"Rencana diet gagal, khauri maulod rata sagoe... hana ta jak hana mangat, watee ta jak ka mangat" yang artinya: rencana diet gagal karena mendapat undangan selamatan kenduri maulid
di banyak tempat. Jika kita tidak datang, jadinya tidak enak (hati). Setelah datang, malah jadi enak sendiri (karena banyaknya jamuan maulid). Begitulah sebuah
joke dalam bahasa daerah Aceh yang ditulis seorang teman saya dalam status facebook-nya.
Pemirsa, sesuai janji saya untuk menghadirkan tulisan "bergenre" santai setiap hari Minggu, maka hari ini saya menurunkan tulisan tentang peringatan maulid di daerah saya yaitu daerah Aceh. Peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam yang jatuh pada tanggal 12 Rabi'ul Awwal diperingati dengan meriah dengan mengadakan kenduri atau makan bersama.Masa untuk mengadakan kenduri tersebut tidak hanya terbatas pada bulan Rabi'ul Awwal saja, namun juga terus berlanjut pada dua bulan setelahnya, yaitu bulan Rabi'ul Akhir dan Jumadil Awwal.
Di sini memperingati maulid dengan mengadakan kenduri adalah sebuah adat yang telah diwariskan secara turun-temurun. Di sebuah desa, saya pernah menemukan beberapa warga yang berkecukupan mengadakan kenduri di rumah mereka masing-masing dengan mengundang saudara dan kerabat mereka. Di samping itu mereka mengantar hidangan maulid ke Meunasah atau langgar. Di langgar warga desa memasak kuah belanga yaitu gulai lembu ataupun kambing sebagai menu utama kenduri maulid.
Biasanya warga yang mengadakan kenduri di rumah memasak hidangan berupa nasi dan lauk, dilengkapi dengan buleukat kuah peungat. Buleukat kuah peungat adalah ketan yang dimakan bersama-sama dengan kuah kolak pisang yang bisa ditambahkan dengan ketela (ubi jalar) yang dibuat dengan santan yang sangat kental dan manis. Cukup nikmat dan lezat sebagai sebuah hidangan dalam perayaan maulid Nabi. Kue-kue peunajoh atau kudapan khas Aceh lainnya biasanya turut dihidangkan, seperti thimpan asoekaya (sarikaya) yang kadang dipadukan dengan serabi dan tape ubi. Dengan sejumlah menu hidangan ala raja tersebut tidak heran teman saya melontarkan joke-nya tersebut.
Tentu saja dalam pelaksanaannya tidak selalu sama antara satu desa dengan desa yang lain. Di sebuah gampong atau desa/kelurahan di kota Banda Aceh, hidangan yang disajikan sudah lebih "modern" berupa nasi kotak. Warga kelurahan tersebut mengantarkan nasi kotak menurut kemampuan masing-masing ke masjid untuk kemudian dimakan bersama-sama. Pelaksanaannya juga bisa atas inisiatif
pribadi ataupun organisasi.
Ada kebiasaan di banyak tempat apabila maulid diadakan di sebuah desa, maka biasanya mereka memilih waktu siang hari untuk kenduri. Sedangkan sore atau malam hari diadakan tausiyah atau ceramah dengan menghadirkan seorang muballigh. Oh, iya, biasanya dalam acara kenduri maulid juga dihadirkan anak-anak yatim
untuk ikut menikmati hidangan maulid bersama.
Inilah tulisan saya sekedar berbagi pada hari ini. Tulisan ini sebenarnya tidak didukung oleh referensi mengenai budaya Aceh secara mendalam. Hanya sebuah amatan sehari-hari, eh, menahun sebenarnya dari sebuah budaya atau adat istiadat masyarakat di daerah Aceh dalam beberapa desa saja.
Ngomong-ngomong, apakah di tempat Anda ada diadakan kenduri maulid? Bila ada, jangan sungkan untuk mengundang saya, ya?
^_^
Banda Aceh, 16 Februari 2014
Artikel keren lainnya:
Bu kulah aceh nyan hana lawan, meminyeuk harum keudeuh :)
ReplyDeletePeu lom meunyee naa idang meulapeh :)
Delete