Belum lama ini saya menentukan hari Sabtu untuk menulis cerita nostalgia dan Minggu untuk tema-tema santai. Sungguh, sepertinya saya merasa bukan ide yang sangat baik menentukan hari ini menulis apa dan hari besok menulis apa. Tapi sebagai rasa syukur atas anugerah hari ini, maka saya menulis lagi. Temanya pun rada-rada sedikit serius juga.
Hari ini berkunjung ke salah satu websitenya sebuah komunitas yang sedang memperingati hari jadinya dan menyimak tulisan seorang mantan pembesut komunitas tersebut. Dalam komentar-komentar terhadap artikel tersebut saya menyimak adanya diskusi yang memperbandingkan antara menulis buku dengan menulis di blog. Beberapa pemberi komentar menyebut kedua hal tersebut memiliki nilai yang sama meski bagi penulis artikelnya menulis buku memiliki sebuah tantangan tersendiri.
Bagi saya pribadi, saya sepakat dengan tulisan sang pembesut komunitas menulis tadi. Menulis buku memiliki tantangan tersendiri, setidaknya dari segi ilmiah. Menulis buku, membutuhkan bahan-bahan yang cukup seperti informasi yang harus disajikan secara mendetil. Menulis buku juga membutuhkan kerangka pemikiran ilmiah.
Perdebatan dalam komentar-komentar pada artikel tadi mengingatkan saya pada status facebook seorang penulis cerpen nasional yang "curhat" bahwa melalui lomba di blog seseorang bisa memperoleh sejumlah finansial yang belum tentu diperoleh seorang penulis buku dalam jangka waktu yang cukup lama sekalipun. Itu baru kajian dari segi finansialnya saja.
Membaca untuk Menulis
Kembali lagi kepada tema kita, saya pernah menyimak perjalanan seorang
penulis yang saya kenali di Facebook. Namanya Setiyono Tiyo. Penulis
aktivis asal Riau ini memiliki jam terbang membaca yang sangat kaya.
Seingat saya setidaknya 4-5 jam sehari ia habiskan untuk membaca. Tak
heran kini ia telah berhasil menelurkan karya berupa buku-buku yang
sangat memotivasi. Ia juga kerap diundang untuk mengisi berbagai seminar
di berbagai daerah.
Kesungguhannya dalam membaca dan
membaca itu pernah dijelaskan dalam beberapa status facebooknya. Dari
beberapa status facebooknya, saya menangkap makna bahwa menulis itu
membutuhkan bahan bakar. Dengan membaca buku kita akan memperoleh sebuah
pemikiran yang lengkap dan utuh. Berbeda dengan membaca status atau
notes pada facebook yang barangkali hanya merupakan sepotong kecil dari
suatu pemikiran.
Saya beruntung diajak serta bergabung dalam Komunitas Blogger Aceh Suka Buku (BASB) beberapa waktu yang lalu. Di situ kami diminta membuat sebuah blog khusus buku yang isinya membedah buku-buku apa saja yang pernah kami baca. Saya menyadari betapa keringnya saya dari bacaan saat setiap kali ingin menulis dan terkendala oleh apa yang mesti saya bagikan. Setidaknya dengan pekerjaan-pekerjaan rumah bulanan yang mereka berikan bisa sedikit memaksa saya untuk membaca.
Balik lagi ke tulisan saya sebelumnya yang membahas sebuah petuah: "mencari, mengumpulkan lalu berbagi dan jangan dibalik," rasanya seperti itulah semestinya seorang penulis. Sayangnya saya bukan pembaca yang gila baca seperti beberapa teman yang saya kenal dari komunitas-komunitas menulis meski saya memiliki kebiasaan "gila" menghabiskan uang jajan untuk membeli buku yang mungkin "sama gilanya" dengan mereka.
Ehem, suka membeli buku tapi malas dalam hal membaca adalah "bodoh" dan itu lebih berbahaya dari "gila". Jangan tanyakan itu pepatah dari siapa, mungkin sayalah yang pertama kali mengatakannya. Semoga dengan tulisan ini juga dapat memotivasi saya untuk lebih banyak membaca karya-karya utuh seseorang dalam bentuk buku.
Sebagai penutup, saya tidak mencoba untuk menyimpulkan apakah menulis buku lebih utama dari menulis di blog ataupun sebaliknya. Bagi saya menghasilkan karya buku adalah sebuah prestasi lantaran telah berhasil membuat sebuah kumpulan pemikiran secara sistematis (untuk karya non-fiksi) dan sebuah karya seni yang utuh (untuk karya fiksi).
Bagi penulis pemula seperti saya menulis di blog juga memiliki dunianya tersendiri di mana di sini bisa saling berbagi dan menghargai bahkan berbagi pelajaran lewat kritikan dan saran. Blog juga saat ini dapat dimanfaatkan lebih dari sekedar pengetahuan tetapi dapat menjadi agen perubahan melalui komunitas ataupun program yang dipublikasikan melalui keberadaannya.
Dalam pemahaman saya yang belum pernah memiliki karya sebuah buku ini, keduanya sepertinya memiliki kesamaan--sama-sama membutuhkan bahan bakar yang hanya bisa kita peroleh jika kita mau terus menerus belajar. Mengerti dan memahami apa yang sesungguhnya kita cari akan membuat sebuah perjalanan menjadi lebih berarti, bukan?
Tetaplah selalu mau belajar dan tetaplah menulis!
^_^
Banda Aceh, 16 Maret 2014
Artikel keren lainnya:
Mudah2an seegera keluar buku ya... :)
ReplyDeleteAamiin. Terima kasih ya Kak VIna :-)
Deleteiya saya setuju dengan pemikiran azhar di tulisan ini.
ReplyDeleteNice opinion, Azhar
ReplyDelete