Smartphone saya bergetar siang itu, Kamis, 15 November 2018. Hari beranjak menuju siang, pukul 11.36 tepatnya. Whatsapp message dari Abu Teuming menyapa saya. Isi pesannya mengabarkan bahwa dirinya mendadak tidak bisa memoderatori Kelas Menulis Forum Aceh Menulis (FAMe) yang akan segera berlangsung siang itu.
Tema kelas menulis hari itu seputar tema
public speaking. Setelah di kelas menulis pada minggu-minggu sebelumnya menghadirkan sejumlah narasumber antara lain Pak Saifuddin Bantasyam yang sudah dikenal pengalamannya di dunia
public speaking serta duo presenter Kompas TV Dosi Elfian dan Afla Nadya, maka pada hari itu kami berkesempatan untuk mempraktikkan materi-materi tersebut.
Oh iya, sekedar informasi, bahwa biasanya, kelas-kelas menulis FAMe akan dimoderatori langsung oleh Pak Yarmen Dinamika, nama yang telah akrab di kalangan penggiat literasi di Aceh. Sebagai Redaktur Pelaksana harian lokal terkemuka di Aceh, Serambi Indonesia, tidak sedikit peran Pak Yarmen dalam menggerakkan kelas menulis FAMe yang sore itu akan melangsungkan kelas yang ke-58. Tapi hari itu Pak Yarmen harus menghadiri kegiatan lain yang dilangsungkan di sebelah ruangan tempat kami berdiskusi.
Setelah menanyakan sekelumit tentang kegiatan sore itu -- misalnya mengenai apakah pakaian yang dikenakan formal atau tidak -- saya yang saat itu baru selesai bimbingan tesis di kampus bergegas untuk kembali ke rumah untuk sekedar mempersiapkan diri dan bergegas menuju lokasi kelas menulis di ruang rapat Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Aceh.
Saya melirik jam di smartphone. Belum lagi pukul 14.00 tapi peserta yang hadir sudah hampir sejumlah bilangan jari tangan. Tak lama kemudian narasumber kami Pak Saifuddin Bantasyam dan Yelli Sustarina sebagai peserta yang menjadi presenter pun hadir. Beberapa insiden mati lampu sekejap sempat mewarnai saat itu, terutama saat kami sedang memastikan laptop terpasang pada infocus.
Jujur saja saya merasa benar-benar "blank" hari itu. Pagi harinya, saya baru saja melayat ke rumah tetangga. Kemudian bergegas menuju ke kampus di mana saya sudah membuat janji bertemu dengan dosen pembimbing.
Saat saya dihubungi Abu, saya tahu saya benar-benar tidak punya persiapan yang memadai. Format kegiatan kelas menulis hari itu seperti apa, saya pun tak begitu membaca dengan saksama informasi di grup whatsapp yang padahal terus diperbaharui seiring dengan pengisian daftar hadir kegiatan tersebut. Mana rambut belum sempat dipangkas, hehehe.
Tapi saya ingat pesan Pak Saifuddin, bahwa seorang pembicara publik harus selalu memiliki persiapan yang baik. Oleh karena itu saya pun segera menyanggupi permintaan Abu Teuming untuk menjadi moderator pengganti pada sesi praktik
public speaking sore itu. Maka target saya pun pada hari itu hanya agar dapat hadir tepat waktu dan setidaknya sudah menguji nyali saya untuk tampil di hadapan khalayak.
Kelas pun dilangsungkan. Setelah Pak Saifuddin memberikan sejumlah tips dan kiat, beliau pun mempersilakan kami untuk mempraktikkan peran sebagai moderator dan presenter. Dari dua presenter yang sedianya akan hadir, hanya Yelli Sustarina yang tampil membawakan materi "Eksis di Dunia Blogger". Sementara seorang presenter lainnya berhalangan hadir. Begitupun dari dua orang moderator yang telah dipersiapkan, hanya saya yang hadir meskipun berstatus sebagai moderator pengganti.
Di sinilah baru kemudian saya terlihat belum menguasai keadaan. Ya, saya belum membaca dengan baik format kegiatan pada hari itu. Bagaimana plot kegiatannya, berapa waktu yang dialokasikan untuk setiap item kegiatan, dan seterusnya. Akibatnya, saya kemudian terpaksa membuat diskusi ringkas -- yang kemudian tidak ringkas -- untuk mengkomunikasikan pada presenter bagaimana kegiatan ini seharusnya akan berjalan.
Saya ingat, biasanya untuk membantu saya dalam mempersiapkan hal ini, saya akan menggambarkan peta pikiran (mind map) pada buku catatan saya. Berbeda dengan catatan model linier (outline), model mind map dapat membantu untuk menuangkan pikiran dengan lebih baik. Kita bisa menambahkan gambar dan warna yang dapat membuatnya terlihat lebih imajinatif. Selain itu, kita juga dapat menyelipkan ide-ide yang tiba-tiba muncul dengan mudah. Sayangnya, hari itu saya tak sempat mempersiapkannya.
Saya juga abai meminta riwayat hidup presenter untuk dibacakan sebagai perkenalan sebelum dimulainya presentasi. Ternyata, riwayat hidup tersebut sudah diserahkan oleh si presenter kepada moderator yang saya gantikan, hanya terlupa dan belum sempat diserahkan kepada saya. Hal ini juga semakin mempertegas bahwa ternyata hadir tepat pada waktunya saja belum cukup untuk menjadi seorang moderator yang baik.
Satu jam berlalu. Yelli menyudahi presentasinya. Seusai sesi tanya jawab, saya pun menutup sesi praktik
public speaking untuk kemudian mengembalikan kendali kelas kepada guru kami, Pak Saifuddin Bantasyam yang sebelumnya duduk bersama para peserta untuk mengevaluasi penampilan kami. Sesi dilanjutkan dengan tanggapan dan saran dari baik Pak Saifuddin selaku narasumber maupun dari para peserta kelas menulis.
Dalam berbagai kesempatan, Pak Saifuddin kerap mengingatkan pentingnya persiapan baik untuk menjadi moderator atau pembawa acara dan juga narasumber. Sebuah ungkapan beliau ulang-ulang kembali untuk mengingatkan akan hal ini:
"ia yang naik tanpa persiapan, maka akan turun tanpa penghormatan."
Beberapa evaluasi yang saya peroleh pada akhir penampilan saya pada Kelas Menulis Forum Aceh Menulis (FAMe) pada hari itu adalah, selain terlihat gamang dalam memimpin sesi diskusi, suara saya sering tertahan karena memikirkan apa yang hendak saya ucapkan. Secara umum, penampilan saya terlalu "cool" dan kurang menunjukkan semangat yang dibutuhkan. Penilaian "cool" ini datang langsung dari sang guru, Pak Saifuddin Bantasyam yang ternyata hari itu tetap menyempatkan diri hadir meskipun dalam kondisi sedang kurang fit.
Saya akui, banyak hal yang perlu saya perbaiki. Termasuk artikulasi dan kegamblangan dalam berbicara. Beberapa kali saya perhatikan Pak Yarmen yang menyempatkan hadir di sela-sela kelas menulis memberi isyarat dengan tangan dari bangku peserta, sepertinya juga untuk memperingatkan hal ini. Untuk ini, obatnya tidak lain dan tidak bukan adalah dengan memperbanyak latihan.
Pak Saifuddin juga menggarisbawahi betapa pentingnya seorang moderator sedari awal untuk menguasai plot dan alur bagaimana suatu kegiatan diskusi atau seminar akan dilangsungkan. Berapa waktu yang dialokasikan dalam diskusi, Bagaimana menginformasikan hal tersebut kepada para pengisi acara dan audiens lainnya. Sehingga, tampak adanya peran seorang moderator dalam memimpin dan mengarahkan diskusi tersebut.
Jika diskusi atau seminat diibaratkan sebagai sebuah perjalanan dengan pesawat terbang, maka moderator harus menginformasikan dengan baik kapan penumpang diminta mengencangkan sabuk pengaman dan kemudian membukanya kembali. Kapan penumpang harus menutup jendela dan kapan penumpang bisa dengan leluasa bolak-balik ke toilet misalnya. Termasuk pula menginformasikan hal-hal lainnya selama "penerbangan" berlangsung sehingga penumpang benar-benar dapat menikmati keseluruhan proses penerbangan mulai sejak tinggal landas hingga kembali mendarat.
Jangan sampai pula seorang moderator berbicara terlalu lama, sehingga melupakan bahwa yang menjadi bintang panggung sebenarnya adalah narasumber atau presenter. Istilahnya, seorang moderator tidak boleh lupa diri dengan fungsi dan posisinya. "
A moderator can't be a star, but he/she must be performed his "five star" quality on any forum," demikian pesan yang dapat saya sarikan dari uraian Pak Saifuddin.
Hari beranjak sore. Presentasi pun berakhir setelah Pak Saifuddin Bantasyam membagikan sekelumit tentang materi selanjutnya yaitu kiat mengadakan Focus Group Discussion (FGD) yang baik. Saya meminta kesempatan untuk berfoto bersama Pak Saifuddin Bantasyam. Senang sekali bisa mengunduh materi bergizi tinggi langsung dari para ahlinya di kelas-kelas menulis FAMe dan rasanya tak sabar untuk menanti kelas-kelas menulis FAMe selanjutnya yang biasanya dilangsungkan di hari Rabu atau Kamis -- terkadang di hari yang lainnya tergantung kesediaan narasumber.
Sekedar informasi, kegiatan kelas menulis Forum Aceh Menulis (FAMe) telah dilangsungkan sejak 16 Agustus 2018. Berbekal dana urunan dari anggotanya serta kerelawanan para narasumber yang membagikan materi-materi bergizi tanpa bayaran, hingga saat ini sudah berlangsung puluhan kelas menulis. Selain di Banda Aceh, FAMe telah hadir pula di sejumlah kabupaten dan kota di Aceh. Info selengkapnya mengenai FAMe dapat diikuti di blog
http://forumacehmenulis.blogspot.com/.
Banda Aceh, 29 November 2018
background music: musiktulus
Belum ada tanggapan untuk "Mungkin Butuh Kursus Merangkai Kata: Catatan dari Kelas Menulis FAMe yang ke-58"
Post a Comment