Sudah weekend lagi nih, pemirsa. Banyak agenda kamu yang menanti hari ini? Semoga dimudahkan semuanya ya. Jika ada yang sedang sakit, mudah-mudahan segera diberi kesembuhan. Jika ada yang sedang ditimpa musibah, semoga diberi kesabaran. Jika ada di antara kamu yang sedang galau, lho kenapa galau? Mari kita nge-blog bersama, berolahraga ringan atau memutar lagu-lagu kesukaan. Sayang atuh umur kita, mari kita isi dengan hal-hal yang positif dan bermanfaat.
Saya baru saja bermain ke facebook grup Gam Inong Blogger (GIB). Di sana saya baru saja menemukan postingan dari seorang teman baru. Di baris komentar saya menemukan sebuah komentar dari Nyanya terhadap postingan baru tersebut. Menurut Nyanya, tidak perlu merasa minder atau merasa kurang dalam sesuatu hasil karya seperti menulis, hal tersebut lantaran tidak ada seseorang yang memiliki tulisan yang sempurna. Masing-masing penulis memiliki gaya menulis sendiri-sendiri. Hal itu barangkali yang akan memperkaya kita terutama di dalam berinteraksi dengan beragam karya dari beragam penulis pula.
Saya menjadi teringat sebuah tulisan Rhenald Kasali, seorang Guru Besar di bidang Marketing dari Universitas Indonesia yang membahas mengenai keunggulan pendidikan di sebuah negara maju. Di negara tersebut, setiap karya seorang siswa akan dinilai setinggi-tingginya penghargaan oleh guru yang menilainya. Selama karya tersebut merupakan hasil dari usaha yang jujur, maka karya itu akan mendapat pujian dari sang guru.
Rhenald Kasali ketika itu sedang memeriksa kembali hasil pekerjaan sang anak yang dinilai dengan nilai yang teramat baik, padahal menurut Rhenald pekerjaan anaknya itu biasa-biasa saja, terutama bila dibandingkan dengan standard penilaian pada pendidikan di negeri kita. Maka ketika Rhenald mendatangi guru tersebut maka dijelaskanlah bahwa pendidikan di negara tersebut memberi penghargaan setingi-tingginya atas kreativitas siswa mereka. Asalkan mereka benar-benar jujur dan berusaha dengan baik dalam mengerjakan tugasnya maka karya tersebut pantas diberi nilai baik.
Jika kita kembali kepada pemahaman yang pernah saya tuliskan di sini, mengenai budaya saling menghargai sebagai kunci kesuksesan untuk membangun generasi yang produktif dalam tulisan saya "Antara Komik, Game Animasi, Tayangan Televisi dan Budaya Saling Menghargai" bisa kita temukan benang merah antara kurangnya kreativitas generasi kita dalam menyikapi tantangan perubahan zaman. Negeri ini butuh banyak sosok kreatif dalam membangun lapangan pekerjaan, namun sepertinya banyak dari kita yang masih menggantungkan harapan kepada pemerintah terhadap selesainya urusan-urusan yang sebenarnya di negara maju sudah bisa diambil alih oleh masyarakat atau perusahaan swasta (privat).
Sebut saja masalah sampah. Di luar negeri, kita melihat isu-isu perubahan iklim sudah bukan lagi merupakan wacana, namun didukung oelh tindakan dan aksi nyata. Melibatkan pemerintah, tokoh agama, lembaga pendidikan dan stakeholder lainnya kegiatan daur ulang misalnya, sudah menjadi sebuah pembudayaan. Kepada masyarakat diperkenalkan cara-cara mendaur ulang yang baik dimulai dari cara memisahkan sampah, membuang sampah, mendaur ulang barang-barang yang masih bisa dipergunakan kembali menjadi karya seni, dan sebagainya.
Sebenarnya di Indonesia sudah banyak inisiatif untuk menggerakkan masyarakat, terutama di kota-kota besar di Indonesia. Namun sepertiya hal tersebut belum ada upaya untuk mengintegrasikannya dengan seluruh stakeholder. Meskipun demikian di sini kita melihat betapa tulusnya perjuangan saudara-saudara kita dalam memperjuangkan program-program yang sangat besar nilainya bagi masyarakat, seperti Bank Sampah, Gerakan Peduli Sampah dan sebagainya.
Di lingkungan saya sendiri, saya melihat betapa besar perhatian dari pemerintah Kota Banda Aceh dalam hal ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Banda Aceh dalam menjaga kebersihan kota. Setiap hari, sampah rumah tangga diangkut oleh petugas kelurahan, dan secara rutin mobil dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan mengutip sampah dari drainase agar tidak menimbulkan sarang nyamuk. Saya tidak tahu apakah lantaran rumah saya berada di dekat jalan protokol sehingga dibersihkan, namun harapan saya ke depan kebersihan lingkungan yang senantiasa disosialisasikan melalui corong pengeras suara mobil Dinas Komunikasi dan Informasi tersebut menjadi tanggung jawab kita bersama. Budaya gotong royong yang perlahan mulai surut bisa kita galakkan kembali sebagai nilai luhur budaya bangsa.
Wah, tadinya kita membahas mengenai tulisan, sekarang sudah menjadi masalah kebersihan. Hehe. Apakah saya gagal fokus, ya, pemirsa. Aih, baiklah kalau begitu saya pamit dulu dari hadapan pemirsa. Akhir kata, tak ada yang sempurna. Sampai berjumpa lagi dalam tulisan-tulisan saya berikutnya.
^_^
Banda Aceh, 15 Februari 2014
Artikel keren lainnya:
emang gak ada nyambung nya sih dari sampah sampe tulisan.. hehe
ReplyDeleteKarna itu gak ada yang sempurna, yang sempurna hanyalah gusti Allah swt, :)
Jadi tulisan ini terinspirasi dari komen nyanya ya :D
ReplyDeletepaket komplit ni bg :)
ReplyDelete