Berbicara kebudayaan lokal tentunya tidak dapat terpisahkan dari industri kerajinan tradisional. Pembenahan aspek manajerial dan pemasaran tak boleh diabaikan apabila kerajinan tradisional kita ingin tetap berdaya saing dalam arus perdagangan global. Di samping itu, kebanggaan dalam mengangkat warisan budaya leluhur melalui sebuah produk karya seni budaya dengan nilai estetika yang tinggi patut untuk terus dilestarikan.
Seperti halnya usaha tenun Songket Aceh Nyakmu yang berdomisili di Desa Siem, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar. Songket Nyakmu merupakan brand lokal wastu citra atau kain tradisional nusantara -- yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya menenun merupakan warisan leluhur masyarakat Aceh, seperti halnya budaya membatik pada masyarakat di Pulau Jawa.
Menenun adalah tradisi masyarakat Aceh sejak ratusan tahun silam. Sumber foto di sini
Foto bertajuk : "Vrouw bezig met het weven van een kain te Atjeh" yang diperoleh dari koleksi KITLV Digital Media Library. Foto ini diambil di Aceh Besar, Provinsi Aceh. Sumber foto di sini
Adalah Hj. Maryamun atau kemudian dipanggil Nyakmu yang berjasa mengembangkan usaha songket ini sejak tahun 1973. Nyakmu mewarisi selembar kain sutera dari ibunya mendiang Nyak Naim yang memuat tidak kurang dari 25 motif tradisional yang ditenun dengan indah sebagai patron bagi para pengrajin. Kain berwarna coklat tanah yang telah berusia lebih dari 200 tahun itu umumnya berisi motif-motif yang diadopsi dari bunga-bunga dan kaligrafi arab.
Tak hanya mewarisi motif tradisional, Nyakmu juga piawai mengembangkan banyak motif baru. Motif-motif tradisional di antaranya pucuk rebung, awan siung dan lidah suing atau burung beo, sedangkan motif-motif yang diciptakan oleh Nyakmu di antaranya Pinto Aceh dan Bungong Kertah. Pada masa tersebut, pewarnaan benang dilakukan menggunakan akar-akaran, kulit batang kayu, dedaunan dan lumpur sebagai bahan pewarna alami.
Logo Songket Aceh Nyakmu. Sumber foto di sini
Kesuksesan Songket Nyakmu tidak lepas dari kerja keras dan kesungguhan para pengrajin di bawah binaan Nyakmu untuk meneruskan tradisi menenun yang merupakan warisan para leluhurnya. Menurut arkeolog asal Aceh Ibu Laila Abdul Jalil dalam sebuah wawancara langsung, terdapat bukti literatur yang menyebutkan bahwa tenun songket Aceh dari Desa Siem pada abad ke 16-17 M pernah diekspor hingga ke mancanegara. Kala itu hasil tenun songket Aceh dibawa oleh para pedagang dari Aceh Besar dan Pidie.
Kekayaan motif dan kualitas tenunan menjadi andalan Songket Nyakmu, seperti motif Pucok Aron, Bungong Rante Lhe, Timpeung, Mata Uro, Bungong Kala, Pucok Meuriya, Bungong Reudep dan beraneka ragam motif lainnya terinspirasi dari alam dan lingkungan pedesaan. Menurut Ibu Laila Abdul Jalil, hal ini dikarenakan mata pencaharian masyarakat Desa Siem yang hidup dari bertani.
Ibu Ida, salah seorang pengrajin tenun Songket Nyakmu, sedang menenun songket. Foto: koleksi pribadi.
Saya bersama-sama teman-teman Gaminong Blogger sedang menyimak penjelasan Ibu Dahlia, putri mendiang Nyakmu tentang cara pembuatan tenun Songket Nyakmu. Foto: koleksi pribadi.
Upaya Songket Nyakmu mengembangkan wastu citra daerah mendapat dukungan penuh dari Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Aceh (nama Provinsi Aceh ketika itu) yaitu Prof. Dr. H. Ibrahim Hasan, MBA. Pada periode 1980-an hingga 1990-an, karya-karya Songket Nyakmu dijual dan dipamerkan di Jakarta dan Bali, bahkan hingga ke mancanegara seperti Singapura, Malaysia dan Sri Langka. Pada tahun 1991 beliau dianugerahi penghargaan Upakarti yang diserahkan langsung oleh Presiden H. M. Soeharto.
Belum lama menikmati kesuksesannya, usaha Songket Nyakmu menghadapi berbagai kendala. Bermula konflik yang melanda sejak sekitar tahun 1999, kala itu tak jarang para pengrajin menghentikan kegiatan menenun untuk berlindung dari kontak tembak. Pada tanggal 26 Desember 2004, musibah gempa dan tsunami melanda yang mengakibatkan sebuah galeri karya songket Nyakmu yang disimpan di Banda Aceh rusak parah dan mengalami kerugian tidak sedikit.
Pak Anshari AR, suami dari Ibu Dahlia putri mendiang Nyakmu, yang kini mengelola usaha tenun Songket Aceh Nyakmu. Tampak Pak Anshari dalam sebuah program feature yang disiarkan oleh Net TV. Sumber foto di sini
Tak ada hujan yang tak reda, semua pasti ada hikmahnya. Perdamaian di Aceh melalui penandatangan MoU Helsinski pada 15 Agustus 2005 dan proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca tsunami telah mengantarkan banyak perubahan di Aceh. Para wisatawan baik lokal maupun mancanegara kini telah menjadikan Provinsi Aceh sebagai destinasi pilihan untuk menghabiskan masa liburannya. Songket Nyakmu pun sering mendapat kunjungan para turis baik lokal maupun mancanegara.
Di samping usaha tenun Songket Nyakmu di Desa Siem, Aceh Besar, terdapat pula usaha tenun songket Aceh lainnya di Desa Miruek Taman, Aceh Besar yang dikelola oleh Ibu Jasmani. Ibu Jasmani adalah murid dari Nyakmu yang membina sejumlah ibu rumah tangga di desanya bekerja paruh waktu menenun songket. Pada masa jayanya, banyak murid-murid yang berguru pada Nyakmu dari berbagai daerah di Provinsi Aceh.
Jasmani, murid Nyakmu yang kini mengembangkan usaha tenun Songket Aceh di Desa Muruek Taman, Aceh Besar. Sumber foto di sini
Kini, usaha tenun Songket Nyakmu terus berjuang meskipun dengan segala keterbatasan. Salah satunya adalah minat generasi muda untuk meneruskan tradisi menenun. Dengan jumlah pengrajin yang terbatas, Songket Nyakmu untuk sementara tidak dapat memenuhi kesemua permintaan yang datang. Meskipun demikian Songket Nyakmu senantiasa berkomitmen menjaga kualitas tenunannya dan berani berinovasi dengan beragam warna cerah yang digemari kalangan muda.
Beragam koleksi tenun Songket Aceh Nyakmu. Sumber gambar di sini
Bersama-sama dengan Gaminong Blogger mengunjungi sentra usaha tenun Songket Nyakmu di Desa Siem, Aceh Besar, provinsi Aceh. Tampak Bang Hijrah Saputra, owner Piyoh Design dan seorang Duta Wisata Aceh bersama karya tenun Songket Nyakmu. Sumber foto di sini
"Ija Sungket" atau kain tradisional tenun songket bukanlah sekedar warisan mahakarya kebudayaan para leluhur. "Ija sungket" merupakan perlambang sebuah kerja keras, cerdas dan ikhlas serta kesungguhan untuk mewujudkan impian. Tidak heran jika seorang penulis menuturkan ungkapan bahwa di balik sehelai kain tradisional, ada selembar kisah hidup dan sepotong cinta pembuatnya dalam hati Anda.
Sebuah pekerjaan rumah yang besar tentunya dalam mengembangkan kembali kekayaan budaya yang sempat menjadi mahakarya (masterpiece) di masa lampau ini. Belajar dari kebangkitan sejumlah kain tradisional nusantara, seperti tenun songket Lombok di Nusa Tenggara Barat, tenun songket Palembang di Sumatera Selatan dan terkini adalah tenun songket Pande Sikek di Sumatera Barat, tentunya dapat menjadi penyemangat untuk terus melestarikan kerajinan tenun songket Aceh.
Songket Nyakmu. Lebih meriah dan berani bermain warna. Sumber fotonya di sini
Tak kenal maka tak sayang. Atas inisiatif bersama sejumlah teman dan juga ibu Laila Abdul Jalil, seorang arkeolog asal Aceh, lahirlah sebuah komunitas yang kami beri nama "I Love Songket Aceh." Kehadiran komunitas ini diharapkan dapat menjadi sarana mengangkat dan memajukan kembali tenun songket Aceh sebagai kekayaan kain tradisional nusantara agar tak sebatas impian. Semoga.
Logo "I Love Songket Aceh". Sumber foto di sini
Kamu juga bisa menyimak video yang dipersembahkan oleh Erna Safriana dan teman-teman dari Kelas Internasional Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Video ini menggambarkan keindahan dan kualitas tenunan Songket Nyakmu sebagai brand lokal yang keren, sebuah mahakarya yang pernah mendunia.
VIDEO
* * * * *
Ikutkan yuk, karya artikelmu tentang produk-produk asli lokal dengan tema Lokal Brand Lebih Keren di event
Smesco Netizen Vaganza 2015. Tersedia kesempatan untuk meraih sejumlah hadiah antara lain piala, laptop, smartphone dan uang tunai. Hanya sampai tanggal 20 Oktober 2015 pukul 24.00.
Banda Aceh, 20 Oktober 2015.
Referensi pendukung:
Ahmad Arif,
Nyak Mu, Menjaga Tradisi Tenun Aceh ,
http://bukan-tokohindonesia.blogspot.co.id/2009/06/maryamun-nyak-mu-menjaga-tradisi-tenun.html (Pernah dimuat pada Kompas, 9 Juni 2006)
Azhar Ilyas,
Kopdar GIB: Bersama Songket Aceh Nyakmu .
http://www.nowayreturn.com/2015/06/kopdar-gib-bersama-songket-aceh-nyakmu.html
Atjeh Post Online
. Jasmani Pengrajin Songket dari Miruek Taman, http://atjehpost.co/articles/read/3475/Jasmani-Pengrajin-Songket-dari-Miruek-Taman
Femina Online
,Kisah di Balik Sehelai Kain: Tenun Songket Aceh, Menenun di Tengah Bunyi Tembakan, http://www.femina.co.id/waktu.senggang/jalanjalan/kisah.di.balik.sehelai.kain/006/003/53
Sumarni Dahlan,
Sejarah Kejayaan Tenun Songket Aceh ,
http://iloveaceh.org/143/2013/02/12/sejarah-kejayaan-tenun-songket-aceh/
Mantap! Songket Nyakmu memang melegenda. Kehadiran komunitas I Love Songket Aceh sangat membantu. :D
ReplyDeleteSemoga songket Aceh bisa kembali jaya, aamiin .......
DeleteLiputan yang menarik Azhar, semoga menang ya :)
ReplyDeleteterima kasih Ubay, sukses selalu... :-)
DeleteKece Azhar, I love Songket Aceh 😊
ReplyDeleteSongket Aceh memang KeCe = keren dan ceudah (cantik, bahasa Aceh). :)
Deletemantap bang azhar, tulisannya keren beuh..moga menang yah
ReplyDeletemakasih supportnya, tulisannya meutia juga keren-keren,,,
Deletemantap tulisannya bang azhar. salam kenal.
ReplyDeletesalam kenal kembali Pak Bahtiar HS. Terima kasih telah meninggalkan jejak.
Deletemantap bang. informatif sekali. saya baru tau aceh sudah punya brand songket sendiri.
ReplyDeleteBenar sekali Zakiul. Di samping sebagai usaha kerajinan souvenir ada potensi juga untuk menghidupkan wisata atraksi bagi para pelancong. Asalkan bisa digarap lebih serius lagi...
Delete