Rabu, 17 Februari 2010 adalah hari bersejarah buatku. Hari itu pertama kali aku naik pesawat. Sesuatu yang hanya bisa kulihat dan kukejar-kejar bersama teman sepermainanku waktu aku masih belum tinggi, eh masih kanak-kanak. Ceritanya menemani Mamak buat melihat cucu pertama beliau, dan ponakan pertamaku tentunya.
Pekanbaru tujuan kami.
Setelah lepas landas dari Bandara Sultan Iskandar Muda, dan transit di Polonia, Medan, sampailah kami di bandara Sultan Syarif Kasim II. Cuaca agak mendung karena hujan baru saja mengguyur kota Pekanbaru, abangku yang baru saja tiga hari resmi menjadi ayah menyambut kami. Setelah memanggil taksi, meluncurlah kami ke rumah beliau di kawasan Kampar.
Suasana hujan dari kaca mobil dapat ternikmati dengan jelas, karena malam hari maka kami dapat melihat lampu-lampu jalanan. Meski agak lelah, kucoba untuk tetap menikmatinya. Tak lama, kami sampai di rumah abang. Kakak iparku yang membukakan pintu.
"Kakak istirahat aja, nggak usah repot," pintaku. Beliau baru saja melahirkan. Saat itu juga ada Kak Ita, seorang pembantu yang membantu mengurus rumah, yang rumahnya agak bersebelahan juga dengan rumah abang. Jadi ketika kami sampai makanan sudah terhidang. Selepas mandi, kami pun menikmati hidangan dengan suka cita. Jadilah malam itu malam pertamaku di Pekanbaru.
Pekanbaru adalah kota yang indah. Mereka memiliki ruas jalan yang sangat lapang, dan kompleks kantor pemerintahan yang berhiaskan gedung-gedung yang megah. Pasarnya pun ditata rapi. Ada pasar khusus buah. Ada pula pasar khusus sayur mayur. Ada juga pasar oleh-oleh. Tertib nian.
Sayang, karena proses adaptasi yang lambat, aku tak terbiasa dengan panasnya kota Pekanbaru. Hanya beberapa kali aku ikut melihat-lihat suasana kota, selebihnya kuhabiskan di rumah bermain dengan anak-anak Kak Ita. Salahsatunya, nakalnya minta ampun. Namanya juga anak-anak, tapi justru jadi temanku selama di sana. Jadi ingat masa kecil juga.
Hehehe.
Hari pertama, kedua, ketiga lebih banyak kuhabiskan di rumah. Sempat demam ringan pula di sana. Padahal hari Sabtu itu ada acara
akikahan. Akikahan atau 'aqiqah adalah upacara pemotongan kambing dan pemberian nama untuk bayi yang disunatkan dalam ajaran Islam.
Aku malah tertidur dari pagi sampai siang. Sesekali aku terbangun dan menghirup aroma masakan dari Kak Ita dan suaminya yang memasakkan kuah daging untuk
akikahan. Dengan daun temurui juga. Masak Aceh. Pembantu abang memang berasal dari Aceh juga, tepatnya Pangkalan Brandan. Hanya sudah lama mencari nafkah di Pekanbaru.
Aku tidak sempat menikmati prosesi akikah. Saat aku terbangun sudah jam 3 siang. Hanya menikmati sajian akikah sambil menonton tayangan bola di TV.
Hari Minggu ibu mertua abangku pun tiba. Beliau baru saja pulang berobat dari Penang. Hari Minggu itu rencananya kami mau main ke tempat saudara yang tinggal di Pekanbaru. Namun saat kami menelepon, ternyata beliau sedang dinas ke luar kota. Jadilah hari itu kembali menikmati suasana rumah. Syukurlah cuaca sudah agak bersahabat dengan hujan yang mengguyur kota.
Hanya ada satu hari di mana aku benar-benar berjalan-jalan dan mencari oleh-oleh, yaitu senin pagi sampai siang. Meski karena tidak berani menawar jadinya tidak banyak yang bisa terbeli. Berbagai cenderamata bisa kamu cari di Pasar Bawah.
Segitu aja?
Ya, begitulah.
Maka itu di hari terakhir, hari Selasa, aku pun memaksakan diri menemani Mamak berjalan-jalan. Lebih tepatnya Abang yang memaksaku. Lantaran keesokan harinya kami sudah kembali pulang. Padahal sudah hampir satu minggu juga di sana. Setelah bertanya pada Kakak yang belum lama sempat main ke Pekanbaru, kami pun sore itu pergi ke Perpustakaan Soeman H.S.
Sepertinya hanya inilah satu-satunya foto yang masih ada.
Nanti deh dicari-cari lagi.
Bongkaaaar!
Gedungnya megah, dari luar seperti buku terbuka, dan berada di kompleks gedung pemerintah. Ada
lobby-nya juga yang lebih mirip ruang tunggu di bandara. Ada kafetaria-nya juga meski kurasa harga menunya agak mahal juga di kantong. Namun saat itu belum banyak buku yang bisa diperoleh. Mungkin perpustakaannya masih baru.
Lalu kami singgah di Mesjid Agung An-Nur. Hanya sekedar berfoto dengan HP Nokia 3110c ku. Kami meminta sopir taksi mengantarkan kami ke situ.
Hasil search di google.com
Lalu malamnya kami pulang beristirahat. Selepas shalat maghrib abangku mengajakku jalan lagi. Kami sempat berputar-putar keliling kota dengan Honda Karisma-nya. Pergi ke Toko Buku Gramedia membeli buku karangan dr. Friedman Batmanghelidj tentang dehidrasi dan membeli donat kentang di lantai dasarnya. Lalu berjalan ke Pasar yang lebih tepat disebut supermarket buah. Tidak sempat ke Mal Ciputra, kami singgah di sebuah warung Mie Aceh di Jl. Sudirman. Menikmati teh tarik dan Martabak, dan alunan lagu dari sepasang pengamen. Seorang Bapak ditemani seorang gadis kecil mendendangkan lagu berikut ini. Lagu yang dipopulerkan Pance Pondaag dinyanyikan begitu merdu oleh mereka.
http://lirik.kapanlagi.com/artis/pance_f._pondaag/ku_cari_jalan_terbaik
Aku pun tiba-tiba teringat kampung halaman. Sudah hampir lima tahun pada saat itu perdamaian di Aceh berjalan. Semoga tetap lestari dan segala permasalahan dapat diselesaikan dengan musyawarah. Begitu pentingnya rasa aman itu agar kami dapat menatap kembali masa depan yang gilang gemilang.
Malam itu aku tidur dengan pulas. Beberapa malam sebelumnya sempat juga menyetel radio lewat handphone-ku. Aku berusaha mencari tahu siaran radio mereka seperti apa untuk bisa tahu setidaknya logat ataupun kebiasaan mereka dalam berbahasa. Ternyata mereka pun punya acara kirim-kirim salam. Aku tak tahu apakah berkirim salam ini merupakan budaya khas Indonesia.
Ada cerita lainnya. Kebetulan waktu itu lagi Imlek. Jadi hari minggu malam, suara mercon bersahut-sahutan tiada putus. Beda dengan pesta mercon yang biasa kudengar, mereka sepertinya punya
stock cukup banyak, dan dibakarnya pun sepertinya di pusat kota. Jadi meskipun sayup-sayup terdengar di tempat kami, terasa indah pula kedengarannya.
Rabu, 24 Februari pagi. Kami pamit. Selepas shalat shubuh kami kembali ke bandara dengan jemputan taksi. Sempat terdengar juga dari hanphone sang supir saat ada yang menanyakan berapa harga sewa taksi seharian buat berjalan-jalan di kota Pekanbaru. Dia menjawab, "tiga ratus lima puluh ribu
aja, Bu."
Yach, Bang. Telat kali
lah kau bilang. Sudah pulang kami!
Hehe. Baris terakhir
ntu bercanda
deeeh ....
Itulah sekelumit pengalamanku selama jalan-jalan di Pekanbaru. Masih terekam jelas sebagian peristiwa. Sebuah kota yang indah. Dengan lagu yang sering didendangkan di TVRI nasional.
http://www.youtube.com/watch?v=-l6GIsg9b0A
Ponakanku
Lahir di Pekanbaru, 14 Februari 2010
Hobby:
Menyanyi
Banda Aceh, 07 Oktober 2013
Pukul 23.00
hehhe postingan yang menarik. lagu apa har yang di tvri?
ReplyDeleteLancang Kuning, Bang. TVRI zaman dahulu ...
ReplyDeleteAku cuma sekali ke sana, itu pun cuma numpang lewat, hahaa..
ReplyDeleteTapi benar, Pekanbaru itu indah, masih nampak khas melayunya :D
Orang-orang Melayu dan juga Tionghoa berdampingan di sini. Banyak ruko-ruko juga sehingga seorang teman menyebut suasananya mirip Peunayong. Namun lantaran mereka sudah mempersiapkan tata kota sedari awal, maka jalanannya lebih lebar-lebar dan bangunan perkantoran pemerintah dipusatkan di satu kawasan. Di Masjid An-Nur sore-sore masyarakat juga bebas berjogging. Jalanan relatif nyaman hanya macet saat orang pergi dan pulang kantor. Sebenarnya kata teman kalau kita pandai menawar juga bisa beli barang jauh lebih murah, karena di sana banyak barang eks Batam juga. Kata seorang teman lagi yang baru-baru ini berkunjung ke sana, bandaranya juga udah lebih megah lantaran udah resmi jadi bandara internasional.
Deletepernah ke Riau dulu pas masih balita, jadi ga terlalu ingat, :D
ReplyDeletesemoga bisa kembali, dan masalah kabut asap dan cuaca semoga bukan lagi jadi kendala ... #gogreen
ReplyDeleteAbang pernah ke Pekanbaru...keren kotanya, Melayunya terasa kental banget, ya karena mereka memilih bekerjasama dengan pihak dari Melayu Malaysia, kotanya bersih, peluang usaha sepertinya masih besar di sana, dan... Gadis cantik yang menunggu di sana :D
ReplyDeleteya soal infrastruktur mereka sudah merencanakan lebih awal dan sepertinya kompleks pemerintahan yang terpusat memang meniru cara Malaysia. ya, nuansa Melayunya kental banget. ... Jauh-jauh datang cuman main ke perpus sama gramed nih ... Syukur masih sempat diajak hang out sama abang saya ... soal gadis cantiknya sih belum banyak melihat-lihat, hehehe ...
DeleteGreat idea untuk balik ke sana :)
Delete