbagi kiat Oz Radio yang selama ini telah konsisten untuk fokus kepada segmen tertentu yaitu anak muda dan dewasa muda. Dengan berfokus kepada segmen tertentu membuat Oz Radio dapat bertahan dalam perkembangan bisnis radio. Faisal Ilyas, Direktur Aceh Documentary Foundation turut berbagi tentang bagaimana kekuatan media audio visual bila dikelola dengan baik merupakan media untuk mensosialisikan ide dan gagasan kepada masyarakat.
Dalam sesi selanjutnya mengenai pengabdian masyarakat dan pemberdayaan perempuan, Bang Tabrani Yunis, redaktur majalah Potret membagi pengalamannya selama menjadi relawan di mana ia yang berlatar belakang keluarga kurang mampu memiliki cita-cita pribadi agar pendidikan dapat diakses dengan mudah oleh semua kalangan. Saat ini ia berfokus membina majalah Potret karena visinya memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi lahirnya penulis-penulis perempuan.
Selanjutnya Kak Suraiya Kamaruzzaman, yang tergerak untuk mendirikan organisasi pemberdayaan perempuan karena menilai selama ini dalam masyarakat perempuan hanya diserahi pekerjaan pada ranah domestik. Kak Suraiya yang bersama Bang Tabrani turut menyarakan perdamaian bagi daerah Aceh menemukan bahwa masyarakatlah yang menjadi guru bagi setiap relawan. Bang Taufik Fachri juga berbagi bagaimana pengalamannya menjadi relawan di masa mahasiswa menjadi pelajaran berharga untuk diaplikasikan ketika pada masa tanggap darurat dan rehabilitasi pasca tsunami tahun 2004.
Dalam sesi pendidikan, Issana Burhan, salah seorang pendiri Polyglot Indonesia Chapter Aceh turut berbagi semangat belajar bahasa. Polyglot Indonesia selama ini menjadi tempat berkumpul bagi pegiat dan peminat bahasa asing dan bahasa daerah. Kak Issana selama ini juga aktif sebagai Ketua Bina Antar Budaya Chapter Aceh. Sementara Izzan Nur Aslam, Direktur A Plus Creative Learning Center juga berbagi pengalamannya dalam mengkoordinir program belajar dan memadukannya dengan sisi charity dan sekaligus manajemen operasional lembaga pendidikan.
Dalam sesi terakhir adalah sesi kewirausahaan. Presenter yang juga pendiri The Leader, Bang Hijrah Saputra Yunus memandu sesi penutup yang diisi oleh Bapak Iskandarsyah Madjid, dosen FEB Unsyiah dan penggerak wirausaha muda Aceh dan para "aktivis wirausaha muda" yaitu Farhah Mutia, Almer Havis dan Ferzya Farhan.
Di sini kita dapat menemukan bahwa berwirausaha muda merupakan pilihan bagi mereka yang ingin berjuang bagi hidupnya sekaligus bermanfaat bagi orang lain. Kejelian melihat peluang dikombinasikan dengan ketekunan berusaha dan mental serta disiplin diri yang kuat menjadi kunci dalam mewujudkan cita-cita sukses berwirausaha.
Sayang sekali saya melewatkan beberapa sesi dari event ini. Rasanya sehari terlalu singkat untuk mengikuti Forum Aceh Luar Biasa 2015 ini. Semoga dapat bertemu kembali di program-program yang diadakan oleh The Leader lainnya.
Banda Aceh, 12 April 2015
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Semangat Solidaritas di Forum Aceh Luar Biasa 2015"
Post a Comment