Nama asli Totto-chan adalah Tetsuko. Mulanya orang tuanya mempersiapkan nama Toru untuk anak pertama mereka itu karena banyak yang menduga sang bayi adalah anak laki-laki. Orang-orang memanggilnya Tetsuko-chan namun bagi dirinya lebih terdengar sebagai Totto-chan. Saat usia kanak-kanak, orang tua Totto-chan mendaftarkannya ke sekolah formal.
Rasa ingin tahunya yang besar sering membuat para guru kelimpungan. Totto-chan sering berlari ke jendela kelas menyaksikan aksi pemusik jalanan saat gurunya sedang mengajar. Totto-chan juga senang bermain "buka-tutup" bangku yang mengusik ketenangan kelas. Ia kemudian dikeluarkan dari sekolahnya, meski Totto-chan tak pernah diberitahu hal tersebut hingga ia dewasa. Yang ia tahu hanyalah ia telah berada di Tomoe Gakuen, tempat ia mengenal dunianya yang baru.
rumahbukuiqro.wordpress.com
Kisah ini mengambil setting di Jepang menjelang dimulainya perang pasifik. Pada zaman tersebut sekolah formal yang mengadopsi sistem pembelajaran modern yang memperhatikan perkembangan anak belum lazim ditemui. Mr. Kobayashi, seorang tokoh pendidik yang berwawasan luas dan bijaksana memperoleh kesempatan untuk menimba ilmu kependidikan selama dua tahun oleh biaya seorang konglomerat di Jepang.
Sepulangnya dari Eropa, ia mendirikan dan menjalankan sekolah Tomoe Gakuen dengan kurikulum yang memperhatikan perkembangan kejiwaan anak. Sekolah di mana ia menunjukkan rasa cintanya yang besar pada anak-anak dan dunia pendidikan. Hingga keganasan perang kemudian memaksa sekolah tersebut dan kota Tomoe hancur lebur.
Sekolah Tomoe Gakuen tidak tampak seperti sekolah pada umumnya. Ruang-ruang kelas di Sekolah Tomoe terdiri dari enam gerbong kereta yang sudah tidak terpakai. Murid-muridnya tidak lebih dari lima puluh orang. Di sekolah Tomoe murid-murid diberikan pertanyaan-pertanyaan di mana mereka dapat mengerjakan tugas yang mereka sukai terlebih dahulu. Anak-anak juga dibebaskan untuk memilih dan bertukar tempat duduknya.
Mr. Kobayashi menyuruh anak-anak mengenakan pakaian yang paling usang agar orang tua mereka tidak perlu khawatir jika pakaian mereka kotor atau rusak karena bermain di lumpur dan semak-semak. Untuk mengajarkan menu gizi seimbang, Kepala Sekolah Tomoe ini selalu mengingatkan anak-anak didiknya dan orang tua mereka untuk membawa bekal yang terdiri dari "sesuatu dari laut dan sesuatu dari pegunungan" yang akan dimasak di dapur sekolah untuk makan siang mereka.
Mr. Kobayashi selalu mengajarkan anak-anak mereka untuk memperhatikan irama alam dan mencintai alam. Ia mengajarkan syair-syair euritmik yang alamiah untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti, kedisiplinan dan kecintaan terhadap lingkungan, Syair-syair tersebut diciptakan seniri oleh sang Kepala Sekolah dari untaian kalimat sederhana yang mudah dicerna oleh anak didiknya.
Yuk, kunyah baik-baik
Semua makananmu
Yuk kunyah baik-baik
Nasi, ikan dan sayur ...
Selama bersekolah di Tomoe, Totto-chan memperoleh banyak teman, di antaranya Yasuaki-chan yang didera penyakit polio. Dalam suatu perayaan hari olahraga, Yasuaki-chan yang dididik untuk memiliki percaya diri yang tinggi berhasil memenangkan sejumlah perlombaan dalam perayaan tersebut. Anak-anak sekolah Tomoe diberikan hadiah bermacam-macam sayur mayur untuk dimasak bersama orang tua mereka di rumah agar mereka memahami arti menikmati hasil jerih payahnya sendiri.
Hal yang selalu diperhatikan Mr. Kobayashi adalah bagaimana agar ia dan para guru dapat menjaga perkataan mereka kepada anak didiknya. Suatu ketika Totto-chan tanpa sengaja menyaksikan Mr. Kobayashi sedang memberi wejangan pada seorang guru di dapur sekolah. Ternyata sang Kepala Sekolah mendapati guru tersebut melempar pertanyaan candaan pada Yasuaki-chan yang ia khawatirkan dapat membuatnya merasa rendah diri.
Singkatnya, tidak ada satu hal pun yang tidak dirancang oleh Mr. Kobayashi yang tidak memiliki makna bagi pendidikan karakter sang murid di masa depan. Hal yang diakui oleh Tetsuko dewasa yang kemudian menuliskan kisah yang ia lakoni. Sayangnya sekolah Tomoe yang berdiri pada tahun 1937 ini hanya berumur singkat ketika peperangan pada tahun 1945 membumihanguskan kota Tomoe.
Tetsuko Kuroyanagi menutup kisahnya dengan catatan akhir dan sebuah epilog singkat. Tai-chan, murid yang gemar menghabiskan waktu di laboratorium fisika melanjutkan sekolahnya di Amerika dan menjadi seorang penemu. Oe, yang pernah mempermainkan kepang Totto-chan pertama dan terakhir kalinya sebelum dinasehati Mr. Kobayashi yang bijak lebih suka mengurus lahan pertanian milik orang tuanya hingga menjadi pengusaha dan pakar anggrek ternama. Ada juga kisah Miyo-chan, putri sang Kepala Sekolah yang gemar mengajar seperti mendiang ayahnya.
Kisah-kisah yang disajikan dalam buku "Totto Chan: Gadis Cilik di Jendela" memberi banyak pesan mengenai pendidikan yang memperhatikan perkembangan kejiwaan anak. Mr. Kobayashi mampu memadukan jiwa seorang pendidik dengan kegemarannya mempelajari musik untuk menularkan cinta dan keteladanan.
Buku yang sempat mencatat sejarah best seller dengan penjualan 4.500.000 eksemplar dalam setahun ini telah menjadi buku wajib bagi lembaga pendidikan di Jepang. Nilai-nilai dan keteladanan kisah ini sangat layak menjadi pedoman dalam mendidik anak di masa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini.
Banda Aceh, 11-17 Oktober 2015.
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Totto Chan: Gadis Cilik di Jendela"
Post a Comment