Iya kamu. Masa nggak sadar segitunya dari tadi sih. Masih saja melamunkan alasan yang bisa membuatmu berhenti menulis. Dan sejuta alasan cadangan yang membuat buku-bukumu tergantung di rak-rak yang manis. Buat apa?
Sebisa-bisanya kamu sering mengulang-ulang. Bahwa membaca adalah bahan bakar menulis. Sebisa-bisanya pula kamu membiarkan buku-bukumu tersimpan rapi. Menjadi sarapan rayap-rayap di waktu pagi. Merajai wacana demi wacana yang kau susun dari dalih-dalih kesiangan itu.
Oh, aku masih merindu lagi malam-malam itu. Malam di mana menulis tidak harus menjadikanmu bulan-bulanan udara malam. Kau tahu, kesehatan itu nomor satu. Dan menulis di saat yang paling mood, bisa kau hentikan, untuk kau lanjutkan di lain waktu. Seperti pesan seorang penulis idolamu itu. Yang sayangnya, nasehatnya terlalu sering kau petang harikan.
Dulu kau bilang menulis yang membuatmu jadi berbenah. Merapikan berkas-berkas kusut dalam sel-sel sarafmu. Hilang musnah sudah seakan ke mana. Meski ada jejak tersisa dari aksara-aksara yang pernah engkau bagikan.
Jangan bilang kau hanya ingin memenuhkan atau mencapai target angka-angka itu. Kalau begitu, sudah dari dulu aku melupakanmu. Isi saja dengan hal-hal kosong. Impian tanpa dasar yang bersandar pada keduniawian yang rendah. Tapi kau pasti akan kecewa.
Dengar kawan. Di manapun engkau berpijak, jika impian kita sama, kelak kita akan bertemu. Entah dengan cara apa Tuhan mempertemukan. Mungkin lewat bahasa, atau karya nyata.
Kupu-kupu yang hinggap di topimu bisa saja mengalihkan perhatian dari status-status sosial media tentang impian itu. Wajar saja bukan? Terlalu banyak aksara rupa-rupa yang menenggelamkan impian itu. Tapi aku tetap yakin, seyakin-yakinnya. Jika impian kita sama, kelak kita bersua.
Aku tahu jika ada rindu yang tak sempat kau tuliskan. Itu karena kau mengabaikan dan tak segera menggoreskannya pada kertas-kertas cinta. Dan rindu itu pun hilang. Meski kau ingin memanggil mesin waktu untuk membawamu.
Warna merah marun yang menghiasi pelataran. Di panggung hiburan tempat pertunjukan dilangsungkan. Kau juga sering menjadikan tulisan-tulisanmu sebagai karya seni. Keindahan tanpa kriya dan rupa, hanya sekedar tutur bahasa. Jika memadai, cukuplah ia.
Waktu tak akan pernah kembali. Maka tuliskan suka-duka, cita-nelangsa dan singgasana bagi si papa. Lukiskan impianmu lewat kata-kata. Sebagai jariyah di akhir masa.
Banda Aceh, 21 Oktober 2015
Artikel keren lainnya:
Penulis pekerjaannya adalah menulis :)
ReplyDeleteYup. Benar sekali... Hehe
DeleteMenulis bgiku... MeMbunuh kesepian
DeleteSemangat menulis dan blogging ya, Ria. Selamat datang di dunia blogging. :-)
Delete