Sejak hari Jumat pagi, tanda-tanda kabut asap kiriman dari kebakaran hutan di berbagai tempat telah kembali bertiup ke Aceh sudah terdeteksi dari tagar #LangsaBerkabut yang dibagikan seorang teman melalui statusnya. Beberapa hari sebelumnya, sobat facebookers lainnya dari Medan mengabarkan kabut asap yang sudah sekitar dua bulan memayungi kotanya meningkat eskalasinya dalam beberapa hari terakhir. Kabut yang entah dari mana datangnya kali ini benar-benar terasa mengganggu. Sakit kepala, ISPA, hipertensi, gangguan pencernaan, mata perih, adalah beberapa keluhan yang sering dialami penderita asap. Merutuk juga tak menyebabkan asap menjadi berkurang, apakah sebatas di hadapan angin atau di dunia maya.
Beberapa hari terakhir saya memutuskan untuk lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Bila tak ada keperluan penting. Tak semua kamar kami memiliki pengkondisi udara (air conditioner), namun di kamarku dan adik yang ada AC-nya malah kabut asap yang terlanjur masuk tak bisa keluar dengan mudah. Jadinya kami kebingungan apakah harus membuka jendela atau tidur dengan AC menyala. Apalagi jika listrik padam.
Kami di Banda Aceh tak begitu akrab dengan kabut asap. Saat kecil, pernah beberapa kali mendengar bencana kabut asap yang melanda provinsi-provinsi seperti di Riau dan Jambi, yang sekali waktu pernah mennyelimuti negara-negara tetangga. Beda halnya dengan Ikhsan, seorang temanku yang semasa pendidikan dasar tinggal di Dumai. Kala itu, cerita ia, apabila kabut asap sudah terlalu parah maka biasanya sekolah-sekolah diliburkan.
Saat beberapa tahun silam berlibur ke Pekanbaru mengunjungi ponakan yang baru saja lahir, saat itu memori tentang kabut asap hanyalah tentang penerbangan pulang yang diwarnai kabut di pagi hari. Saat itu saya yang tak cepat beradaptasi dengan cuaca panas musim kemarau di Pekanbaru, menghabiskan 3 hari untuk beristirahat akibat demam. Kata pembantu kami, biasanya di udara seterik itu orang-orang setempat lebih suka tidur siang bila tak ada pekerjaan.
Kini kabut asap yang hanya kami dengar dari berita telah mulai intense mengunjungi. Tahun lalu seingatku ada sekian minggu kami mengamati dari jembatan Lamnyong Darussalam, arah jalan menuju kampusku, asap kiriman itu jelas terlihat. Ya, dari lautlah asap kiriman itu menempuh jarak. Menutupi pemandangan gunung yang biru.
Kira-kira sebulan lalu, seorang blogger Malaysia bercerita bagaimana kabut asap yang tebal membuatnya harus ekstra menjaga kesehatannya. Minum air putih 2-3 liter atau lebih banyak dari biasanya adalah hal yang bisa membantu. Selebihnya barangkali adalah meminum obat dari dokter, mengenakan masker bila keluar rumah, dan tidak keluar rumah apabila tidak diperlukan.
Betapapun, kabut asap ini benar-benar menjadi puncak bencana yang melanda negeri ini. Kekeringan yang terjadi sepanjang tahun, lalu kabut asap, kecemasan yang melanda kondisi perekonomian global barangkali telah menguji kekuatan semangat kita untuk terus berjuang.
Di sisi lain, pertanyaan-pertanyaan dan diskursus terus bermunculan. Proyek perkebunan sawit yang memanfaatkan lahan gambut yang rentan terbakar--atau sengaja dibakar demi keuntungan ekonomi sungguh memilukan hati. Lebih kejam lagi, adalah "budaya" kita yang dari generasi ke generasi mudah sekali melupakan tragedi tersebut, seperti yang dituturkan seorang redaktur senior harian Republika.
Seorang warga Eropa yang belum lama menjadi warga negara Indonesia, ia mengemukakan kekhawatirannya akan masa depan generasi penerus bangsa. Dalam pengamatannya, kabut asap yang sudah berlangsung setidaknya 18 tahun selama ia bekerja di Kalimantan, berkorelasi positif dengan industri kelapa sawit yang menopang perut sekian milyar masyarakat dunia.
Kini pertanyaan demi pertanyaan itu terus berlipat ganda. Apakah bumi ini masih layak ditinggali adalah muara dari segala tanya. Kehadiran seutas asa adalah jawaban. Entah itu hujan, obat-obatan atau apapun itu. Langsung atau tak langsung, kita pada akhirnya bertanggung jawab atas nasib kita sendiri.
Saya rasa, yang harus kita lakukan saat ini adalah mengupayakan sebesar-besarnya penanggulangan asap, dalam kapasitas masing-masing yang kita miliki. Mempailitkan perusahaan penyumbang asap. Mengadakan seluas-luasnya shalat istisqa' memohon pertolongan-Nya, memohon ampun atas segala kesalahan dan kesilapan.
Banda Aceh, 25 Oktober 2015.
Artikel keren lainnya:
:( ikut sedih karena tertimpa musibah kabut asap. Semoga cepat selesai masalahnya :) tetep semangat :D
ReplyDeleteSyukurlah saat ini sudah berlalu kabut asapnya. Semoga di masa mendatang tidak harus lagi berselimut kabut, terima kasih atas doanya.
Delete