Sayup-sayup lagu Tanah Airku yang menutup siaran sebuah stasiun televisi swasta terdengar begitu merdu. Saya masih belum bisa memejamkan mata setelah tadi sempat tertidur pulas sebentar. Rasanya baru kemarin saja berkeliling ke dua kota besar di Pulau Jawa bersama-sama dengan keluarga. Kadang masih rindu saja ingin kembali lagi untuk memuas-muaskan diri untuk mengunjungi sejumlah tempat menarik di sana.
Barang kali sejumlah tempat itu biasa saja bagimu, yang mungkin sudah kau lalui sehari-hari. Bagi saya, kutipan yang menyebutkan bahwa tiada perjalanan yang tak mengubah seseorang barangkali ada benarnya, meskipun untuk bisa mendapatkan perubahan yang menetap dibutuhkan perjalanan dalam waktu yang lama dan kondisi yang menguji kematangan pribadi. Namun bagi saya meskipun perubahan itu hanya setipis kulit ari namun perjalanan tersebut benar kiranya memberi "sesuatu".
Jujur saja selama tiga hari berada di Jakarta, dalam persiapan sebuah hajatan keluarga, nyaris hanya bertemu dengan orang Aceh dan menu masakan Aceh saja, kecuali pada saat hajatan tersebut digelar. Bahkan ketika seorang teman menawarkan untuk menemani saya untuk menuju tempat-tempat menarik di Jakarta, saya sempat ingin menunda kepulangan sehari saja. Kalau saja tiket pulang belum terlanjur kami pesan sekeluarga.
Hanya manakala mengelilingi jalanan raya menyaksikan gedung, jalan dan jembatan yang kokoh, atau saat hendak menyeberang saat ber-jogging di pagi hari dengan padat dan kencangnya laju kendaraan orang yang hendak pergi bekerja, atau sampai di tempat-tempat wisata yang menawan hati, barulah saya bisa berujar dalam hati: "baru berasa Jakarta-nya", atau "baru berasa Bandung-nya". Seakan butuh waktu lama untuk menyadarinya.
Sempat juga mencoba untuk membuat janji bertemu dengan beberapa
orang teman, namun sayangnya sebagaimana diketahui bahwa Jakarta teramat luasnya. Jadi hanya bisa sekedar mengabari saja bahwa saya sedang berada di Jakarta. Itu pun kalau sempat bila jaringan dan kuota internet sedang mendukung.
Kata teman saya, bila ingin membuat janji di Jakarta harus sekitar 2-3 jam sebelumnya, saking jauhnya jarak dari satu tempat ke tempat lainnya. Kadang jaraknya tidak jauh, tapi tetap saja lantaran kemacetan jadi tua di jalan juga jadinya--meminjam istilah teman lainnya.
Hanya ketika
tiga hari berada di Bandung, kami mencoba merasakan suasana berbeda. Di Bandung yang terkenal dengan surga bagi para pecinta kuliner, tidak sulit menemukan berbagai jenis masakan dan jajanan kue tradisional dengan berbagai nama unik yang tak jarang disingkat sehingga kian menarik.
Di Bandung, tidak sulit menemukan para pedagang jajanan ini. Di dekat rumah sepupuku tempat kami menginap, beragam kuliner khas Bandung bisa ditemukan seperti pedagang Kupat Tahu, Bubur Ayam, Ketoprak dan jajanan kue-kue snack khas Bandung
. Beberapa jenis kue tersebut bahkan yang dibungkusi dan dilabeli nama kuenya.
Tapi terkadang saya juga merasa, seperti seseorang yang lama nian tak pernah melihat dunia. Iya, kan soalnya perjalanan ke Jakarta dan Bandung beberapa waktu yang lalu merupakan perjalanan pertama saya ke Pulau Jawa. Jika dihitung-hitung, sejauh ini baru Pulau Weh, Sabang, Pulau Sumatera dan Pulau Jawa yang pernah saya kunjungi. Jadi ada tiga pulau.
Bicara pulau tiba-tiba saya teringat kembali percakapan kami di mobil dalam perjalanan pulang di Tol Bandung - Jakarta menuju Bandara Soekarno Hatta. Tentang keindahan Indonesia yang subur dan hijau, yang tak tertandingi hingga melahirkan rasa cemburu negeri yang memiliki salju--sesuatu yang sulit kita bayangkan.
Haha, saya tak sedang berusaha membanding-bandingkan dengan perjalanan beberapa teman yang sudah menikmati salju. Beberapa di antara mereka adalah sahabat blogger saya. Sungguh, saya iri. Tapi warga negara di mana salju memayungi setiap bulan-bulan seperti ini itu, tentu tak kalah iri dengan menawannya hijau ranau sawah dan hutan yang negeri kita miliki. Sungai, lautan, semuanya simpanan kekayaan. Seperti syair sebuah lagu nasional yang sering dinyanyikan.
Saya tak lupa membeli buku
dalam perjalanan di Bandung. Bagi saya sebuah keberuntungan ketika jalan-jalan adalah bisa membeli buku. Saya bisa berbelanja apa saja, makanan, minuman, pakaian, selama ada uang saku di tangan tentunya hehe, tapi tak pernah saya merasa seberuntung
itu ketika berhasil membawa pulang buku. Seperti ketika di Gramedia Pekanbaru saat membeli buku yang menjelaskan fungsi air bagi kesehatan karya dr. Friedman Batmanghelidj, di Bandung kami juga menyempatkan mampir di Togamas dan Rumah Buku.
Sebuah buku dari Ridwan Kamil tentang kiprahnya sebagai Walikota Bandung dan pemanfaatan media sosial serta buku lainnya dari Paolo Coelho saya bawa pulang.
Belum lama
ketika seorang teman menyatakan rasa jenuhnya pada kehidupannya yang (katanya)
hanya berputar-putar dari rumah, ke kantor, lalu ke rumah, dari kamar tidur, ke dapur dan seterusnya,
membosankan dan ia mengatakan beruntungnya saya yang bisa
berjalan-jalan liburan. Begitupun, dalam pandangan
saya, sang teman saya yang
kutu predator buku ini tidak
terlihat benar-benar serius dengan ucapannya.
Ia terlihat begitu berbahagia karena hobinya telah membawa jiwanya untuk berjalan ke tempat-tempat yang ia inginkan.
Bagi saya, membaca buku itu sendiri adalah selayaknya sebuah perjalanan. Sebuah ungkapan berikut tampaknya dapat menggambarkan secara lebih lugas pernyataan tersebut; bahwa membaca adalah perjalanan ke dunia luar, dan menulis adalah perjalanan ke dalam diri sendiri.
Kembali ke wisata nusantara. Ada banyak tempat yang belum saya kunjungi. Kalau Walikota Bandung Pak Ridwan Kamil bisa menjawab pertanyaan mengapa Bandung bisa membuat orang yang pernah ke sana merasa kangen untuk bisa kembali--dengan jawaban bahwa Bandung bukanlah sebuah nama tempat namun sebuah perasaan,
bagi saya
percaya ungkapan itu seratus persen benar. Semoga saya dapat kembali suatu hari ke kota-kota yang indah tersebut,
dan untuk menambah jumlah titik-titik wisata untuk memperkaya jiwa,
Karena seperti kata Pak Ridwan Kamil juga, jika ingin untuk mengasah ide dan kreativitas
maka perbanyaklah travelling dan membaca buku yang bermanfaat dalam kehidupan.
|
http://instagram.com/azhar_ilsa |
Banda Aceh, 10 Februari 2015.
Belum ada tanggapan untuk "Perjalanan ke dalam Diri Sendiri"
Post a Comment