Tanpa terasa hari ketiga sudah kami berada di Bandung. Tidak seperti biasanya aku sudah mandi pagi-pagi sekali. Ungkapan kalau di Bandung mandinya telat-telat saja karena udaranya yang
suejuk untuk sementara aku tepikan. Agar tidak banyak agenda terlewatkan maka akupun bersiap sepagi mungkin.
Sebelum mengawali rutinitas pagi tersebut, suami dari kakak sepupuku mengajak untuk menikmati Kota Bandung dari ketinggian puncak. Mengendarai mobilnya, ia mengantarkan kami ke sebuah puncak tempat kami dapat melihat Kota Bandung dari ketinggian. Di tempat ini didirikan sejumlah Kedai Kuliner yang dinamai Saung Bale Cartil atau Saung Cartil.
Aku memeluk erat jaketku untuk mengurangi rasa sejuk di sini. Perlahan-lahan matahari yang baru saja terbit menerangi suasana mendung pagi itu. Sejenak kemudian sinar matahari menerangi Kota Bandung yang kami amati dari ketinggian. Seolah-olah sebuah lampu sorot baru saja diarahkan perlahan untuk meneranginya.
Berbeda dengan hari sebelumnya, kami tidak menyusun agenda khusus di hari terakhir kami di Kota Bandung. Kami berencana untuk menempuh perjalanan selewatnya alias seberapa sanggup kami menempuhnya.
Perjalanan dimulai dengan mampir di Cibaduyut. Sebuah monumen unik berbentuk sepatu seolah menyambut kehadiran kami di sini. Sejenak kemudian kami sudah menjelajahi kawasan pertokoan yang dipenuhi dengan sandal dan sepatu dengan berbagai jenisnya.
Hal yang menarik dari Kota Bandung ini seperti halnya kota besar lainnya yang dipadati warga dan pengunjung, maka ramainya kendaraan dan kemacetan adalah hal yang biasa. Saya sempat kebingungan untuk menyeberang karena kencangnya laju kendaraan. Saya mencoba untuk mengangkat tangan memberi isyarat untuk menyeberang dan tiba-tiba saja seorang ibu menghentikan kendaraannya, disusul kendaraan di belakangnya. Satu hal lagi yang mengundang pujian setelah keramahan para pedagang di sini.
Saat shalat Jum'at pun tiba, kami shalat Jum'at di sebuah masjid yang terletak di kawasan pertokoan di Cibaduyut, setelah mengambil wudhu' di sebuah tempat wudhu' umum tak jauh dari kawasan pertokoan Cibaduyut. Tabuhan bedug mengawali prosesi shalat dan kami mengikuti khutbah dalam bahasa Sunda.
Setelah Jum'at kami menyantap bekal yang dibawa dari rumah. Ada lontong isi ayam yang menjadi makanan ringan favoritku, soalnya praktis dibawa dan mengenyangkan. Beberapa kue nagasari juga menjadi penganan yang nikmat. Bandung dan Jawa Barat juga dikenali oleh sajian kue-kuenya yang lengkap dan nikmat dengan harga yang sangat terjangkau.
Siang harinya kami menyempatkan diri untuk mampir di sebuah pabrik garmen. Di sini kami bisa menyaksikan banyak sekali hasil industri tekstil seperti bed cover, taplak meja, kain untuk bahan pakaian, kemeja batik, gaun batik dan sebagainya. Tempat ini hanya dibuka pada jam kerja saja.
Selanjutnya perjalanan dilanjutkan dengan wisata kuliner. Kali ini Rumah Makan Ampera menjadi sasaran perjalanan. Baru saja masuk menu-menu di sana sudah menyapa kami dengan ramahnya. Setelah memesan minuman, kami menikmati santap siang sambil lesehan. Terdapat pula
spot-spot yang indah untuk berfoto bersama yang memadukan desain interior bernuansa natural dengan kreativitas pernak-pernik aksesoris produk seni kerajinan.
Wisata belanja dan kuliner kemudian dilanjutkan dengan wisata hati dan pikiran. Iya, soalnya kami kemudian mengunjungi toko buku Rumah Buku dan Togamas. Kami kembali berpencar, sementara aku dan sebagian rombongan shalat maghrib di mushalla kecil di Rumah Buku, rombongan lainnya shalat di Masjid Pusdai, yang juga dikenal sebagai pusat kegiatan keislaman.
Sejumlah toko buku di sini sering menawarkan diskon yang lumayan juga jadinya kami pun berbelanja buku di sini (borong nih, yee ...). Sebuah buku berjudul #Tetot, Aku, Kamu dan Media Sosial karangan Ridwan Kamil dan sebuah buku lainnya karangan dari Paolo Coelho akhirnya jadi kubawa pulang.
Aha! Ketemu juga dengan Bapak Ridwan Kamil, hehehe !
Malam menjelang dan kami pun mengakhiri safari perjalanan kami dengan: membeli oleh-oleh! Sambil mengelilingi Kota Bandung dan menikmati suasana malam hari, kami membeli oleh-oleh kue di Kartika Sari dan makanan ringan di Jalan Cihampelas. Sepulangnya di rumah sepupuku, kami pun langsung berkemas alias
packing karena keesokan harinya kami bersiap kembali ke Banda Aceh.
Boleh, mangga (silahkan) !
Pagi-pagi sekali kami diantar oleh keluarga sepupuku menuju bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Melalui jalan tol Bandung - Jakarta menuju ke Cengkareng, di kiri-kanan terhampar indah persawahan dengan gubuk-gubuk yang bersahaja seakan mengantar kami pulang.
Pileuleuyan, Bandung, paturay patepang deui! Sampai berjumpa lagi, Bandung, kita akan bertemu kembali!
Banda Aceh, 26-29 Januari 2015.
Baca Juga:
Wilujeng Sumping di Bandung (Oleh-oleh dari Bandung Bagian 1)
http://nowayreturn.blogspot.com/2015/01/wilujeng-sumping-di-bandung-oleh-oleh_29.html
Belum ada tanggapan untuk "Pileuleuyan, Paturay Patepang Deui! (Oleh-oleh dari Bandung III - Tamat)"
Post a Comment