Aku tak tahu bagaimana bisa mengenalmu sekian lama, tapi tak pernah menyapamu. Tak pernah tergerak sedikit pun inginku untuk mengajakmu bersama ke dalam kehidupanku.
Aku tak tahu mengapa. Aku tak tahu alasannya.
Jika purnama yang ku tunggu, bukankah purnama selalu hadir setiap asa itu tiba. Setiap kali dari corong pengeras suara atau dari mading-mading kampus Engkau menyampaikan sayembara itu. Sayembara untuk datang dan memenangkan hatimu.
Aku tak jua tergerak.
Bahkan ketika dengan segenap dayamu kau hadirkan mereka yang selalu ada di mimpi-mimpiku. Penulis-penulis kenamaan itu. Di sekelilingku berseliweran brosur-brosur penunjuk arah untuk menujumu. Menyambut dekapan santunmu.
Aku masih membisu.
Tidak pernah ada cinta yang aku mengerti seperti ini. Bahkan jika aku bertanya padamu. Harus dengan aksara dan kosakata apa aku menjelaskannya.
Hujan, panas, malam dan siang. Lalu aku terjaga. Terjaga di bawah suara gemuruh itu. Gemuruh yang mengguncangkan siapa pun yang menyaksikannya.
Ku ambil buku dan pena. Kumasukkan d ransel saat berlari dari amuknya. Kutuangkan rasa demi rasa yang mewarnai hatiku.
Aku gembira. Aku berdaya.
Aku bahagia kini telah kutemukan kembali cintaku yang lama. Cinta yang membuncah saat aku menggoreskannya dengan sebilah pena.
Tahun demi tahun berlalu. Aku duduk manis seperti ini. Di depan layar monitor. Mengisi bait demi bait. Memenuhkannya dengan kata.
Sampai suatu ketika. Pengumuman itu tiba. Dari dunia maya aku ketahui. Sebuah buku merah marun menyapa. Hai pecinta, datanglah kepadaku. Sambut aku. Buktikan cintamu.
Tidak butuh waktu lama, seperti halnya saat berkompetisi merangkai kata. Aku tidak menunggu saat terakhir itu tiba. Belum lagi aku melihat betapa panjangnya formulir yang harus kuisi. Entah bagaimana, rasa malas itu sirna. Aku melengkapinya. Kata demi kata.
Saat pengumuman itu tiba, lalu saat di hari terakhir, aku masih dengan lelahku menyiapkan semua. Lalu tergopoh-gopoh aku hadir di Rumah Cahaya, berkumpul bersama sahabat baru di Inaugurasi FLP Aceh 2014.
Di sini aku menyaksikan kebersamaan itu terjalin bergitu mesra. Kami yang tak pernah saling kenal, lalu dipertemukan oleh satu kecintaan yang sama. Kecintaan pada gores-menggores pena.
Di bawah udara sejuk Lubuk Sukon mula bertemunya.
Lalu aku kembali bertanya-tanya. Apa sebabnya sekian lama aku menunggu dan baru kini kita dipertemukan.
Apa?
Apa?
dan Apa?
Mengapa?
Mengapa?
dan Mengapa?
Bagaimana?
Bagaimana?
dan Bagaimana?
Kini.
Kita sudah berada dalam sudut simetris jarak yang sama.
Berdansa, bernyanyi dan menarikan.
Mimpi-mimpi kita.
Tentang sebuah dunia yang penuh warna.
Tentang suka dan duka ukhuwah di seluruh penjuru dunia.
Tentang memahami dari dalam diri.
Tentang peduli, tentang semuanya.
Jika ini memang benar rindu.
Rindu yang telah tertanam sekian lama.
Izinkan aku mengucap syukurku.
Di penghujung malam yang syahdu.
Aku berharap, meski cinta sejatinya tak boleh berharap.
Kisah cinta ini adalah penuntun jalinan makna.
Untuk merangkai bait demi bait.
Yang mengantarku ke syurga-Nya.
Aku berharap, karena cinta harus memilih.
Bahwa aku memilihmu tiada lain tiada bukan.
'Tuk menyirami makna sebuah jariyah.
Untuk merangkai cinta Ilahi di dalam sanubari.
Banda Aceh, 4 Juni 2014
Pukul 04.49
Belum ada tanggapan untuk "Surat Cinta Untuk FLP"
Post a Comment