Pemirsa, ini adalah cerita tentang perjalanan atau lebih tepatnya jalan-jalan sambil berbelanja ke Pasar Peunayong Banda Aceh sore tadi. Hari sudah agak sore dan mereka yang bekerja di kantor baru saja selesai mengisi daftar absen mereka. Saya mesti menunggu Kakak pulang dari kantor sehingga hari ini agak sore berbelanjanya.
Di pasar ikan Peunayong, seperti halnya tradisi di Aceh, jika malam Jum'at mereka tidak pergi melaut. Jadilah sore ini juga saya menyegerakan berbelanja untuk berburu ikan segar. Ikan yang menjadi buruan kali ini yaitu ikan tuna atau yang dalam bahasa kami sehari-hari disebut ikan sisik. Kawasan perairan Banda Aceh terkenal memiliki sumber daya ikan yang melimpah.
Pada saat pergi ke pasar, saya menaiki transportasi Labi-labi atau yang biasa dikenal sebagai angkot di Jakarta. Karena hari sudah agak sore, agak lama juga menunggu labi-labi datang. Bila sudah malam hari, labi-labi biasanya tidak beroperasi dan harus menggunakan kendaraan pribadi ataupun becak motor.
Ada peristiwa yang menarik saat di labi-labi tersebut seorang gadis barangkali masih bersekolah di SMA atau baru saja menapak jenjang perkuliahan yang duduk di samping saya. Di tangannya tergenggam sebuah perangkat lunak barangkali handphone atau MP3. Saya agak segan untuk memperhatikan. Namun yang menarik adik ini berujar terus seperti meracau, yang setelah disimak sejenak ternyata sedang menyanyi di dalam sebuah angkot yang berisi seorang Bapak, kakak dan anak SMU itu. Lagu yang dinyanyikannya adalah sebuah lagu berbahasa Inggris.
Ajiiib.
Sesampainya di pasar, saya berkeliling sejenak mengitari Jalan Kartini. Suasananya sudah agak sepi lantaran pasar kaget yang biasanya beroperasi di tempat tersebut sudah ditertibkan. Suasana agak sepi tersebut juga lantaran hari sudah menjelang senja. Agak sepi dari biasanya, dan juga sejumlah barang yang dicari sudah mulai sepi alias berkurang persediaannya namun tetap saja terlihat suasana ramai. Tanda kegiatan ekonomi tetap berputar meskipun banyak pemberitaan yang mencemaskan kondisi ekonomi global.
Sejenak kemudian saya mampir di sebuah fotokopi di mana saya sering membeli surat kabar terbitan Sumatera Utara. Saya suka membaca surat kabar tersebut lantaran beritanya selalu update dan ulasannya juga mendalam, terutama berita-berita seputar ekonomi nasional dan daerah. Saat hendak membayar, mata saya
nemplok pada sebuah permainan yang lama tak lagi saya mainkan kecuali melalui
game di komputer.
Scrabble.
Dengan harga Rp 25.000 saja, mampirlah permainan masa kanak-kanak ke dalam genggaman. Saya menitip belanjaan tersebut ke sebuah toko kelontong langganan sebelum berbelanja ke pasar ikan. Malam harinya saya membuka plastik yang membungkus permainan tersebut.
Surprise, meski huruf letter-nya kecil-kecil dan demikian pula dengan kertas permainannya, namun sepertinya sudah sesuai dengan harganya. Ya, karena seisi rumah sudah pada asyik dengan aktivitas masing-masing, bermainlah saya sendiri.
Hehehe ...
Lumayan, lah untuk mengisi waktu. Semasa di Madrasah 'Aliyah dulu beberapa orang guru sering memainkan permainan ini di waktu kosong mengajar. Dulu Kakak sering mengajak saya bermain. Sebuah kamus tebal yang dibeli dari toko buku Gunung Agung menemani kami bermain. Kakak selalu punya perbendaharaan kosa kata yang lebih banyak dan piawai dalam memainkan scrabble. Saya sering sekali kalah jika bermain dengan Kakak.
Sekian dulu ya, pemirsa.
^_^
Banda Aceh, 6 Februari 2014
Artikel keren lainnya:
jiahahahaaa...udah kayak penyiar teve pakai 'pemirsa' segala :D
ReplyDeleteIya kak. Biar rame rasanya
Delete#nanonanoo
aahh jadi kangen main scrabble ...
ReplyDeletewheeee... sampe sekarang saya belom pernah maen scrabble :D
ReplyDeleteHalo Azhar dkk! Kalau mau scrabble online (gratis) dgn orang dari seluruh dunia (Indonesianya juga banyak), bisa coba [www.isc.ro]. Ada databasenya (untuk partai yg sudah2), juga bisa dimainkan ulang untuk analisa. Dan pastinya ada kamusnya juga. Salam. :)
ReplyDelete